Ragam Representasi Mengimbangi Hegemoni
Pameran Komunitas Maha Rupa Batukaru di Sanur
DENPASAR, NusaBali - Selama ini Tabanan dikenal sebagai lumbung berasnya Bali. Karena wilayah ini memiliki bentangan huma subur dan luas.
Oleh karena itu, Tabanan relatif kurang diperhitungkan dalam kancah seni, terutama seni rupa. Karena perkembangan seni rupa Bali lebih dikenal di Gianyar, terutama Ubud, atau di Klungkung dengan seni Lukis wayang Kamasannya.
Klaim hegemonik seni rupa Bali tersebut ingin diimbangi bahkan didobrak oleh komunitas seni di Tabanan. Komunitas Maha Rupa Batukaru, antara lain, menunjukkan eksistensi seninya dalam pameran di Santrian Art Gallery, Sanur, Denpasar, 15 September - 31 Oktober 2023. Melalui tajuk 'Pesan dari Barat' para seniman Tabanan ingin menunjukkan keberadaan untuk mewarnai perkembangan seni rupa di Pulau Dewata.
Ada 36 karya lukisan berbagai aliran dan dua karya patung dipamerkan dalam sebulan lebih. Karya-karya yang ditampilkan pun banyak terinspirasi dari kehidupan agraris yang begitu kental dalam tradisi masyarakat Tabanan. Salah satunya, karya seniman Nyoman Wijaya, 52, seniman asal Desa Nyambu, Kecamatan Kediri, Tabanan. Seniman yang dikenal sebagai 'pelukis sapi' ini menceritakan masa kecilnya yang sangat dekat dengan sapi. Sapi menjadi teman bermainnya setelah pulang dari sekolah.
Klaim hegemonik seni rupa Bali tersebut ingin diimbangi bahkan didobrak oleh komunitas seni di Tabanan. Komunitas Maha Rupa Batukaru, antara lain, menunjukkan eksistensi seninya dalam pameran di Santrian Art Gallery, Sanur, Denpasar, 15 September - 31 Oktober 2023. Melalui tajuk 'Pesan dari Barat' para seniman Tabanan ingin menunjukkan keberadaan untuk mewarnai perkembangan seni rupa di Pulau Dewata.
Ada 36 karya lukisan berbagai aliran dan dua karya patung dipamerkan dalam sebulan lebih. Karya-karya yang ditampilkan pun banyak terinspirasi dari kehidupan agraris yang begitu kental dalam tradisi masyarakat Tabanan. Salah satunya, karya seniman Nyoman Wijaya, 52, seniman asal Desa Nyambu, Kecamatan Kediri, Tabanan. Seniman yang dikenal sebagai 'pelukis sapi' ini menceritakan masa kecilnya yang sangat dekat dengan sapi. Sapi menjadi teman bermainnya setelah pulang dari sekolah.
Pada masa Wijaya kecil, sapi selain digunakan untuk membajak sawah, sekaligus sebagai investasi oleh hampir setiap keluarga di Tabanan. Wijaya kecil belajar bertanggung jawab dengan memelihara sapi agar tumbuh besar dan siap dijual.
"Waktu SD saya sudah pelihara sapi. Jadi setiap anak dikasih sapi untuk belajar bertanggung jawab. Saya sepenuhnya harus bertanggung jawab terhadap sapi itu. Pulang sekolah saya menyabit mencari rumput supaya tumbuh menjadi besar dan saat kenaikan kelas bisa dijual bisa untuk kebutuhan sekolah," ujarnya.
Pelukis Made Gunawan, 50, juga merepresentasikan Tabanan yang dikenal sebagai lumbung berasnya Bali. Seniman asal Desa Apuan, Kecamatan Baturiti, Tabanan melukiskan dengan indah padi-padi yang diikat setelah dipanen oleh para petani.
Lukisannya yang berjudul 'Harvest' (panen) menggambarkan keresahannya akan keberadaan lahan pertanian di Tabanan yang semakin hari semakin berkurang. Dia khawatir keindahan sawah-sawah yang membentang hanya tinggal kenangan. Terlebih kebudayaan Tabanan, disebutnya, sangat kental dengan agraris. Masyarakat Tabanan pun akan tercerabut dari akar budaya dan jati diri.
"Tabanan kan terkenal dengan lumbung berasnya padi, sekarang sudah menjadi dilema karena lahan-lahan sudah banyak dialihfungsikan. Apakah tahun depan lagi (berkurang) seperti ini, jangan-jangan hanya tinggal kenangan saja," ujarnya.
Seniman berkacamata ini sekalian mengajak untuk menekan alih fungsi lahan sawah di Tabanan supaya generasi mendatang tidak hanya bisa melihat hamparan sawah membentang lewat karya-karya lukis seperti yang dibuatnya.
Komunitas Maha Rupa Batukaru sendiri terdiri dari puluhan seniman dengan latar belakang beragam. Mereka yakni Wayan Sunadi 'Doel', Nyoman Wijaya, Wayan Santrayana, Kadek Dedy Sumantra Yasa, Nyoman Aptika, Made Gunawan, Ketut 'Boping' Suryadi, Made Astika, Putu Suhartawan, Wayan Suastama, Putu Adi Sweca, Made Kenak DA, Ketut Mastrum, Ketut Suadnyana, Made Wahyu Senayadi, Wayan Naya, Nyoman Ari Winata, I G Nyoman Winartha, Luh Gede Widiya, Wayan Susana, Wayan Sukarma, IG Putu Yogi Jana P, Made Sutarjaya, Komang Kanta, Made Subrata, Ketut Murtayasa, dan Luh Gde Fridayani.
Dalam visi bersamanya Komunitas Maha Rupa Batukaru ingin menciptakan wadah dan kendaraan bagi para seniman untuk bisa bergerak lebih maju dan lebih cepat. Seperti yang disampaikan pelukis Wayan Susana, komunitas Maha Rupa Batukaru menjadi wadah para seniman di Tabanan untuk saling mendukung kiprah berkesenian masing-masing. "Kami percaya di Maha Rupa Batukaru dengan kami berkumpul akan memberikan vibrasi yang baik untuk saling memberi dan mendukung," ujarnya.
Dikatakannya, setiap anggota Komunitas Maha Rupa Batukaru tidak ada yang memiliki pandangan sama dalam berkesenian, namun setiap anggota tetap saling mendukung. Susana mengatakan seni rupa di Tabanan justru menemukan identitasnya dalam keberagaman tersebut. Menurutnya masing-masing seniman di Komunitas Maha Rupa Batu Karu bebas mengekspresikan visi berkesenian. "Di Tabanan saya pikir berbeda. Masing masing pribadi ingin menunjukkan bahwa seniman bisa berkiprah, namun tetap dalam karakter Bali," tambahnya.
Kurator Wayan Seriyoga Parta menyatakan karya yang ditampilkan masing-masing perupa, memiliki kualitas artistik dan capaian personal yang tak diragukan lagi. Karya-karya yang dipamerkan para perupa Maha Rupa Batukaru telah menunjukkan keragaman artistik dan nilai estetik dari representasional (realistik dan figurasi) dan non-representasional (abstrak, abstraksi dan formalistik).
Tema-temanya beragam, sesuai gagasan dan pandangan dunia masing-masing perupa, serta keragaman latar belakang dari akademik dan otodidak (self taught), dapat menjadi potensi yang saling melengkapi, baik secara gagasan dan sensibilitas estetik.
Menurut Seriyoga Parta, perlu adanya kesadaran bersama para eksponen yang telah 'dewasa' secara pengalaman dan perspektif berkesenian, membuat sebuah gerakan yang didasari oleh konsep yang dirumuskan bersama. "Saya rasa masih relevan untuk dewasa ini, sebuah komunitas membangun visi bersama untuk menjangkarkan dan menajamkan potensi-potensi personal yang ada,’’ jelasnya.
Dengan itu, ungkap dia, akan muncul gerakan secara estetik yang menandai kebersamaan dalam komunitas. Mungkin juga dapat menarik potensi-potensi lainnya yang masih enggan untuk bergabung, sekaligus membuka pintu agar komunitas menjadi lebih inklusif tidak terjebak pada eksklusivitas dan subjektivitas. ‘’Saya rasa masih banyak potensi lain yang belum turut bergabung meramaikan komunitas ini. Seperti fotografi, patung, terakota, keramik, dan seni instalasi. Semua potensi tersebut ada di sana atau berdomisili di Tabanan. Sangat sayang jika potensi tersebut tidak dapat bergerak bersama," ujarnya.7cr78
1
Komentar