14 Saksi Kasus Perusakan Resort di Bugbug Diperiksa
DENPASAR, NusaBali - Penyidik Subdit III Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Bali memeriksa 14 orang saksi kasus perusakan dan pembakaran Resort Detiga Neano, Desa Adat Bugbug, Karangasem, Selasa (19/9). Sebenarnya 15 orang yang dipanggil untuk dimintai keterangan, namun satu orang tidak bisa hadir karena berhalangan.
Adapun 14 orang saksi yang hadir untuk memberikan keterangan ke penyidik terdiri dari 2 orang perempuan dan 12 orang laki-laki termasuk salah satunya anak dibawah umur yang masih duduk di bangku SMA. Mereka datang diantar oleh belasan warga lainnya dan didampingi penasehat hukum yang dikomandoi Erwin Siregar.
Sekitar pukul 10.00 Wita para saksi yang dijadwalkan untuk diperiksa menuju ke ruang pemeriksaan didampingi penasehat hukum. Sementara warga yang mengantar menunggu di parkiran Utara GOR Ngurah Rai. "Hari ini sebenarnya 15 orang saksi yang dimintai keterangan oleh penyidik. Satu orang tidak bisa datang karena ada halangan. Ini membuktikan kami warga neraga yang baik dan taat hukum," ungkap Erwin Siregar.
Erwin berharap pihak kepolisian menangani kasus ini tidak melihat satu sudut pandang hukum saja tetapi banyak aspek yang diperhatikan. "Ada baiknya menurut saya jangan diperiksa langsung ditangkap dan ditahan," ungkapnya.
Selain itu dia juga berharap agar pihak kepolisian tidak hanya menuntut kliennya saja, tetapi owner dan kontraktor Resort Detiga Neano juga dituntut agar pengerjaan resort yang ditolak warga itu dihentikan sementara pembangunannya. Tegakkan aturan agar semua pihak mendapatkan suatu keadilan. "Jangan hanya kami saja yang ditutut. Owner dan kontraktor juga bisa dituntut untuk menyelesaikan syarat-syarat untuk pembangunan resort," lanjutnya.
Erwin Siregar juga berharap polisi menangguhkan penahanan 13 orang tersangka yangb telah ditahan sebelumnya. Dirinya mengaku sudah mengajukan permohonan namun hingga kemarin belum ada jawaban dari kepolisian.
"Kami sudah mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Hanya saja sampai saat ini belum ada jawaban. Kami penasehat hukum dan beberapa tokoh memberikan jaminan tidak ada pengulangan persangkaan terhadap pembakaran vila tersebut," pungkasnya.
Sementara Andreas penasehat hukum yang lain mengaku penetapan tersangka terhadap 13 tersangka sebelumnya oleh Polda Bali menyalahi prosedur. Dimana para kliennya itu tidak melalui gelar perkara. Padahal menurut dia Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2014 mensyaratkan itu.
"Perlu diadakan gelar perkara sebelum ditetapkan tersangka. Hal itu sudah diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2014. 13 tersangka sebelumnya tidak melalui gelar perkara. Itu melanggar prosedur. Terkait hal ini akan kita bicarakan lagi dengan klien," ungkap Andreas.
Penasehat hukum lainnya Ida Bagus Putu Agung mengatakan peristiwa pengerusakan yang terjadi di Resort Detiga Neano terjadi secara spontanitas. Tidak ada aktor intelektual atau yang menyuruh. Warga datang ke sana atas kemauan sendiri.
Dia menceritakan sebelum terjadi peristiwa pengerusakan ada rentetan peristiwa sebelumnya. Singkatnya, warga melakukan protes dan menolak pembangunan Resort Detiga Neano yang berada di kawasan suci dan dianggap sakral.
Penolakan itu dilakukan kepada Pemerintah Kabupaten Karangasem dan juga DPRD Karangasem. Diceritakan, warga melakukan demo sebanyak tiga. Dua kali demo sebelumnya warga diterima pemerintah. Bahkan Wakil Bupati Karangasem berjanji untuk menghentikan pembangunan proyek itu.
Sayangnya janji penghentian proyek itu tidak ada realisasinya. Maka warga melakukan demo untuk ketiga kalinya. Sayangnya demo ketiga itu warga tida diterima pemerintah. Kantor DPRD Karangasem dikunci.
"Pada demo yang ketiga itu warga tidak ditemui pemerintah. Warga ke DPRD, di sana kantor DPRD dikunci. Akibatnya aspirasi dari masyarakat tidak tersalurkan. Entah kenapa sebagain dari warga yang datang demo yang ketiga itu datang ke lokasi proyek dan melakukan pengerusakan. Kejadian itu terjadi secara spontanitas. Mungkin akibat kecewa karena tidak ditemui pemerintah saat mereka demo," tuturnya.
Dikonfirmasi terpisah Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan mengatakan jadwal pemeriksaan kemarin adalah 10 orang. Hingga kemarin petang pemeriksaan masih berlangsung dan belum ada hasilnya. "Saat ini para saksi masih diperiksa. Ada 10 orang yang diperiksa hari ini," ungkap Kombes Jansen. 7 pol
Sekitar pukul 10.00 Wita para saksi yang dijadwalkan untuk diperiksa menuju ke ruang pemeriksaan didampingi penasehat hukum. Sementara warga yang mengantar menunggu di parkiran Utara GOR Ngurah Rai. "Hari ini sebenarnya 15 orang saksi yang dimintai keterangan oleh penyidik. Satu orang tidak bisa datang karena ada halangan. Ini membuktikan kami warga neraga yang baik dan taat hukum," ungkap Erwin Siregar.
Erwin berharap pihak kepolisian menangani kasus ini tidak melihat satu sudut pandang hukum saja tetapi banyak aspek yang diperhatikan. "Ada baiknya menurut saya jangan diperiksa langsung ditangkap dan ditahan," ungkapnya.
Selain itu dia juga berharap agar pihak kepolisian tidak hanya menuntut kliennya saja, tetapi owner dan kontraktor Resort Detiga Neano juga dituntut agar pengerjaan resort yang ditolak warga itu dihentikan sementara pembangunannya. Tegakkan aturan agar semua pihak mendapatkan suatu keadilan. "Jangan hanya kami saja yang ditutut. Owner dan kontraktor juga bisa dituntut untuk menyelesaikan syarat-syarat untuk pembangunan resort," lanjutnya.
Erwin Siregar juga berharap polisi menangguhkan penahanan 13 orang tersangka yangb telah ditahan sebelumnya. Dirinya mengaku sudah mengajukan permohonan namun hingga kemarin belum ada jawaban dari kepolisian.
"Kami sudah mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Hanya saja sampai saat ini belum ada jawaban. Kami penasehat hukum dan beberapa tokoh memberikan jaminan tidak ada pengulangan persangkaan terhadap pembakaran vila tersebut," pungkasnya.
Sementara Andreas penasehat hukum yang lain mengaku penetapan tersangka terhadap 13 tersangka sebelumnya oleh Polda Bali menyalahi prosedur. Dimana para kliennya itu tidak melalui gelar perkara. Padahal menurut dia Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2014 mensyaratkan itu.
"Perlu diadakan gelar perkara sebelum ditetapkan tersangka. Hal itu sudah diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2014. 13 tersangka sebelumnya tidak melalui gelar perkara. Itu melanggar prosedur. Terkait hal ini akan kita bicarakan lagi dengan klien," ungkap Andreas.
Penasehat hukum lainnya Ida Bagus Putu Agung mengatakan peristiwa pengerusakan yang terjadi di Resort Detiga Neano terjadi secara spontanitas. Tidak ada aktor intelektual atau yang menyuruh. Warga datang ke sana atas kemauan sendiri.
Dia menceritakan sebelum terjadi peristiwa pengerusakan ada rentetan peristiwa sebelumnya. Singkatnya, warga melakukan protes dan menolak pembangunan Resort Detiga Neano yang berada di kawasan suci dan dianggap sakral.
Penolakan itu dilakukan kepada Pemerintah Kabupaten Karangasem dan juga DPRD Karangasem. Diceritakan, warga melakukan demo sebanyak tiga. Dua kali demo sebelumnya warga diterima pemerintah. Bahkan Wakil Bupati Karangasem berjanji untuk menghentikan pembangunan proyek itu.
Sayangnya janji penghentian proyek itu tidak ada realisasinya. Maka warga melakukan demo untuk ketiga kalinya. Sayangnya demo ketiga itu warga tida diterima pemerintah. Kantor DPRD Karangasem dikunci.
"Pada demo yang ketiga itu warga tidak ditemui pemerintah. Warga ke DPRD, di sana kantor DPRD dikunci. Akibatnya aspirasi dari masyarakat tidak tersalurkan. Entah kenapa sebagain dari warga yang datang demo yang ketiga itu datang ke lokasi proyek dan melakukan pengerusakan. Kejadian itu terjadi secara spontanitas. Mungkin akibat kecewa karena tidak ditemui pemerintah saat mereka demo," tuturnya.
Dikonfirmasi terpisah Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan mengatakan jadwal pemeriksaan kemarin adalah 10 orang. Hingga kemarin petang pemeriksaan masih berlangsung dan belum ada hasilnya. "Saat ini para saksi masih diperiksa. Ada 10 orang yang diperiksa hari ini," ungkap Kombes Jansen. 7 pol
1
Komentar