Gebyog Jepara-Bali Jadi Primadona
Alternatif Harga dan Kebutuhan
TABANAN, NusaBali - Gebyog Jepara-Bali menjadi tren arsitektur akulturasi seni ukir Bali dan Jepara. Selain menggoda dari segi harga, gebyog jenis ini dinilai bisa mengakomodasi aspek finansial dan kebutuhan konsumen dalam mempercantik rumah.
Gebyog Jepara-Bali lambat laun bisa menjadi jenis gebyog tersendiri. Sebab, bentuk ukiran gebyog ini dinilai tidak terlalu mengikuti seni ukir kedua daerah meskipun masih cukup condong ke ukiran Jawa.
Gebyog Jepara-Bali ini cukup bisa ditemukan di mana-mana namun tidak banyak yang tahu istilah gebyog ini. Dedix Suryana, 28, adalah salah satu yang memperkenalkan keberadaan gebyog ini di tempat usaha ukirnya, Adi Guna, Jalan Alas Kedaton, Banjar Denuma, Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan.
Dedix menjelaskan, dua aspek perbedaan gebyog Jepara-Bali dengan gebyog induknya adalah gaya ukiran dan komponennya. Ukiran pada gebyog ini cenderung mengikuti motif batik namun masih berbeda dari ukiran Jepara. Kalau di Bali memakai nyalcal, ukiran gebyog ini masih pakai teknik Jepara dengan papan yang dilubangi kemudian ditempel.
Selain itu, gebyog ini memiliki kemendung atau disebut juga gayor. Bagian menonjol atau timbul yang terletak di atas pintu gebyog. Komponen ini merupakan pengaruh dari gebyog Bali. Sebab, gebyog Jepara tidak memiliki komponen yang khas semacam ini.
"Gebyog ini jadi alternatif konsumen karena harganya di antara gebyog Bali dan gebyog Jepara. Tapi, konsumen yang memilih gebyog ini tidak melulu soal harganya itu," jelas Dedix ketika dijumpai di tempat usahanya, Senin (18/9) sore.
Kata Dedix, selama ini gebyog Bali dikenal mahal. Harganya bisa tiga kali lipat daripada harga gebyog Jepara dengan ukuran yang sama. Namun, mahalnya gebyog Bali sangat beralasan yakni kualitas kayu yang memakai kayu jati murni dan kerumitan ukirannya.
Gebyog Jepara dengan ukuran standar 2 × 2 meter misalnya, dibanderol Rp 6,5 juta. Gebyog Bali dengan ukuran yang sama bisa bernilai sekitar Rp 20 juta. Namun, gebyog Jepara-Bali menawarkan harga Rp 8,5 juta saja.
"Bukan berarti gebyog Bali itu untuk kalangan atas dan gebyog Jepara itu untuk menengah ke bawah. Bisa saja punya modal yang cukup untuk beli gebyog Bali tapi kalau begitu cuma dapat gebyog. Kalau beli yang Jepara-Bali masih tersisa untuk beli lain-lain misalnya," tegas Dedix.
Dedix sudah menawarkan gebyog Jepara-Bali ini sejak tahun 2017 silam. Sedangkan usahanya sudah dimulai pada tahun 2015 yang saat itu hanya berkutat pada ukiran Bali dan Jepara. Dengan menyeimbangkan idealisme dan motivasi bisnis, ia akhirnya menambah gebyog Jepara-Bali.
Pria asal Desa Kukuh ini memperkirakan, awal mula adanya gebyog Jepara-Bali karena tren gebyog Jepara yang sempat populer kala itu dikarenakan harga jualnya. Kemudian, orang Bali mulai memesan gebyog ke Jepara dengan desain sendiri yang dipengaruhi gebyog Bali.
Desain itu diinterpretasikan oleh perajin Jepara menjadi gaya gebyog yang dinamai gebyog Jepara-Bali. Kini, gebyog ini penjualannya menjanjikan di workshop Guna Adi. Konsumennya pun didominasi pasar lokal selain pasar Sumatera dan Sulawesi.
"Sejak 2017, di antara tiga jenis gebyog yang saya jual, memang gebyog Jepara-Bali ini yang paling laris. Walaupun masih kalah dari gebyog Jepara. Perbadingan penjualan gebyog Bali, Jepara-Bali, Jepara itu 1 banding 8, banding 10," ungkap Dedix.
Hal yang sama juga disampaikan Anggik Regista, 29, dari usaha ukir kayu Agus Nadi di Jalan Alas Kedaton, Banjar Pekandelan, Desa Peken Belayu, Kecamatan Marga, Tabanan. Kata Anggik, gebyog Jepara-Bali ini memang jadi primadona lantaran harga yang bersaing.
Meski begitu, Anggik mengingatkan bahwa gebyog ini untuk daya tahan masih kalah dengan gebyog Bali. Sebab, ada permainan pada bahan kayunya. Gebyog Bali bisa tahan puluhan tahun, gebyog ini bisa belasan tahun saja tergantung kejujuran bahannya.
"Kalau gebyog Bali itu kan pakai kayu kualitas super. Kalau gebyog-gebyog begini pakai bahan kualitas nomor dua atau tiga mungkin," beber Anggik ketika dijumpai di tempat usahanya.
Sejauh ini, gebyog Jepara-Bali ini masih didatangkan dari Jepara, Jawa Tengah. Gebyog yang didatangkan dari Pulau Jawa masih berupa komponen-komponen yang nantinya dirakit di Bali.
Terlepas dari plus dan minusnya. Keberadaan gebyog Jepara-Bali ini mampu memberikan alternatif bagi konsumen yang mungkin awalnya datang-datang hanya punya pilihan gebyog Bali. Baik Dedix dan Anggik meyakini konsumen itu ada segmentasinya.
Kalau mereka datang ke kawasan Kukuh-Belayu ini, yang dicari adalah keramahan harga. Berbeda dengan yang mencari nilai seni terlepas dari harganya, mereka dipastikan akan mencari gebyog ke daerah Gianyar. *ol1
Komentar