Pemilik Tanah Tantang ‘Ariel’ Tunjukkan Akta Jual Beli
Dugaan Penyegelan Kantor LABHI Bali di Jalan Badak Agung, Denpasar
DENPASAR, NusaBali - Pengelola Kawasan Badak Agung, Inti dan Putra Raja IX Denpasar, Anak Agung Ngurah Mayun Wiraningrat, SE menanggapi kedatangan sekelompok pengacara yang tergabung dalam Peradi SAI ke Polresta Denpasar pada Selasa (19/9) lalu.
Kedatangan puluhan pengacara ini untuk memberi dukungan Made ‘Ariel’ Suardana, terkait kasus dugaan penyegelan Kantor Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI) Bali di Jalan Badak Agung Utara, Blok C, Denpasar yang ditangani Polresta Denpasar.
"Para kuasa hukum membaca gak, perjanjian yang dibuat Ariel. Apakah perjanjian berimbang gak. Perjanjian yang dibuat Ariel itu kan hanya untuk kepentingan dia," tanggap Inti di kantor Badak Agung, Rabu (20/9).
Inti mengatakan pihaknya tidak membantah perjanjian yang telah dibuat antara Ariel dan Raja Denpasar IX (alm). "Kalau Ariel merasa tanah itu miliknya tunjukkan ada akte jual beli apa tidak?. Ada sertifikat enggak. Jangan hanya modal perjanjian kerja saja. Sementara Ariel sendiri tidak pernah kerja. Masalahnya dia tidak pernah kerja dan tidak komunikasi," tegas Inti.
Menurut Inti, dalam perjanjian antara almarhum raja dan Suardana ada tercantum, setelah ditanda tangani perjanjian tersebut akan dilanutkan dengan penandatanganan jual beli. "Nah kenyataan sampai beliau almarhum Suardana tidak pernah berani meminta perjanjian jual beli tersebut. Silahkan para kuasa hukum dan ahli berpikir sendiri. Dan tanya ke Suardana kenapa," tegas Inti.
"Jangan berkoar koar soal penutupan. Yang kami tutup tanah kami, bukan bangunan kantor yang kami tutup. Dan Kantor LABHI juga belum pernah buka di Badak. Hanya ada plang nama saja. Pintu gerbang juga gak ada. Pidananya dimana," tanya Inti. "Justru yang preman siapa. Bikin perjanjian tidak follow up dan tidak pernah komunikasi lalu ngaku lahan itu miliknya," sesal Inti lagi.
Ia menambahkan sesuai peraturan agraria dan aturan yang berlaku bukti kepemilikan tanah yang sah adalah sertifikat atau setidaknya ada perjanjian jual beli bukan perjanjian kerja. "Itu baru sah menjadi hak milik. Tidak bisa bermodalkan perjanjian kerja lalu klaim hak milik.
Kalau begini cara kerja, apa bedanya dengan mafia tanah. Apalagi tidak kerja sesuai perjanjian. Orang hukum pasti paham dan mengerti soal prosedur ini yang berkaitan kepemilikan lahan," tandas Inti.
Soal mengerahkan preman, Anak Agung Ngurah Mayun Wiraningrat membantah.
"Saya gak ngerti dibilang kerahkan preman. Orang sering keluar masuk ke Badak Agung masa gak tahu kalau itu satpam yang jaga di Badak Agung," kata Turah Mayun sapaanya.
Terkait ada yang bawah gergaji, linggis dan kayu, itu tukang yang kerja. Termasuk tukangnya Ariel yang bekerja. "Yang ditutup bukan bangunan, tapi tanahnya. Karena tanah itu milik kami. Entah itu berupa jalan atau apa," kata Turah Mayun.
Sebagai itikad baik, Turah Mayun telah menyerahkan barang bukti mobil ferosa kepada penyidik Polresta. "Ini itikad baik kami untuk mendukung kerja polisi dan memperlancar proses hukum yang sedang bergulir di Polresta Denpasar," kata Turah Mayun.
Pihaknya yakin dan percaya polisi bekerja mandiri, profesional dan tanpa tekanan. ”Kerja polisi itu mandiri dan profesional, justru menjadi tanda tanya jika diintervensi dari luar. Polisi mengatensi dan menegakan semua kasus secara profesional termasuk kasus di Badak Agung," ujarnya.
Menurutnya, polisi tidak mungkin tergesa-gesa sehingga tak terjebak penggiringan opini. "Dan kami yakin dengan kerja penyidik dalam menangani kasus ini," tandasnya.
Inti menambahkan, Jangan sampai institusi kepolisian yang kita hormati imendapat tekanan dari pihak lain. "Kita mau kasus ini menjadi benderang berdasarkan fakta berimbang, bukan semata asumsi dan opini," kata Inti.
Seperti diketahui, kantor Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI)-Bali yang baru sebulan diresmikan di Jalan Badak Agung Utara, Blok C, Renon, Denpasar disegel sejumlah preman dari pihak yang mengaku sebagai pemilik tanah. Tak terima, Ketua LABHI Bali, I Made Suardana melaporkan kasus ini ke Polresta Denpasar.7 rez
"Para kuasa hukum membaca gak, perjanjian yang dibuat Ariel. Apakah perjanjian berimbang gak. Perjanjian yang dibuat Ariel itu kan hanya untuk kepentingan dia," tanggap Inti di kantor Badak Agung, Rabu (20/9).
Inti mengatakan pihaknya tidak membantah perjanjian yang telah dibuat antara Ariel dan Raja Denpasar IX (alm). "Kalau Ariel merasa tanah itu miliknya tunjukkan ada akte jual beli apa tidak?. Ada sertifikat enggak. Jangan hanya modal perjanjian kerja saja. Sementara Ariel sendiri tidak pernah kerja. Masalahnya dia tidak pernah kerja dan tidak komunikasi," tegas Inti.
Menurut Inti, dalam perjanjian antara almarhum raja dan Suardana ada tercantum, setelah ditanda tangani perjanjian tersebut akan dilanutkan dengan penandatanganan jual beli. "Nah kenyataan sampai beliau almarhum Suardana tidak pernah berani meminta perjanjian jual beli tersebut. Silahkan para kuasa hukum dan ahli berpikir sendiri. Dan tanya ke Suardana kenapa," tegas Inti.
"Jangan berkoar koar soal penutupan. Yang kami tutup tanah kami, bukan bangunan kantor yang kami tutup. Dan Kantor LABHI juga belum pernah buka di Badak. Hanya ada plang nama saja. Pintu gerbang juga gak ada. Pidananya dimana," tanya Inti. "Justru yang preman siapa. Bikin perjanjian tidak follow up dan tidak pernah komunikasi lalu ngaku lahan itu miliknya," sesal Inti lagi.
Ia menambahkan sesuai peraturan agraria dan aturan yang berlaku bukti kepemilikan tanah yang sah adalah sertifikat atau setidaknya ada perjanjian jual beli bukan perjanjian kerja. "Itu baru sah menjadi hak milik. Tidak bisa bermodalkan perjanjian kerja lalu klaim hak milik.
Kalau begini cara kerja, apa bedanya dengan mafia tanah. Apalagi tidak kerja sesuai perjanjian. Orang hukum pasti paham dan mengerti soal prosedur ini yang berkaitan kepemilikan lahan," tandas Inti.
Soal mengerahkan preman, Anak Agung Ngurah Mayun Wiraningrat membantah.
"Saya gak ngerti dibilang kerahkan preman. Orang sering keluar masuk ke Badak Agung masa gak tahu kalau itu satpam yang jaga di Badak Agung," kata Turah Mayun sapaanya.
Terkait ada yang bawah gergaji, linggis dan kayu, itu tukang yang kerja. Termasuk tukangnya Ariel yang bekerja. "Yang ditutup bukan bangunan, tapi tanahnya. Karena tanah itu milik kami. Entah itu berupa jalan atau apa," kata Turah Mayun.
Sebagai itikad baik, Turah Mayun telah menyerahkan barang bukti mobil ferosa kepada penyidik Polresta. "Ini itikad baik kami untuk mendukung kerja polisi dan memperlancar proses hukum yang sedang bergulir di Polresta Denpasar," kata Turah Mayun.
Pihaknya yakin dan percaya polisi bekerja mandiri, profesional dan tanpa tekanan. ”Kerja polisi itu mandiri dan profesional, justru menjadi tanda tanya jika diintervensi dari luar. Polisi mengatensi dan menegakan semua kasus secara profesional termasuk kasus di Badak Agung," ujarnya.
Menurutnya, polisi tidak mungkin tergesa-gesa sehingga tak terjebak penggiringan opini. "Dan kami yakin dengan kerja penyidik dalam menangani kasus ini," tandasnya.
Inti menambahkan, Jangan sampai institusi kepolisian yang kita hormati imendapat tekanan dari pihak lain. "Kita mau kasus ini menjadi benderang berdasarkan fakta berimbang, bukan semata asumsi dan opini," kata Inti.
Seperti diketahui, kantor Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI)-Bali yang baru sebulan diresmikan di Jalan Badak Agung Utara, Blok C, Renon, Denpasar disegel sejumlah preman dari pihak yang mengaku sebagai pemilik tanah. Tak terima, Ketua LABHI Bali, I Made Suardana melaporkan kasus ini ke Polresta Denpasar.7 rez
1
Komentar