KSP Moeldoko: Komunikasi Jadi Solusi Konflik Agraria
Himpun Persoalan Agraria, KPA Gelar Konferensi Tenurial
DENPASAR, NusaBali - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menggelar konferensi tenurial (kepemilikan lahan) untuk regional Bali dan Nusa Tenggara di Denpasar, Jumat (22/9). Pertemuan ini diharapkan mampu menghimpun persoalan agraria yang ada di masing-masing wilayah.
Konferensi dilakukan secara hybrid, diikuti ratusan perwakilan masyarakat adat dan lembaga terkait tenurial (koalisi tenurial) yang ada di Bali, NTB, dan NTT.
Koordinator KPA Wilayah Bali Ni Made Indrawati menyampaikan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) mewajibkan negara untuk mengatur kepemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, sehingga semua tanah di seluruh wilayah kedaulatan Republik Indonesia untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Sayang dalam praktiknya pemerintah lebih gemar memfasilitasi eksploitasi dan ekspansi penguasaan tanah untuk pengusaha. Salah satu permasalahan yang terjadi saat ini menurut Indrawati adalah konflik agraria yang terjadi di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.
“Dampaknya sudah dapat diperkirakan, yakni konflik agraria dan kerusakan lingkungan yang tidak terkendali. Ditambah kini, proses perampasan tanah semakin mudah dan terlindungi hukum melalui pengesahan Undang-undang Cipta Kerja,” ujar Indrawati di sela konferensi.
Indrawati menjelaskan, hasil konferensi di tingkat regional ini akan dibawa ke konferensi nasional KPA yang akan diselenggarakan pada Oktober mendatang. Konferensi Tenurial 2023 sendiri merupakan kesinambungan dari dua konferensi sebelumnya yang dilakukan pada 2011 di Lombok dan 2017 di Jakarta.
Kesinambungan ini penting terutama untuk merefleksikan bagaimana kondisi, masalah, dan capaian perjuangan reformasi agraria dan pengelolaan sumber daya alam sekaligus menyusun rekomendasi perbaikan kebijakan untuk pemerintahan berikutnya.
“Kita akan menyampaikan ini ke calon presiden, sehingga mengetahui lebih awal bagaimana pejabat tinggi kita ke depan memperhatikan ke bawah (masyarakat),” jelas Indrawati.
Perwakilan koalisi tenurial Asti Noor menambahkan konferensi kali ini yang bertajuk ‘Mewujudkan Keadilan Sosial Ekolog Melalui Pembaruan Agraria Pengelolaan Sumberdaya Alam’, diharapkan dapat meluruskan dan mengoreksi paradigma, kebijakan, praktik reformasi agraria, dan pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan pemerintah selama ini.
Pemerintah sendiri tampaknya berusaha melihat konflik agraria, seperti yang terjadi di Pulau Rempang, dari sisi komunikasi. Konflik agraria yang terjadi dapat diselesaikan dengan komunikasi yang lebih efektif antara masyarakat dan pengusaha/pemerintah.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko ketika meninjau Pelabuhan Sanur Denpasar, Jumat (22/9), mengatakan upaya komunikasi yang lebih intensif akan dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan agraria termasuk di Pulau Rempang.
“Kalau urusan komunikasi kita sering mengatakan mudah. Tapi praktik di lapangan tidak seperti itu. KSP berusaha memahami situasi dan kita mencoba dari pendekatan non judicialnya, ada pihak-pihak yang bisa kita komunikasikan,” ujar Moeldoko. 7 cr78
Koordinator KPA Wilayah Bali Ni Made Indrawati menyampaikan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) mewajibkan negara untuk mengatur kepemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, sehingga semua tanah di seluruh wilayah kedaulatan Republik Indonesia untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Sayang dalam praktiknya pemerintah lebih gemar memfasilitasi eksploitasi dan ekspansi penguasaan tanah untuk pengusaha. Salah satu permasalahan yang terjadi saat ini menurut Indrawati adalah konflik agraria yang terjadi di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.
“Dampaknya sudah dapat diperkirakan, yakni konflik agraria dan kerusakan lingkungan yang tidak terkendali. Ditambah kini, proses perampasan tanah semakin mudah dan terlindungi hukum melalui pengesahan Undang-undang Cipta Kerja,” ujar Indrawati di sela konferensi.
Indrawati menjelaskan, hasil konferensi di tingkat regional ini akan dibawa ke konferensi nasional KPA yang akan diselenggarakan pada Oktober mendatang. Konferensi Tenurial 2023 sendiri merupakan kesinambungan dari dua konferensi sebelumnya yang dilakukan pada 2011 di Lombok dan 2017 di Jakarta.
Kesinambungan ini penting terutama untuk merefleksikan bagaimana kondisi, masalah, dan capaian perjuangan reformasi agraria dan pengelolaan sumber daya alam sekaligus menyusun rekomendasi perbaikan kebijakan untuk pemerintahan berikutnya.
“Kita akan menyampaikan ini ke calon presiden, sehingga mengetahui lebih awal bagaimana pejabat tinggi kita ke depan memperhatikan ke bawah (masyarakat),” jelas Indrawati.
Perwakilan koalisi tenurial Asti Noor menambahkan konferensi kali ini yang bertajuk ‘Mewujudkan Keadilan Sosial Ekolog Melalui Pembaruan Agraria Pengelolaan Sumberdaya Alam’, diharapkan dapat meluruskan dan mengoreksi paradigma, kebijakan, praktik reformasi agraria, dan pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan pemerintah selama ini.
Pemerintah sendiri tampaknya berusaha melihat konflik agraria, seperti yang terjadi di Pulau Rempang, dari sisi komunikasi. Konflik agraria yang terjadi dapat diselesaikan dengan komunikasi yang lebih efektif antara masyarakat dan pengusaha/pemerintah.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko ketika meninjau Pelabuhan Sanur Denpasar, Jumat (22/9), mengatakan upaya komunikasi yang lebih intensif akan dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan agraria termasuk di Pulau Rempang.
“Kalau urusan komunikasi kita sering mengatakan mudah. Tapi praktik di lapangan tidak seperti itu. KSP berusaha memahami situasi dan kita mencoba dari pendekatan non judicialnya, ada pihak-pihak yang bisa kita komunikasikan,” ujar Moeldoko. 7 cr78
Komentar