BPS Bali: Datanya Belum Nol Murni
Soal Kemiskinan Ekstrem
DENPASAR, NusaBali - Penjabat (Pj) Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya menjadikan kemiskinan ekstrem sebagai prioritas untuk dientaskan di masa kepemimpinannya.
Dia pun mengajak berbagai komponen masyarakat di Bali untuk ‘Ngerombo’ (gotong royong) menuntaskan kemiskinan ekstrem. Seperti apa sebenarnya data kemiskinan ekstrem di Bali. Kepala Badan Pusat Statistis (BPS) Provinsi Bali, Endang Retno Sri Subiyandani mengatakan angka kemiskinan ekstrem di Bali sebanyak 0,54 persen dari total jumlah penduduk.
“Ini paling rendah secara nasional,” ujar Kepala BPS Provinsi Bali, Endang Retno Sri Subiyandani di sela-sela apel Peringatan Hari Statistik Nasional Tahun 2023 di Kantor BPS Provinsi Bali, Jalan Raya Puputan, Niti Mandala, Denpasar, Selasa (26/9). Menurutnya, secara nasional kemiskinan di Bali secara nasional yang terendah, yakni Bali 4,25 persen, termasuk kemiskinan ekstrem hanya 0,54 persen di dalamnya.
“Ini paling rendah secara nasional,” ujar Kepala BPS Provinsi Bali, Endang Retno Sri Subiyandani di sela-sela apel Peringatan Hari Statistik Nasional Tahun 2023 di Kantor BPS Provinsi Bali, Jalan Raya Puputan, Niti Mandala, Denpasar, Selasa (26/9). Menurutnya, secara nasional kemiskinan di Bali secara nasional yang terendah, yakni Bali 4,25 persen, termasuk kemiskinan ekstrem hanya 0,54 persen di dalamnya.
Foto: Peringatan Apel Peringatan Hari Statistik Nasional (HSN) di BPS Provinsi Bali, Senin (26/9). -NATA
“Secara angka 0,54 persen itu pembulatannya sudah nol. Tetapi bukan nol murni. Artinya masih ada penduduk di Bali yang berada di level kemiskinan ekstrem itu,” ujarnya menjawab media usai menjadi pembina upacara HSN. Menurut Endang, data angka kemiskinan 0,54 persen itu sudah disampaikan kepada Pemprov Bali. “Nanti kita akan melihat dari data RESOSEK (Registrasi Sosial Ekonomi). Siapa-siapa orangnya,” katanya tentang kemiskinan ekstrem tersebut. Demikian juga sebarannya di mana saja, juga ada di RESOSEK. BPS tidak bisa mengeluarkan data individu, karena data BPS merupakan data makro dari SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional).
Untuk mengarah ke jumlah dan sebarannya menurutnya ada pada data RESOSEK sudah diberikan BPS kepada Bappenas. “BPS tidak pegang lagi data (Registrasi Sosiali Ekonomi) karena sudah diberikan kepada Bappenas,” jelasnya. BPS baru akan mengeluarkannya bulan depan. “Sekarang masih dalam tahap proses,” ujarnya.
Menyangkut sensus data, Endang Sri Subiyandani menegaskan BPS selalu mempersiapkan petugas dengan pelatihan. Dikatakan semua dipersiapkan lebih dulu. “BPS tidak pernah ‘melepas’(tanpa pelatihan) petugas,” tandasnya. Kemudian pengawasan. Selanjutnya ada Koordinator Statistik Kecamatan. “Dan kita melakukan evaluasi terus menerus,” ucapnya. Seperti Sensus Pertanian, di lapangan sudah selesai. Sekarang ini sedang proses pengolahan. Dalam proses pengolahan itu BPS mengeluarkan tabel-tabel anomali. “Misalnya ‘kok rumah tinggi ini. ada yang tidak sesuai…Tidak pas'. Tabelnya itu dikembalikan kepada petugas, dicek kembali untuk memastikannya,” ungkap Endang.
Sementara dilansir dari laman Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Selasa (21/2/2023), kemiskinan ekstrem merupakan kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan akses informasi terhadap pendapatan dan layanan sosial.
Seseorang dikategorikan miskin ekstrem jika biaya kebutuhan hidup sehari-harinya berada di bawah garis kemiskinan esktrem atau setara dengan USD 1,9 Purchasing Power Parity (PPP). PPP ditentukan menggunakan absolute poverty measure yang konsisten antar negara dan antar waktu.
Di sisi lain, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021, seseorang dikategorikan miskin ekstrem jika pengeluarannya di bawah Rp 10.739/orang/hari atau Rp 322.170/orang/bulan, sehingga misalnya dalam 1 keluarga terdiri dari 4 orang (ayah, ibu, dan 2 anak), memiliki kemampuan untuk memenuhi pengeluarannya setara atau di bawah Rp 1.288.680 per keluarga per bulan.
Sebagai informasi berdasarkan data BPS, kemiskinan ekstrem ada di 212 kabupaten dan kota yang menjadi prioritas pemerintah 2022. Pada 2021 tingkat kemiskinan ekstrem pada Maret sebesar 3,61 persen, kemudian menurun menjadi 2,76 persen di Maret 2022. Apa beda kemiskinan ekstrem dengan miskin biasa? Perbedaannya dapat dilihat dari sisi pengeluaran, untuk kemiskinan ekstrem yaitu seseorang yang kebutuhan atau pengeluaran sehari-harinya hanya Rp 10.739 per hari dan hanya Rp 322.170 per bulan. Sementara, miskin biasa pengeluarannya Rp 15.750 per hari dan Rp. 472.525 per bulan. Artinya, penduduk miskin ekstrem masih masuk kategori dari penduduk miskin, karena mereka hidup di bawah garis kemiskinan nasional.
Penentuan garis kemiskinan ekstrem disepakati oleh negara yang tergabung di PBB dan pengukurannya dilakukan oleh Bank Dunia. Di Indonesia garis kemiskinan ekstrem ditetapkan oleh BPS. Adapun Kemenko PMK menyampaikan terkait strategi yang dipersiapkan Pemerintah untuk mencapai target Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (PPKE). Di antaranya, pertama, pengurangan beban pengeluaran masyarakat melalui pemberian bantuan sosial, jaminan sosial dan subsidi yaitu kelompok program/kegiatan. Kedua, peningkatan pendapatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat. Ketiga, penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan melalui pembangunan infrastruktur pelayanan dasar. 7 k17
1
Komentar