Napas Sastra Penggerak Budaya Antarzaman
Festival ini sebagai sebuah jembatan penghubung untuk menghidupkan ingatan soal kehidupan di masa lalu sebagai sebuah cermin refleksi di masa kini.
SINGARAJA, NusaBali
Yayasan Mahima Indonesia menggagas Singaraja Literary Festival, 29 September - 1 Oktober 2023, di kawasan Gedong Kirtya Buleleng. Festival yang digelar pertama kali ini bertujuan untuk menghidupkan, mendiskusikan, mementaskan, dan mengalih wahanakan kembali legacy sastra dan intelektualisme masa lalu yang dimiliki Singaraja.
Sekitar 30 program di dalam festival terdiri dari lomba, workshop, kuliah umum, diskusi public, bedah buku, pameran, akustik musik, teater dan tari, serta pertunjukan naratif dalang dan kolaborasi lintas komunitas.
Singaraja Literary Festival (SLF) dibuka oleh Penjabat (Pj) Bupati Buleleng yang diwakili oleh Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng Gede Dody Sukma Oktiva Askara, Halaman Gedung Sasana Budaya, Jumat (29/9) malam.
Yayasan Mahima Indonesia menggagas Singaraja Literary Festival, 29 September - 1 Oktober 2023, di kawasan Gedong Kirtya Buleleng. Festival yang digelar pertama kali ini bertujuan untuk menghidupkan, mendiskusikan, mementaskan, dan mengalih wahanakan kembali legacy sastra dan intelektualisme masa lalu yang dimiliki Singaraja.
Sekitar 30 program di dalam festival terdiri dari lomba, workshop, kuliah umum, diskusi public, bedah buku, pameran, akustik musik, teater dan tari, serta pertunjukan naratif dalang dan kolaborasi lintas komunitas.
Singaraja Literary Festival (SLF) dibuka oleh Penjabat (Pj) Bupati Buleleng yang diwakili oleh Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng Gede Dody Sukma Oktiva Askara, Halaman Gedung Sasana Budaya, Jumat (29/9) malam.
Mengambil tema 'Gedong Kirtya sebagai Pusat Intelektualisme Bangsa', festival ini memiliki visi mengajak pendidik, peneliti, mahasiswa, dan pelajar untuk mengapresiasi dan mengaktivasi wawasan kesusastraan dalam berbagai bentuk alih wahana karya yang bersumber dari lontar di Gedong Kirtya. Upaya ini juga selaras dengan aktivasi ruang publik Gedong Kirtya dan kawasannya sehingga dapat diakses oleh siapapun yang ingin hadir dan menyaksikan festival.
Menurut Kadek Sonia Piscayanti, selaku festival founder SLF, festival ini mengambil napas sastra karena baginya itulah penggerak kebudayaan di masa lampau yang menggerakkan masa kini dan nanti. Festival ini sebagai sebuah jembatan penghubung untuk menghidupkan ingatan soal kehidupan di masa lalu sebagai sebuah cermin refleksi di masa kini.
“Kami ingin mengalih-wahanakan pemikiran di masa lalu yang tersimpan dalam manuskrip-manuskrip di Gedong Kirtya, perpustakaan manuskrip lontar di Bali dan mungkin di Indonesia, ke dalam bentuk media baru seperti teks pertunjukan, teater, film, dan karya sastra seperti novel, cerpen, maupun puisi,” jelas Sonia, dalam sambutannya.
Kepala Dinas Pariwisata Gede Dody Sukma Oktiva Askara menyampaikan Pemerintah Kabupaten Buleleng sangat mengapresiasi terselenggaranya SLF, dan pihaknya juga berharap bahwa festival ini harus terus berlanjut. Sebab, baginya, festival ini dinilai memberi dampak kepada branding Kabupaten Buleleng yang positif.
"Semoga, dengan adanya festival seperti ini, dan Singaraja sebagai kota pendidikan, dapat terus melahirkan gagasan-gagasan baru, besar, seperti yang dilakukan oleh orang-orang tua kita dulu. Dan tentu dapat memberikan multiplier effect kepada masyarakat Bali khususnya dan Indonesia umumnya. Tentu juga diharapkan dapat berdampak bagi dunia sastra dan dunia kreatif berbasis sastra di Kota Singaraja,” ujar Gede Dody.
Seusai dibuka, acara pembukaan Singaraja Literary Festival dilanjutkan dengan pertunjukan dramatic reading 'Mlancaran ka Sasak' dan musik selonding dari mahasiswa STAHN Mpu Kuturan Singaraja serta pementasan wayang oleh Putu Ardiyasa, dalang dan akademisi STAHN Mpu Kuturan Singaraja dan ditutup dengan pementasan 'Siap Selem' oleh kolaborasi siswa SD Negeri 3 Singaraja.
Sebelumnya pada hari pertama festival telah berlangsung lomba membaca puisi tingkat SD yang berlangsung di Gedung Sasana Budaya, Buleleng. Lomba ini bertujuan untuk mengembangkan keterampilan berbicara, kemampuan interpretasi puisi, dan kepercayaan diri anak-anak ini menarik perhatian banyak pihak. Para peserta menampilkan puisi-puisi pilihan mereka dengan penuh semangat di hadapan dewan juri dan penonton yang hadir. Sonia Piscayanti mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan meningkatkan kepedulian masyarakat Buleleng terhadap sastra.
"Tujuannya adalah meningkatkan kepedulian masyarakat Buleleng terhadap sastra, karena kita temanya adalah mengangkat kesusastraan, Singaraja di masa lalu adalah pusat intelektualisme bangsa, melalui kegiatan sastra ini bertujuan untuk meningkatkan kembali kekuatan Buleleng sebagai pusat sastra," ungkapnya.
Pembina peserta SD Negeri 4 Bebetin, Ketut Trisnayanti, 25, memberikan dukungan penuh kepada peserta, serta membantu mereka dalam memahami makna puisi, intonasi yang tepat, serta ekspresi wajah yang sesuai dengan isi puisi yang dibacakan.
"Kegiatan pembimbingannya itu menghafal terlebih dulu, setelah itu kami arahkan untuk menguasai teks, mereka diberikan gaya tubuh agar sesuai dengan teksnya. Sekolah kami sangat mendukung kegiatan ini karena kebetulan sekolah kami sekolah penggerak," ujarnya.
Kegiatan semacam ini diharapkan dapat terus digelar untuk mendukung perkembangan literasi di kalangan anak-anak. Minat baca yang dibangun sejak dini akan menjadi landasan yang kuat bagi perkembangan akademis dan pribadi mereka di masa depan.
Hari pertama festival juga menggelar workshop menulis kreatif (guru) di Museum Buleleng. Salah satu penggagas SLF sekaligus pemateri workshop, Made Adnyana Ole mengungkapkan kegiatan penulisan kreatif ini merupakan hal yang penting untuk dipelajari oleh tenaga pendidik.
"Selama ini kan mereka banyak guru-guru yang berputar sama penulisan karya ilmiah tapi penulisan kreatif belum banyak orang ketahui padahal sekarang dunia memerlukan karya-karya tulis kreatif biar orang-orang awam itu tahu banyak hal tentang ilmu pengetahuan. Penulisan kreatif bisa dikenalkan ke sekolah karena anak-anak itu diajarkan bercerita tentang mendeskripsikan dirinya dan perasaan," paparnya.
Irhas, Mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha, selaku peserta kegiatan workshop menyampaikan bahwa dengan mengikuti kegiatan ini, ia mendapatkan pelajaran baru khususnya mengenai cara menulis kreatif.
"Saya mengikuti kegiatan Singaraja Literary Festival ini tujuannya untuk menyelesaikan kegiatan Kuliah Studi Lapangan (KSL), tentunya kesan yang saya dapatkan dalam kegiatan ini kita mendapatkan hal baru dari bentuk penulisan kreatif dan merupakan ilmu baru juga bagi saya, terlebih saya adalah mahasiswa jurusan bahasa Indonesia. Dalam penulisan itu kita mendapatkan hal-hal di sekitar kita yang dapat kita aplikasikan dalam bentuk tulisan " ungkapnya.
Program ini diharapkan akan membantu menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih kreatif dan memungkinkan siswa untuk mengungkapkan diri mereka dengan lebih baik melalui tulisan mereka. Ini adalah langkah menuju meningkatnya pemahaman sastra dan penulisan kreatif yang dapat membawa dampak positif pada pendidikan di daerah ini.7cr78
Komentar