Megawati Soroti Tanah Pertanian di Bali
Terancam Habis, Urip Dorong Breakdown dengan Perda
Urip memaparkan, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia telah memberikan warning suatu saat nanti dunia akan kesulitan pangan
JAKARTA, NusaBali
Dalam penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDI Perjuangan (PDIP) yang berlangsung, Minggu (1/10) di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri soroti lahan subur yang dikonversi untuk kepentingan pariwisata di Bali. Megawati mengingatkan kondisi ini akan membuat rakyat Bali tidak punya apa-apa. Megawati pun, memberi masukan agar Gubernur Bali periode 2018-2023 yang juga Ketua DPD PDIP, Wayan Koster membuat konsep jangka panjang mengenai 100 tahun Bali ke depan.
Wakil Ketua DPP PDIP Made Urip menyikapi pernyataan Ketum Megawati soal lahan pertanian yang terancam habis di Bali. Urip yang juga Anggota Komisi IV DPR RI antara lain membidangi pertanian, peternakan dan perikanan menyatakan, sejak lama dia sudah menaruh perhatian kepada lahan-lahan produktif yang dikonversi. Urip menegaskan, lahan-lahan pertanian yang produktif memang harus diproteksi. "Ini untuk kepentingan menjaga ketahanan dan kedaulatan pangan kita," ujar Made Urip saat NusaBali hubungi, Senin (2/10).
Terlebih lagi, kata dia ada Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. UU tersebut, kata Urip, harus di breakdown (terperinci) ke dalam peraturan daerah (perda) maupun regulasi lainnya guna mengatur alih fungsi lahan. Atau paling tidak bisa mengendalikan alih fungsi.
Pria yang sudah lima periode menjadi wakil rakyat di tingkat pusat ini menjelaskan, diprediksi setiap tahun hampir 700 sampai 1.000 hektar lahan di Bali hilang atau dikonversi untuk kepentingan di luar pertanian. Rata-rata alih fungsi itu menjadi perumahan, industri atau kepentingan pariwisata sehingga banyak berubah menjadi beton. Jika kepala daerah tidak punya komitmen, lanjut Urip, suatu saat nanti lahan produktif di Bali akan mengalami penyempitan. "Akibatnya, bakal mengganggu produksi kita, terutama beras," terang politisi asal Desa Tua, Kecamatan Marga, Tabanan ini.
Oleh karenanya, semua pihak harus bersama-sama untuk mencegah dan menjaganya. Plus punya komitmen untuk menjaga lahan produktif. Kata Urip, memang tidak mudah melakukan itu. Apalagi, bila tanah itu milik pribadi. Meski begitu, pria dari Fraksi PDIP ini optimis alih fungsi lahan bisa diatasi jika ada kemauan.
Salah satu langkah dengan cara mencari lahan tidak produktif untuk digunakan perumahan. Misalnya, tanah tegalan. Urip memaparkan, Food and Agriculture Organization (FAO) atau Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia telah memberikan warning suatu saat nanti dunia akan kesulitan pangan.
Hal itu disebabkan bertambahnya populasi penduduk dan perubahan iklim yang dasyat. Untuk itu, dibutuhkan pupuk dan benih yang maksimal guna meningkatkan produksi. Alih fungsi lahan, lanjut Urip, tidak terlepas dari kemajuan pembangunan sekarang. Namun, tidak boleh semua dikorbankan untuk kepentingan ekonomi dan pariwisata. "Harus ada lahan atau hamparan hijau guna meningkatkan produksi pangan kita," jelas Urip.
Langkah lain agar alih fungsi lahan tidak banyak terjadi di Bali, desa adat yang masih memiliki kawasan pertanian dan lahan produktif membuat perarem atau awig-awig (aturan) untuk memproteksi lahan-lahan produktif.
Cara itu bagi Urip sangat efektif. Tak ketinggalan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota harus turun tangan pula mengatasi masalah tersebut, melalui perda.
Disinggung apakah mereka telah melakukan itu saat ini? Urip menegaskan, mereka telah melakukannya. "Tapi perlu dimaksimalkan dan ditingkatkan lagi langkah mereka dalam memproteksi lahan-lahan produktif," papar Urip. k22
Dalam penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDI Perjuangan (PDIP) yang berlangsung, Minggu (1/10) di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri soroti lahan subur yang dikonversi untuk kepentingan pariwisata di Bali. Megawati mengingatkan kondisi ini akan membuat rakyat Bali tidak punya apa-apa. Megawati pun, memberi masukan agar Gubernur Bali periode 2018-2023 yang juga Ketua DPD PDIP, Wayan Koster membuat konsep jangka panjang mengenai 100 tahun Bali ke depan.
Wakil Ketua DPP PDIP Made Urip menyikapi pernyataan Ketum Megawati soal lahan pertanian yang terancam habis di Bali. Urip yang juga Anggota Komisi IV DPR RI antara lain membidangi pertanian, peternakan dan perikanan menyatakan, sejak lama dia sudah menaruh perhatian kepada lahan-lahan produktif yang dikonversi. Urip menegaskan, lahan-lahan pertanian yang produktif memang harus diproteksi. "Ini untuk kepentingan menjaga ketahanan dan kedaulatan pangan kita," ujar Made Urip saat NusaBali hubungi, Senin (2/10).
Terlebih lagi, kata dia ada Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. UU tersebut, kata Urip, harus di breakdown (terperinci) ke dalam peraturan daerah (perda) maupun regulasi lainnya guna mengatur alih fungsi lahan. Atau paling tidak bisa mengendalikan alih fungsi.
Pria yang sudah lima periode menjadi wakil rakyat di tingkat pusat ini menjelaskan, diprediksi setiap tahun hampir 700 sampai 1.000 hektar lahan di Bali hilang atau dikonversi untuk kepentingan di luar pertanian. Rata-rata alih fungsi itu menjadi perumahan, industri atau kepentingan pariwisata sehingga banyak berubah menjadi beton. Jika kepala daerah tidak punya komitmen, lanjut Urip, suatu saat nanti lahan produktif di Bali akan mengalami penyempitan. "Akibatnya, bakal mengganggu produksi kita, terutama beras," terang politisi asal Desa Tua, Kecamatan Marga, Tabanan ini.
Oleh karenanya, semua pihak harus bersama-sama untuk mencegah dan menjaganya. Plus punya komitmen untuk menjaga lahan produktif. Kata Urip, memang tidak mudah melakukan itu. Apalagi, bila tanah itu milik pribadi. Meski begitu, pria dari Fraksi PDIP ini optimis alih fungsi lahan bisa diatasi jika ada kemauan.
Salah satu langkah dengan cara mencari lahan tidak produktif untuk digunakan perumahan. Misalnya, tanah tegalan. Urip memaparkan, Food and Agriculture Organization (FAO) atau Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia telah memberikan warning suatu saat nanti dunia akan kesulitan pangan.
Hal itu disebabkan bertambahnya populasi penduduk dan perubahan iklim yang dasyat. Untuk itu, dibutuhkan pupuk dan benih yang maksimal guna meningkatkan produksi. Alih fungsi lahan, lanjut Urip, tidak terlepas dari kemajuan pembangunan sekarang. Namun, tidak boleh semua dikorbankan untuk kepentingan ekonomi dan pariwisata. "Harus ada lahan atau hamparan hijau guna meningkatkan produksi pangan kita," jelas Urip.
Langkah lain agar alih fungsi lahan tidak banyak terjadi di Bali, desa adat yang masih memiliki kawasan pertanian dan lahan produktif membuat perarem atau awig-awig (aturan) untuk memproteksi lahan-lahan produktif.
Cara itu bagi Urip sangat efektif. Tak ketinggalan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota harus turun tangan pula mengatasi masalah tersebut, melalui perda.
Disinggung apakah mereka telah melakukan itu saat ini? Urip menegaskan, mereka telah melakukannya. "Tapi perlu dimaksimalkan dan ditingkatkan lagi langkah mereka dalam memproteksi lahan-lahan produktif," papar Urip. k22
1
Komentar