Ortu Sempat Tak Beri Izin hingga Tidak Punya Celana untuk Lomba
Kisah Haru di Balik Suksesnya Desak Made Rita Kusuma Dewi Atlet Panjat Tebing asal Buleleng
Sejak masuk Pelatnas tahun 2020 lalu, Desak Rita jarang mendapat kesempatan pulang kampung, namun komunikasi terjalin setiap saat dengan orangtuanya di Buleleng
SINGARAJA, NusaBali
Bendera Merah Putih berkibar di kejuaraan olahraga dunia melalui keberhasilan atlet panjat tebing kebanggaan Bali, Desa Made Rita Kusuma Dewi. Terakhir, keberhasilannya meraih medali emas pada speed putri Asian Games di Hangzhou, China, Selasa (3/10) lalu diupayakannya dengan penuh perjuangan dan kerja keras. Bahkan di balik puncak prestasi yang ditorehkan saat ini, banyak cerita haru yang menyertai perjuangan Desak Rita.
Rita atlet asal Banjar Dinas Banjar Anyar, Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada, Buleleng. Dia dikenal sebagai karakter tekun, ulet, sopan, patuh kepada orangtua (Ortu) meski sedikit pendiam. Gadis 22 tahun ini anak kedua dari tiga bersaudara buah hati I Dewa Putu Sekar,51, dengan Komang Sari Artini,51. Mahasiswa Jurusan Penjaskesrek Undiksha Singaraja ini dilahirkan dari keluarga yang sangat sederhana. Rita memulai kariernya di dunia olahraga panjat tebing saat duduk di bangku kelas 2 SD. Awalnya dia ikut berlatih dengan bibinya yang juga seorang atlet. Namun niatnya untuk menekuni panjat tebing tidak mendapat restu kedua orangtuanya.
Bendera Merah Putih berkibar di kejuaraan olahraga dunia melalui keberhasilan atlet panjat tebing kebanggaan Bali, Desa Made Rita Kusuma Dewi. Terakhir, keberhasilannya meraih medali emas pada speed putri Asian Games di Hangzhou, China, Selasa (3/10) lalu diupayakannya dengan penuh perjuangan dan kerja keras. Bahkan di balik puncak prestasi yang ditorehkan saat ini, banyak cerita haru yang menyertai perjuangan Desak Rita.
Rita atlet asal Banjar Dinas Banjar Anyar, Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada, Buleleng. Dia dikenal sebagai karakter tekun, ulet, sopan, patuh kepada orangtua (Ortu) meski sedikit pendiam. Gadis 22 tahun ini anak kedua dari tiga bersaudara buah hati I Dewa Putu Sekar,51, dengan Komang Sari Artini,51. Mahasiswa Jurusan Penjaskesrek Undiksha Singaraja ini dilahirkan dari keluarga yang sangat sederhana. Rita memulai kariernya di dunia olahraga panjat tebing saat duduk di bangku kelas 2 SD. Awalnya dia ikut berlatih dengan bibinya yang juga seorang atlet. Namun niatnya untuk menekuni panjat tebing tidak mendapat restu kedua orangtuanya.
Foto: Desak Rita (tengah) saat di podium penyerahan medali Asian Games di Hangzhou, China, Selasa (3/10). -IST
Tidak hanya karena merasa khawatir akan keselamatan olahraga yang berpacu dengan ketinggian, tetapi kondisi ekonomi keluarga yang sedang carut marut membuat Dewa Putu Sekar tidak berdaya untuk mendukung minat anaknya. “Saya sempat melarang lama, karena takut keselamatan memanjat tinggi-tinggi. Selain itu juga karena kondisi saya dan istri sangat susah saat itu,” ucap Dewa Sekar saat ditemui di rumahnya, Kamis (5/10) siang.
Namun karena bakat dan potensi Desak Rita, pengurus Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Buleleng secara perlahan memberikan edukasi dan pemahaman kepada Dewa Sekar, bahwa olahraga panjat tebing ini sangat aman. Dari sana Dewa Sekar mulai sadar untuk mendukung potensi anaknya meski dengan segudang keterbatasan. Dewa Sekar pun bernostalgia, keberhasilan Desak Rita yang diraih saat ini penuh dengan cerita haru. Kadang saat latihan, Desak Rita sering menumpang dengan teman lain, diantarkan guru di sekolah. “Dulu kalau mau latihan ke kota (Taman Kota Singaraja) harus menunggu ibunya dulu jualan samsam (pandan iris untuk banten) untuk bekal (uang saku). Kadang juga tidak bawa bekal. Saat kejuaraan pun selalu bekalnya paling sedikit. Bahkan karena susahnya pernah saat kejuaraan bekal Rp 300.000 tetapi tidak boleh dibelanjakan,” tutur Dewa Sekar dengan haru.
Setelah mengetahui kemampuan Desak Rita yang sudah mencatatkan prestasi dari tingkat bawah, Dewa Sekar akhirnya pasang badan untuk mendukung anaknya. Bahkan untuk mengikuti kejuaraan di Bali-Lombok, Dewa Sekar selalu mendampingi dan mengantar Rita dengan naik sepeda motor. “Pernah saat Kejurnas di Karangasem saya antar pakai sepeda motor, karena memang Desak Rita tidak bisa naik mobil. Pasti mabuk, baru-baru ini baru terbiasa setelah masuk Pelatnas. Nah, kemudian berhenti di Kintamani beli celana kolor dulu harga Rp 15.000 untuk dipakai lomba, karena waktu itu Rita tidak punya celana,” kenangnya.
Tidak jarang juga dulu ketika belum mendapat restu orangtua Desak Rita dijemput pelatih ke rumahnya saat akan mengikuti kejuaraan. Namun keberangkatannya selalu naik motor. Keuletan dan kegigihan Desak Rita berlatih didukung pelatih dan pengurus FPTI Buleleng terus membuahkan hasil. Tekad keras Desak Rita menjadi atlet adalah untuk mengubah perekonomian keluarganya. Bonus-bonus yang didapatkannya dari meraih medali diinvestasikan hingga bisa membeli kebun beberapa are. Selain juga membantu merenovasi rumah, biaya kuliah sendiri, hingga uang jajan adik dan orangtuanya.
Sejak masuk Pelatnas 2020 lalu, Desak Rita memang jarang mendapat kesempatan pulang. Namun komunikasi terjalin setiap saat dengan orangtuanya. “Sejak Pelatnas baru 3 kali pulang, sebelum PON, kemudian sebelum ke Swiss (IFSC Climbing World Championship) dan sebelum pra Olimpiade. Biasanya kalau pulang pasti sembahyang di merajan dan minta dimasakin pindang basa tomat (tongkol balado),” ujar ibundanya Sari Artini.
Ayah dan ibu Desak Rita pun mengakui perjuangan anaknya sangat luar biasa. Disiplin Desak Rita dalam berbagai hal tidak bisa ditawar. Selain rutin berkabar setiap hari, gadis alumni SMKN 3 Singaraja ini selalu meminta doa kelancaran sebelum berlomba. Bahkan semalam sebelum perlombaannya di babak final Asian Game kemarin, Desak Rita sedang mengalami cacar air.
“Pagi sehari sebelum lomba nelepon nangis, karena gatal tapi tidak bisa minum obat, karena takut kena tes doping. Akhirnya pakai salep saja dikasih sama pendampingnya. Saya langsung doakan di merajan untuk kelancaran, saya pikir sudah tidak bisa lomba tetapi karena tekad kerasnya bisa dapat emas,” kata Dewa Sekar.
Mendapati keberhasilan Desak Rita sampai saat ini Dewa Sekar dan Sari Artini mengaku hampir tidak mendapati duka. Seluruhnya adalah suka dan kebanggaan. Kendala untuk bertemu secara langsung sudah dibayar dengan akses digital dan kecanggihan teknologi saat ini. “Saya selalu doakan anak saya tetap kuat menjalani latihan dan bimbingan, meski terkadang juga sempat merasa putus asa karena tekanan latihan standar nasional, tetapi Rita mampu mengikutinya sampai saat ini demi nama baik keluarga, desa, daerah dan juga negara, tentu dia juga pasti bangga,” jelas Dewa Sekar.
Dewa Sekar pun mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang selama ini mendukung Desak Rita secara material dan moril. Seperti diberitakan atlet panjat tebing andalan Bali, Desak Made Rita Kusuma Dewi sukses merebut medali emas panjat tebing speed putri Asian Games Hangzhou, China. Selain rebut medali emas, Desa Rita juga berhasil memecahkan rekor Asian Games setelah mencatatkan waktu 6,600 detik pada babak kualifikasi nomor speed Asian Games Hangzhou pada Selasa 3 Oktober 2023. Rekor yang dicatatkan perempuan asal Buleleng Bali ini mengalahkan rekor sebelumnya yang dibuat oleh Aries Susanti Rahayu yaitu 7,61 detik di Asian Games 2018 Jakarta-Palembang. 7 k23
1
Komentar