Pulau Serangan dalam Sorotan: Aturan Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia
DENPASAR, NusaBali.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperketat aturan dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil di Indonesia. Pulau Serangan di Denpasar Selatan pun kini ikut menjadi sorotan.
Pasalnya di pulau kecil ini sedang dikembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). PT Bali Turtle Island Development (BTID) mengelola lahan reklamasi Kura Kura Bali seluas 498 hektare di Pulau Serangan.
BTID pun telah mengajukan izin untuk Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) untuk menguasai laut dan pantai termasuk darat Pulau Serangan secara penuh.
Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, KKP, Muhammad Yusuf menegaskan bahwa investor tak dapat menguasai satu pulau secara utuh. Hal ini tertuang dalam Pasal 11 Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2019, Pasal 10 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 8 Tahun 2019 serta Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 17 Tahun 2016.
Padahal, sesuai aturan yang ditetapkan Pemerintah dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil, paling sedikit 30 persen dari luas pulau dikuasai langsung oleh negara, paling banyak 70 persen dari luas pulau dapat dimanfaatkan pelaku usaha, dan pelaku usaha wajib mengalokasikan paling sedikit 30 persen dari luasan lahan yang dimanfaatkan untuk ruang terbuka hijau.
“Pengelolaan pulau-pulau kecil harus memperoleh izin. Untuk pulau yang luasnya kurang dari 100 kilometer persegi, pelaku usaha harus mendapatkan Rekomendasi Menteri Kelautan dan Perikanan. Apabila ingin memanfaatkan laut, maka harus memenuhi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL),” kata Yusuf di depan para pelaku usaha, pemerintah daerah dan masyarakat dalam acara Sosialisasi dan Konsultasi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil di Kendari, Sulawesi Tenggara, 3-4 Oktober 2023.
Perencanaan PKKPRL yang diajukan mengelilingi pulau Serangan itu pun menjadi keresahan tersendiri bagi masyarakat Desa Adat Serangan, sehingga Bendesa Adat Serangan I Made Sedana melakukan protes.
"Terhadap stakeholder swasta dan pemerintah, harus mensosialisasikan aturan dan undang-undang, mana yang boleh dan tidak boleh oleh nelayan kami. Sehingga apa yang diinginkan bersama dapat terakomodir. Apalagi ini menyangkut orang banyak mengenai pengelolaan di pinggir pantai," kata Made Sedana.
Ia juga menyayangkan adanya pembatasan aktivitas masyarakat setempat di Pantai Kura-Kura Bali. "Benar sekali (soal eksklusivitas), yang dirasakan masyarakat kami benar adanya. Kami pun masuk ke sana (perairan Serangan) terbatas. Bahkan, setiap panen (rumput laut dan terumbu karang) pun ada yang memakai perahu dengan berkeliling, kalau tangkapan panen yang kecil-kecil warga pakai motor. Untungnya masyarakat Serangan kebanyakan bisa berenang, nah kalau tidak bisa berenang siapa yang bertanggung jawab kalau ada musibah di perairan?," tanyanya.
Sebelumnya Kepala Komunikasi dan Hubungan Masyarakat PT BTID, Zakki Hakim mengakui mengenai PKKPRL masih dalam penjajakan untuk dipelajari. Ia juga menyatakan sedang melakukan pengaturan demi kenyamanan dan keamanan bagi warga yang masuk ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura Kura Bali.
Soal sorotan eksklusivitas, ia mengklarifikasi sebagai bukan eksklusivitas, melainkan sedang melakukan pembukaan bertahap. “Kalau investor semakin cepat masuk ke KEK, tentu akan semakin terbuka untuk kawasan umum lainnya," ujarnya.
1
Komentar