Rektor Unud Dijebloskan ke Tahanan
Unud Hormati Proses Hukum, Civitas Akademika Diminta Tenang
Terkait pelaksanaan tugas-tugas Rektor, Jubir Unud Senja Pratiwi mengatakan pihaknya masih akan berkonsultasi dengan Kementerian Dikbud Ristek RI
DENPASAR, NusaBali
Setelah menyandang status tersangka sejak 8 Maret lalu, Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof Dr Ir I Nyoman Gde Antara MEng IPU akhirnya dijebloskan ke sel tahanan Lapas Kelas IIA Kerobokan, Kuta Utara, Badung, Senin (9/10). Selain Prof Antara, tiga tersangka lainnya, yaitu I Ketut Budiartawan (IKB), Nyoman Putra Sastra (NPS), dan I Made Yusnantara (IMY) juga dilakukan penahanan hingga 20 hari ke depan.
Sebelum menjalani penahanan, keempat tersangka dugaan korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru seleksi jalur mandiri tahun akademik 2018-2022 menjalani serangkaian pemeriksaan tambahan termasuk pemeriksaan kesehatan dari tim dokter Kejati Bali. Pantauan NusaBali, Prof Antara dan tiga tersangka lainnya tiba di Kejati Bali didampingi tim penasihat hukumnya, Wayan Purwita dkk sekitar pukul 09.00 Wita. Selanjutnya, Prof Antara yang datang menggunakan jas langsung menjalani pemeriksaan di ruang penyidik Pidsus Kejati Bali.
Sekitar pukul 12.30 Wita, Prof Antara keluar ruang penyidik dengan menggunakan rompi oranye dan tangan diborgol. Selanjutnya, Prof Antara dan tiga anak buahnya yang merupakan panitia penerimaan mahasiswa baru Unud dibawa ke Lapas Kerobokan menggunakan mobil tahanan Kejati Bali. Kasi Penkum Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana mengatakan penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan di Lapas Kerobokan.
“Penahanan ini untuk memudahkan penyidik bila memerlukan pemeriksaan tambahan,” kata Eka Sabana. Ditambahkan, hasil audit internal Kejati Bali mendapatkan kerugian negara sekitar Rp 105.390.206.993 dan Rp 3.945.464.100 dan juga perekonomian negara sekitar Rp334.572.085.691. “Perlu diluruskan dari awalnya ada kerugian Rp 443 miliar, perkembangan dari audit internal dan eksternal menjadi Rp 335 miliar,” beber Eka Sabana.
Prof Antara dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Prof Antara melalui salah satu penasihat hukumnya, Agus Saputra, mengatakan pihaknya belum mengajukan penangguhan penahanan. Namun, saat pemeriksaan sudah mengajukan surat agar kliennya tidak ditahan. “Namun itu semua tetap berpulang pada kewenangan penyidik Kejati Bali,” kata Agus Saputra.
Penasihat hukum lainnya, Ketut Ngastawa menambahkan dana SPI itu masuk rekening negara sehingga rektor atau tersangka tidak bisa mengambil secara langsung. Unud apabila memerlukan uang tersebut harus mengajukan proposal lebih dulu. "Uang baru dikirimkan ke Unud sesuai keperluannya, dan SPI juga diterapkan di seluruh perguruan tinggi negeri di Indonesia, tidak hanya Unud saja," kata Ngastawa.
Terpisah pihak Universitas Udayana (Unud) menyatakan menghormati segenap proses hukum yang berjalan dan menghargai kewenangan pihak Kejaksaan Tinggi Bali dalam penanganan kasus dugaan penyelewengan dana SPI yang menjerat rektor dan 3 pejabat lainnya. Juru bicara Unud, Putu Ayu Asty Senja Pratiwi menyampaikan Tim Hukum Unud Ananda Pratama selanjutnya akan mendampingi rektor dan pejabat lainnya mengikuti proses hukum yang berlaku.
Setelah menyandang status tersangka sejak 8 Maret lalu, Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof Dr Ir I Nyoman Gde Antara MEng IPU akhirnya dijebloskan ke sel tahanan Lapas Kelas IIA Kerobokan, Kuta Utara, Badung, Senin (9/10). Selain Prof Antara, tiga tersangka lainnya, yaitu I Ketut Budiartawan (IKB), Nyoman Putra Sastra (NPS), dan I Made Yusnantara (IMY) juga dilakukan penahanan hingga 20 hari ke depan.
Sebelum menjalani penahanan, keempat tersangka dugaan korupsi Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru seleksi jalur mandiri tahun akademik 2018-2022 menjalani serangkaian pemeriksaan tambahan termasuk pemeriksaan kesehatan dari tim dokter Kejati Bali. Pantauan NusaBali, Prof Antara dan tiga tersangka lainnya tiba di Kejati Bali didampingi tim penasihat hukumnya, Wayan Purwita dkk sekitar pukul 09.00 Wita. Selanjutnya, Prof Antara yang datang menggunakan jas langsung menjalani pemeriksaan di ruang penyidik Pidsus Kejati Bali.
Sekitar pukul 12.30 Wita, Prof Antara keluar ruang penyidik dengan menggunakan rompi oranye dan tangan diborgol. Selanjutnya, Prof Antara dan tiga anak buahnya yang merupakan panitia penerimaan mahasiswa baru Unud dibawa ke Lapas Kerobokan menggunakan mobil tahanan Kejati Bali. Kasi Penkum Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana mengatakan penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan di Lapas Kerobokan.
“Penahanan ini untuk memudahkan penyidik bila memerlukan pemeriksaan tambahan,” kata Eka Sabana. Ditambahkan, hasil audit internal Kejati Bali mendapatkan kerugian negara sekitar Rp 105.390.206.993 dan Rp 3.945.464.100 dan juga perekonomian negara sekitar Rp334.572.085.691. “Perlu diluruskan dari awalnya ada kerugian Rp 443 miliar, perkembangan dari audit internal dan eksternal menjadi Rp 335 miliar,” beber Eka Sabana.
Prof Antara dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Prof Antara melalui salah satu penasihat hukumnya, Agus Saputra, mengatakan pihaknya belum mengajukan penangguhan penahanan. Namun, saat pemeriksaan sudah mengajukan surat agar kliennya tidak ditahan. “Namun itu semua tetap berpulang pada kewenangan penyidik Kejati Bali,” kata Agus Saputra.
Penasihat hukum lainnya, Ketut Ngastawa menambahkan dana SPI itu masuk rekening negara sehingga rektor atau tersangka tidak bisa mengambil secara langsung. Unud apabila memerlukan uang tersebut harus mengajukan proposal lebih dulu. "Uang baru dikirimkan ke Unud sesuai keperluannya, dan SPI juga diterapkan di seluruh perguruan tinggi negeri di Indonesia, tidak hanya Unud saja," kata Ngastawa.
Terpisah pihak Universitas Udayana (Unud) menyatakan menghormati segenap proses hukum yang berjalan dan menghargai kewenangan pihak Kejaksaan Tinggi Bali dalam penanganan kasus dugaan penyelewengan dana SPI yang menjerat rektor dan 3 pejabat lainnya. Juru bicara Unud, Putu Ayu Asty Senja Pratiwi menyampaikan Tim Hukum Unud Ananda Pratama selanjutnya akan mendampingi rektor dan pejabat lainnya mengikuti proses hukum yang berlaku.
"Untuk hal-hal yang bersifat teknis dan berkaitan dengan langkah-langkah selanjutnya atau proses hukum yang akan dihadapi para tersangka, tentunya ini bukan merupakan ranah kami. Untuk itu kami silakan berkomunikasi langsung dengan Tim Hukum Unud atas nama Bapak Ananda Pratama," ujar Senja Pratiwi saat dikonfirmasi NusaBali, Senin sore kemarin.
Foto: Jubir Unud, Putu Ayu Asty Senja Pratiwi. -DOK.NUSABALI
Lebih jauh terkait pelaksanaan tugas-tugas Rektor Unud saat Prof Antara menjalani proses hukum sebagai tersangka, Senja Pratiwi mengatakan masih akan berkonsultasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI. "Terkait pelaksana tugas rektor sementara, kami sedang menunggu arahan dari Kementerian," sebutnya sembari berharap civitas akademika Unud tetap tenang dan tetap melaksanakan kegiatan belajar mengajar sebagaimana biasanya.
Di sisi lain Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unud menyatakan mendukung penuh Kejaksaan Tinggi Bali untuk mengusut tuntas dugaan korupsi yang menjerat Rektor Unud dan beberapa pejabat kampus lainnya. BEM menuntut Rektor Unud untuk mengundurkan diri jika terbukti bersalah dalam kasus dugaan penyelewengan dana SPI.
Foto: Mahasiswa yang tergabung dalam BEM Unud melakukan aksi di Kantor Kejati Bali, Senin (9/10). -YUDA
BEM Unud juga menuntut janji rektor untuk mengembalikan dana SPI yang bermasalah kepada mahasiswa sesuai dengan data-data yang sudah ada dan mengevaluasi kebijakan uang pangkal di Unud agar pengelolaannya transparan, akuntabel, dan bersih. "Tentu kami senang, karena ini menjadi satu lompatan besar dalam kejelasan kasus ini. Namun di sisi lain kami sangat-sangat khawatir terkait berjalannya akademik di kampus. Masak kami harus ke LP meminta tandatangan rektor," ujar Ketua BEM Unud, I Putu Bagus Padmanegara.
Padma, sapaan mahasiswa Fakultas Hukum ini, menuturkan sejak awal pihaknya mempertanyakan proses penyidikan yang berlarut-larut. Sampai akhirnya ketika perayaan Dies Natalis ke-61 Unud, BEM melakukan aksi besar dengan salah satu poin tuntutan kejelasan kasus dugaan penyelewengan dana SPI. "Harusnya Kemdikbud segera merespons dengan memberhentikan sekaligus menunjuk Plt Rektor agar pembelajaran kami di kampus tidak berantakan," ujarnya. Para mahasiswa yang tergabung dalam BEM Unud, Senin kemarin mendatangi kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali. Kedatangan BEM Unud itu untuk menyampaikan empat tuntutan atas penahanan Rektor Unud Prof Antara dan tiga stafnya. Seperti diketahui, Prof Antara ditetapkan sebagai tersangka pada 8 Maret lalu. Dalam perkara ini, Prof Antara menjabat sebagai Ketua Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru tahun 2018-2022.
Dari hasil penyelidikan yang dilakukan ditemukan adanya dugaan penyimpangan dalam pemungutan SPI yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 335 miliar lebih. SPI ini dimulai pada tahun akademik 2018-2019. Pungutan SPI ini sendiri sempat didemo ratusan mahasiswa yang menolak pungutan ini. Apalagi tak ada transparansi dalam pengelolaan dana SPI ini. Namun Rektor Unud saat itu, Prof Dr dr Anak Agung Raka Sudewi mengatakan jika pungutan tersebut sudah sesuai UU 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Permendikti Nomor 39 Tahun 2017. Dalam kasus ini, Prof Antara yang menjabat sebagai Rektor Universitas Udayana periode 2021-2025, berperan sebagai Ketua Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Mandiri Tahun 2018-2020. 7 rez, cr78
Komentar