Buleleng Segera Turunkan NJOP PBB Pedesaan dan Perkotaan
SINGARAJA, NusaBali - Pemkab Buleleng segera akan menyesuaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2). Penyesuaian ini untuk meringankan beban wajib pajak.
Sebelumnya, tarif PBB P2 juga sudah disesuaikan dan telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) Pajak dan Retribusi Daerah, Selasa (10/10). Penjabat (Pj) Buleleng Ketut Lihadnyana mengatakan penyesuaian NJOP akan diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) sebagai turunan Perda Pajak dan Retribusi Daerah. Lihadnyana mengatakan NJOP harus disesuaikan untuk mematangkan tujuan pemerintah meringankan beban pajak yang dibayarkan kepada pemerintah.
“Kemarin tarifnya sudah diturunkan. Tapi, kalau NJOPnya masih tinggi percuma juga, karena tetap akan memberatkan masyarakat. Sehingga NJOPnya juga harus disesuaikan,” terang Lihadnyana.
Menurutnya, dalam penyesuaian NJOP kedepannya akan ada pengklasteran lahan yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan dan lebih detail. Lihadnyana mencontohkan tanah kebun di Desa Sepang dan Desa Pucak Sari di Kecamatan Busungbiu akan berbeda dengan lahan kebun di Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, yang mendapat imbas pariwisata. Sama halnya lahan hortikultura di Desa Pancasari juga akan berbeda dengan lahan hortikultura di Desa Kaliasem, kawasan penyangga Pantai Lovina.
“Harus dibedakan antara pertanian dengan sektor lain. Kalau pertanian itu Ruang Terbuka Hijau (RTH). Jangan melihat lahan pertanian sebagai fungsi ekonomi. Tetapi lihatlah pertanian itu menjadi multifungsi selain ekonomi ada fungsi pelestarian lingkungan dan budaya,” terang Lihadnyana.
Dalam penyesuaian NJOP ini, lanjut dia, Pemkab Buleleng akan melangsungkan Focus Group Discussion (FGD) untuk mendapatkan masukan dan saran. FGD akan menghadirkan seluruh unsur terkait, mulai dari fungsional kantor pajak, perbekel, kelian adat, kelian subak, dan perwakilan petani. Dengan FGD akan ada masukan yang lengkap untuk dijadikan acuan penyusunan NJOP.
“Intinya, jangan sampai sudah diundangkan dan diterapkan malah jadi masalah dan banyak protes hingga masyarakat tidak mau membayar pajak. Lebih baik pajak lebih rendah, tapi masyarakat rela dan ikhlas membayar pajak,” kata pejabat asal Desa Kekeran, Kecamatan Busungbiu, Buleleng, ini usai menghadiri rapat paripurna di DPRD Buleleng.7k23
“Kemarin tarifnya sudah diturunkan. Tapi, kalau NJOPnya masih tinggi percuma juga, karena tetap akan memberatkan masyarakat. Sehingga NJOPnya juga harus disesuaikan,” terang Lihadnyana.
Menurutnya, dalam penyesuaian NJOP kedepannya akan ada pengklasteran lahan yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan dan lebih detail. Lihadnyana mencontohkan tanah kebun di Desa Sepang dan Desa Pucak Sari di Kecamatan Busungbiu akan berbeda dengan lahan kebun di Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, yang mendapat imbas pariwisata. Sama halnya lahan hortikultura di Desa Pancasari juga akan berbeda dengan lahan hortikultura di Desa Kaliasem, kawasan penyangga Pantai Lovina.
“Harus dibedakan antara pertanian dengan sektor lain. Kalau pertanian itu Ruang Terbuka Hijau (RTH). Jangan melihat lahan pertanian sebagai fungsi ekonomi. Tetapi lihatlah pertanian itu menjadi multifungsi selain ekonomi ada fungsi pelestarian lingkungan dan budaya,” terang Lihadnyana.
Dalam penyesuaian NJOP ini, lanjut dia, Pemkab Buleleng akan melangsungkan Focus Group Discussion (FGD) untuk mendapatkan masukan dan saran. FGD akan menghadirkan seluruh unsur terkait, mulai dari fungsional kantor pajak, perbekel, kelian adat, kelian subak, dan perwakilan petani. Dengan FGD akan ada masukan yang lengkap untuk dijadikan acuan penyusunan NJOP.
“Intinya, jangan sampai sudah diundangkan dan diterapkan malah jadi masalah dan banyak protes hingga masyarakat tidak mau membayar pajak. Lebih baik pajak lebih rendah, tapi masyarakat rela dan ikhlas membayar pajak,” kata pejabat asal Desa Kekeran, Kecamatan Busungbiu, Buleleng, ini usai menghadiri rapat paripurna di DPRD Buleleng.7k23
Komentar