28 Tahun Jalani Hidup Hanya Berdua
Kisah pilu dialami pasangan suami istri petani Gusti Made Pering,64, dan Ni Gusti Made Raka,62, di Banjar Antugan Desa/Kecamatan Blahbatuh, Gianyar.
Kisah Pilu Petani Penderita Kutilan
GIANYAR, NusaBali
Pasutri yang menikah tahun 1989 ini menjalani hidup berdua selama 28 tahun karena tak punya anak.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka mengandalkan penghasilan dari menjual jajahitan (sarana untuk banten). Hasil panen padi, diakui tak pernah memuaskan kerena lebih sering gagal panen.
Kepiluan semakin mewarnai kehidupan mereka. Karena sejak beberapa tahun belakangan sang kepala keluarga, Gusti Made Pering menderita penyakit kulit yang aneh. Secara medis, ia mengalami kanker kulit. Hanya saja, karena keterbatasan biaya menyebabkan ia tak bisa berobat. Benjolan semacam kutilan tumbuh di seluruh tubuh Gusti Made Pering. Mulai dari wajah, tangan, badan, hingga kaki tampak ditumbuhi kutil. Ia pun tak mengetahui pasti apa penyebab penyakitnya itu. Ia sudah melakukan pengobatan medis dan non medis, namun belum juga mendapatkan jawaban. Yang ia ketahui, penyakit kulitnya ini tak menular. "Tiang lahir normal, setelah menikah juga masih normal," ujarnya.
Seingatnya, kutilan mulai tumbuh di wajah sekitar tahun 1990an. "Tahun 2012 saat buat KTP, wajah tiang sudah ada benjol-benjol kecil. Setelah itu mulai banyak sampai sekarang," terangnya.
Rasa syukur masih bisa ia rasakan. Karena benjolan di tubuhnya ini tidak menyebabkan gatal-gatal. Hanya saja, Gusti Made Pering mengaku malu jika bertemu orang lain. "Kalau tiang merasakan biasa saja. Tidak gatal. Tapi orang lain yang melihat mungkin jijik," ungkapnya.
Upaya untuk sembuh sudah dilakukan selama belasan tahun, namun tak berhasil. "Kije abe ten mresidang (kemanapun saya bawa berobat, tidak bisa disembuhkan, Red)," jelasnya. Ia pernah berobat pada dokter spesialis kulit di RS Wangaya, Denpasar. Pengobatan secara non medis juga sudah diupayakan. Namun ia harus pasrah karena sakitnya tak sembuh-sembuh. Sejatinya, Gusti Made Pering punya 4 saudara perempuan. Kondisinya normal, namun semuanya telah menikah. "Hanya sesekali datang ke rumah, bantu-bantu kalau mau rahinan (hari suci Hindu)," terangnya didampingi sang istri.
Tinggal berdua, dengan beban menggarap sawah di usia renta membuat pasutri ini tak mampu mengurus rumahnya. Bangunan yang berdiri di atas lahan pekarangan tampak rusak dimakan usia. Terakhir perbaikan sekitar tahun 1972. "Setelah itu tak bisa diperbaiki lagi. Atap bocor saja tak bisa tiang perbaiki karena sudah tua," ujarnya. Kaki kanannya juga terserang encok. Gusti Made Pering masuk daftar penerima rastra (beras sejahtera) atau beras miskin (raskin), namun tak pernah tersentuh bantuan lain.*nvi
Komentar