Penanganan HIV/AIDS Didorong Berbasis Desa
DENPASAR, NusaBali - Penanganan HIV/AIDS di Bali khususnya Kota Denpasar didorong menggunakan pendekatan desa/kelurahan. Adanya dukungan optimal dari Pemerintah Desa/Kelurahan dan masyarakatnya diharapkan dapat menepis stigma yang menghantui orang yang hidup dengan HIV (ODHIV).
Hal ini terungkap dalam pertemuan Forum Peduli AIDS (FPA) Bali dengan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kota Denpasar I Wayan Budha, di Kantor DPMD Denpasar, Jalan Hayam Wuruk, Denpasar, Selasa (17/10).
Ketua Edukasi FPA Bali Made Efo Suarmiartha mengatakan pihaknya siap bekerjasama dengan Pemerintah Desa/Kelurahan di Kota Denpasar dalam menyediakan data ODHIV yang tinggal di wilayahnya. “Juga dengan pemberian dukungan dan layanan kepada mereka melalui pendekatan keluarga,” ujar Efo.
Menurutnya stigma terhadap ODHIV merupakan salah satu tantangan dalam mengelola permasalahan HIV/AIDS. Tidak sedikit ODHIV yang selama ini menutup-nutupi penyakitnya karena takut dengan pandangan masyarakat. Buntutnya, keberadaan mereka tidak ada yang mengetahui dan semakin kesulitan mengakses pengobatan dan layanan/bantuan pemerintah.
Menurut Efo, adanya dukungan dari pihak desa/kelurahan juga memerlukan kesiapan dari aparat desa untuk memastikan agar tidak terjadi stigma dan diskriminasi. Di pihak lain, kalangan ODHIV juga harus bersedia membuka diri mengenai statusnya. Soal tingkat kerahasiaan, kata Efo, bisa disepakati antara pihak desa/kelurahan dengan ODHIV.
Efo mengatakan, dengan dukungan pihak desa/kelurahan aparat desa bisa memberikan bantuan sosial, khususnya pada ODHIV yang mengalami kesulitan ekonomi. Selain itu keluarganya akan mendapatkan dukungan untuk mendampingi pengobatan secara rutin. “Keluarga akan mendapat pelatihan untuk menangani situasi kedaruratan yang terkait dengan ODHIV,” ujarnya.
Menanggpai usulan itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kota Denpasar, I Wayan Budha menyatakan dukungannya. Dia bahkan menyebut, penanganan HIV/AIDS di tingkat desa/kelurahan sudah menjadi perintah dari Permendes yang mengatur dana desa.
Yang jadi masalah selama ini, kata dia, karena kurangnya pemahaman para Kepala Desa, sehingga program lebih banyak ditujukan untuk sosialisasi pencegahan HIV/AIDS yang bersifat seremonial. “Kalau ada hal yang baru sebenarnya sangat diharapkan. Namun harus detail hingga masalah Rancangan Anggaran Belanjanya,” kata dia.
Dia berharap, pihak FPA bersedia untuk terjun langsung dan berdiskusi dengan para Kepala Desa/Lurah untuk mencari kemungkinan penerapan gagasan itu. “Tentunya harus ada data yang jelas juga, termasuk mengenai keberadaan ODHIV di desa itu,” ujarnya. 7 cr78
Ketua Edukasi FPA Bali Made Efo Suarmiartha mengatakan pihaknya siap bekerjasama dengan Pemerintah Desa/Kelurahan di Kota Denpasar dalam menyediakan data ODHIV yang tinggal di wilayahnya. “Juga dengan pemberian dukungan dan layanan kepada mereka melalui pendekatan keluarga,” ujar Efo.
Menurutnya stigma terhadap ODHIV merupakan salah satu tantangan dalam mengelola permasalahan HIV/AIDS. Tidak sedikit ODHIV yang selama ini menutup-nutupi penyakitnya karena takut dengan pandangan masyarakat. Buntutnya, keberadaan mereka tidak ada yang mengetahui dan semakin kesulitan mengakses pengobatan dan layanan/bantuan pemerintah.
Menurut Efo, adanya dukungan dari pihak desa/kelurahan juga memerlukan kesiapan dari aparat desa untuk memastikan agar tidak terjadi stigma dan diskriminasi. Di pihak lain, kalangan ODHIV juga harus bersedia membuka diri mengenai statusnya. Soal tingkat kerahasiaan, kata Efo, bisa disepakati antara pihak desa/kelurahan dengan ODHIV.
Efo mengatakan, dengan dukungan pihak desa/kelurahan aparat desa bisa memberikan bantuan sosial, khususnya pada ODHIV yang mengalami kesulitan ekonomi. Selain itu keluarganya akan mendapatkan dukungan untuk mendampingi pengobatan secara rutin. “Keluarga akan mendapat pelatihan untuk menangani situasi kedaruratan yang terkait dengan ODHIV,” ujarnya.
Menanggpai usulan itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kota Denpasar, I Wayan Budha menyatakan dukungannya. Dia bahkan menyebut, penanganan HIV/AIDS di tingkat desa/kelurahan sudah menjadi perintah dari Permendes yang mengatur dana desa.
Yang jadi masalah selama ini, kata dia, karena kurangnya pemahaman para Kepala Desa, sehingga program lebih banyak ditujukan untuk sosialisasi pencegahan HIV/AIDS yang bersifat seremonial. “Kalau ada hal yang baru sebenarnya sangat diharapkan. Namun harus detail hingga masalah Rancangan Anggaran Belanjanya,” kata dia.
Dia berharap, pihak FPA bersedia untuk terjun langsung dan berdiskusi dengan para Kepala Desa/Lurah untuk mencari kemungkinan penerapan gagasan itu. “Tentunya harus ada data yang jelas juga, termasuk mengenai keberadaan ODHIV di desa itu,” ujarnya. 7 cr78
1
Komentar