Dukung Dresta Anak Belum Tanggal Gigi Tak Diperkenankan Masuk Utama Mandala
Pura Batukau, Penebel, Tabanan akan Dicanangkan Jadi ‘Pura Ramah Anak’ oleh Kemenag RI
Biasanya pamedek yang telanjur membawa anak yang belum tanggal gigi sembahyang, maka anak itu akan menangis, bahkan sampai usai sembahyang terus menangis
TABANAN, NusaBali
Pertama di Bali, Pura Luhur Batukau (Batukaru) yang berlokasi di Desa Wongaya Gede, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan akan dijadikan pilot project ‘Pura Ramah Anak’ oleh Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI. Ketika dicanangkan menjadi Pura ramah anak, maka sejumlah fasilitas terkait anak akan tersedia. Mulai dari perpustakaan hingga wahana bermain. Program tersebut juga terkait dengan dresta (tata krama) di Pura Batukau, yakni anak yang belum tanggal gigi (meketus) tidak diperkenankan sembahyang di utama mandala, sehingga anak bisa menunggu di jaba pura dengan fasilitas anak yang disediakan.
Bendesa Adat Wongaya Gede, I Ketut Sucipto, menyambut baik program dari Kementerian Agama RI tersebut. Terlebih Pura Batukau menjadi perhatian khusus dari pemerintah pusat, khususnya dalam program Pura Ramah Anak tanpa mempengaruhi kegiatan keagamaan yang ada maupun kultur pura. Ketut Sucipto berharap, program tersebut dapat terealisasi sesuai rencana dan selanjutnya dapat berkesinambungan.
“Karena pendidikan agama sejak dini ini memang perlu kita tanamkan. Selain ada ruang untuk anak, juga kami harapkan ada program yang berkesinambungan terutama dalam membangun sumber daya manusia (SDM), khususnya terkait pengetahuan dan pengamalan agama bagi anak-anak,” jelas Bendesa Sucipto, Rabu (25/10).
Dengan adanya program Pura Ramah Anak dari Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama ini diharapkan juga bisa menjadi edukasi bagi para pamedek yang akan tangkil ke Pura Batukau. Sebab bagi anak yang belum tanggal gigi tidak diperkenankan memasuki areal utama mandala pura. “Karena di sini (Pura Batukau), bagi anak yang belum tanggal gigi tidak diperkenankan masuk ke jeroan pura. Ketika ada wahana untuk anak, tentu akan ada tempat mereka untuk bermain di jaba pura, ataupun menikmati wahana yang ada sesuai program dari Kementerian Agama ini,” imbuh Sucipto.
Sucipto menambahkan aturan tersebut sudah menjadi dresta secara turun temurun dari zaman dulu. “Memang tidak ada tertuang secara tertulis, tapi masyarakat atau pangempon pura percaya akan hal itu,” ungkapnya. Biasanya pamedek yang telanjur membawa anak yang belum tanggal gigi sembahyang, maka anak itu akan menangis. Bahkan sampai usai sembahyang terus menangis. Bahkan ada yang yang sampai ngaturang Guru Piduka. Ketika ditanya, katanya anak itu melihat sosok harimau dan orang seram. Bahkan pernah terjadi ada anak yang menghilang, katanya diajak anak-anak lain.
"Ini dresta kami. Apapun yang ada di dresta dan budaya kami, kami masyarakat akan terus menaati," kata Sucipto. Sementara Kepala Seksi (Kasi) Urusan Agama Hindu Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tabanan, I Nyoman Kurniawan, memastikan program tersebut tidak mempengaruhi kegiatan keagamaan maupun kultur kawasan suci Pura Batukau. Program Pura Ramah Anak ini akan menjadi pilot project alias pertama kalinya di Bali dari Kementerian Agama. “Pertama kali di Bali program dari Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI,” ungkap Kurniawan.
Disebutkan program ini akan direalisasikan di tahun 2024. Dan dalam prosesnya nanti untuk mendukung program itu akan dibangun sejumlah fasilitas anak mulai dari wahana anak hingga perpustakaan. 7 des
Pertama di Bali, Pura Luhur Batukau (Batukaru) yang berlokasi di Desa Wongaya Gede, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan akan dijadikan pilot project ‘Pura Ramah Anak’ oleh Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI. Ketika dicanangkan menjadi Pura ramah anak, maka sejumlah fasilitas terkait anak akan tersedia. Mulai dari perpustakaan hingga wahana bermain. Program tersebut juga terkait dengan dresta (tata krama) di Pura Batukau, yakni anak yang belum tanggal gigi (meketus) tidak diperkenankan sembahyang di utama mandala, sehingga anak bisa menunggu di jaba pura dengan fasilitas anak yang disediakan.
Bendesa Adat Wongaya Gede, I Ketut Sucipto, menyambut baik program dari Kementerian Agama RI tersebut. Terlebih Pura Batukau menjadi perhatian khusus dari pemerintah pusat, khususnya dalam program Pura Ramah Anak tanpa mempengaruhi kegiatan keagamaan yang ada maupun kultur pura. Ketut Sucipto berharap, program tersebut dapat terealisasi sesuai rencana dan selanjutnya dapat berkesinambungan.
“Karena pendidikan agama sejak dini ini memang perlu kita tanamkan. Selain ada ruang untuk anak, juga kami harapkan ada program yang berkesinambungan terutama dalam membangun sumber daya manusia (SDM), khususnya terkait pengetahuan dan pengamalan agama bagi anak-anak,” jelas Bendesa Sucipto, Rabu (25/10).
Dengan adanya program Pura Ramah Anak dari Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama ini diharapkan juga bisa menjadi edukasi bagi para pamedek yang akan tangkil ke Pura Batukau. Sebab bagi anak yang belum tanggal gigi tidak diperkenankan memasuki areal utama mandala pura. “Karena di sini (Pura Batukau), bagi anak yang belum tanggal gigi tidak diperkenankan masuk ke jeroan pura. Ketika ada wahana untuk anak, tentu akan ada tempat mereka untuk bermain di jaba pura, ataupun menikmati wahana yang ada sesuai program dari Kementerian Agama ini,” imbuh Sucipto.
Sucipto menambahkan aturan tersebut sudah menjadi dresta secara turun temurun dari zaman dulu. “Memang tidak ada tertuang secara tertulis, tapi masyarakat atau pangempon pura percaya akan hal itu,” ungkapnya. Biasanya pamedek yang telanjur membawa anak yang belum tanggal gigi sembahyang, maka anak itu akan menangis. Bahkan sampai usai sembahyang terus menangis. Bahkan ada yang yang sampai ngaturang Guru Piduka. Ketika ditanya, katanya anak itu melihat sosok harimau dan orang seram. Bahkan pernah terjadi ada anak yang menghilang, katanya diajak anak-anak lain.
"Ini dresta kami. Apapun yang ada di dresta dan budaya kami, kami masyarakat akan terus menaati," kata Sucipto. Sementara Kepala Seksi (Kasi) Urusan Agama Hindu Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tabanan, I Nyoman Kurniawan, memastikan program tersebut tidak mempengaruhi kegiatan keagamaan maupun kultur kawasan suci Pura Batukau. Program Pura Ramah Anak ini akan menjadi pilot project alias pertama kalinya di Bali dari Kementerian Agama. “Pertama kali di Bali program dari Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI,” ungkap Kurniawan.
Disebutkan program ini akan direalisasikan di tahun 2024. Dan dalam prosesnya nanti untuk mendukung program itu akan dibangun sejumlah fasilitas anak mulai dari wahana anak hingga perpustakaan. 7 des
Komentar