Mengenal Kekereb, Seni Lukis Magis yang Dihidupkan Aksara Modre
MANGUPURA, NusaBali.com - Kain putih yang sering dikibaskan pada saat rangda menari, berlukis figur pecalonarangan, dan tertulis aksara modre yang erat kaitannya dengan sastra kadiatmikan atau ilmu gaib disebut sebagai kekereb.
Kekereb ini bisa dijumpai menutupi arca dan sasuhunan. Bentuk sederhananya juga tampil pada pada upacara-upacara tertentu seperti lelangit (menutupi langit-langit balai adat).
I Made Jaya Jemena, seniman kekereb asal Banjar Puaya, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar sudah belasan tahun menekuni seni lukis tradisional ini.
Kata Jaya, kekereb merupakan simbol historis, kekuatan spiritual, dan taksu sebuah objek yang disakralkan. Dalam tari rangda, kekereb bersifat wajib lantaran merupakan simbol dari kekuatan rangda.
"Komponen kekereb itu ada objek utama entah itu berupa Acintya, tokoh pecalonarangan seperti Garuda Mas misalnya, ada aksara modre-nya, dan pelengkap objek awan atau api," beber Jaya.
Di sela penjurian lomba kekereb di Puspem Badung pada Sabtu (28/10/2023), Jaya menuturkan, pembuatan kekereb memakai cara lukis khusus. Di mana, pewarnaannya menerapkan teknik kering.
Secara tradisional, kekereb dilukis di atas kain berwarna netral, paling lumrah berwarna putih. Kekereb tradisi menggunakan satu warna saja yakni hitam, sama seperti lukisan tradisi di Desa Batuan.
Seniman kekereb yang mempertahankan tradisi biasanya tidak memakai kuas jadi. Kuas yang dipakai dibuat dari bambu khusus untuk membuat tali yang cenderung elastis.
Ujung dari bambu itu ditumbuk hingga halus dan memunculkan serat bambu selayaknya bulu kuas. Kuas dari bambu ini memiliki keunggulan yang mampu menanamkan warna ke pori-pori kain.
"Tinta yang digunakan itu tinta Cina atau cat akrilik untuk lukisan-lukisan dengan teknik pewarnaan kering," ujar Jaya yang juga Kepala Program Studi Seni Rupa di SMKN 1 Sukawati.
Kekereb yang berupa lukisan ini masih bernilai seni saja. Belum memiliki 'nyawa' yang menghidupkannya. Nyawa dari kekereb itu ada pada aksara modre yang direka sulinggih.
Meski sudah belasan tahun menekuni seni lukis kekereb dan sudah membuatkan kekereb untuk berbagai pura, pragina (penari), dan lainnya, Jaya belum berani mendalami aksara modre. Penentuan aksara ini ia serahkan kepada sulinggih.
"Hanya beliau sulinggih saja yang tahu bagaimana menghidupkan dan mematikan aksara. Ketika kekereb itu di-finishing oleh sulinggih maka saat itu lah kekereb itu mataksu," imbuh Jaya.
Aksara modre yang dipakai lumrahnya berupa aksara pangider atau aksara suci Nawa Dewata. Ada pula diambil dari sastra tertentu untuk menanamkan energi pada kekereb.
Kata Jaya, jangan coba-coba mempelajari atau mendalami aksara modre kalau belum siap baik fisik maupun mental. Aksara ini tidak untuk dipelajari semua orang terutama yang 'belum bersih'.
Meski begitu, mempelajari kekereb itu sangat perlu sebagai salah satu seni lukis klasik yang harus dilestarikan. Dari penjurian yang ia lakukan, sudah ada potensi dalam peserta lomba. Hanya saja, masih kurang pemahaman.
Sebab, ada peserta lomba yang melukis kekereb berfigur pewayangan seperti Anoman. Ini tidak bisa dikategorikan sebagai kekereb melainkan masuk dalam jenis kober (bendera). Apalagi, tidak ada aksara yang dicantumkan.
Selain itu, ada pula peserta yang melukis kekereb dengan komponen yang lengkap namun aksaranya tertutupi lukisan latar yang ramai. Kekereb harus menonjolkan keutamaan figur utama dan aksara. Secara tradisional, tidak diperlukan gambar latar.
Untuk menambah dekorasi bisa memakai objek awan atau api yang proporsional dan jadi bagian yang menyatu dengan figur utama, bukan sebagai latar. Awan dan api ini simbol penyebar energi dari kekereb. *rat
I Made Jaya Jemena, seniman kekereb asal Banjar Puaya, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Gianyar sudah belasan tahun menekuni seni lukis tradisional ini.
Kata Jaya, kekereb merupakan simbol historis, kekuatan spiritual, dan taksu sebuah objek yang disakralkan. Dalam tari rangda, kekereb bersifat wajib lantaran merupakan simbol dari kekuatan rangda.
"Komponen kekereb itu ada objek utama entah itu berupa Acintya, tokoh pecalonarangan seperti Garuda Mas misalnya, ada aksara modre-nya, dan pelengkap objek awan atau api," beber Jaya.
Di sela penjurian lomba kekereb di Puspem Badung pada Sabtu (28/10/2023), Jaya menuturkan, pembuatan kekereb memakai cara lukis khusus. Di mana, pewarnaannya menerapkan teknik kering.
Secara tradisional, kekereb dilukis di atas kain berwarna netral, paling lumrah berwarna putih. Kekereb tradisi menggunakan satu warna saja yakni hitam, sama seperti lukisan tradisi di Desa Batuan.
Seniman kekereb yang mempertahankan tradisi biasanya tidak memakai kuas jadi. Kuas yang dipakai dibuat dari bambu khusus untuk membuat tali yang cenderung elastis.
Ujung dari bambu itu ditumbuk hingga halus dan memunculkan serat bambu selayaknya bulu kuas. Kuas dari bambu ini memiliki keunggulan yang mampu menanamkan warna ke pori-pori kain.
"Tinta yang digunakan itu tinta Cina atau cat akrilik untuk lukisan-lukisan dengan teknik pewarnaan kering," ujar Jaya yang juga Kepala Program Studi Seni Rupa di SMKN 1 Sukawati.
Kekereb yang berupa lukisan ini masih bernilai seni saja. Belum memiliki 'nyawa' yang menghidupkannya. Nyawa dari kekereb itu ada pada aksara modre yang direka sulinggih.
Meski sudah belasan tahun menekuni seni lukis kekereb dan sudah membuatkan kekereb untuk berbagai pura, pragina (penari), dan lainnya, Jaya belum berani mendalami aksara modre. Penentuan aksara ini ia serahkan kepada sulinggih.
"Hanya beliau sulinggih saja yang tahu bagaimana menghidupkan dan mematikan aksara. Ketika kekereb itu di-finishing oleh sulinggih maka saat itu lah kekereb itu mataksu," imbuh Jaya.
Aksara modre yang dipakai lumrahnya berupa aksara pangider atau aksara suci Nawa Dewata. Ada pula diambil dari sastra tertentu untuk menanamkan energi pada kekereb.
Kata Jaya, jangan coba-coba mempelajari atau mendalami aksara modre kalau belum siap baik fisik maupun mental. Aksara ini tidak untuk dipelajari semua orang terutama yang 'belum bersih'.
Meski begitu, mempelajari kekereb itu sangat perlu sebagai salah satu seni lukis klasik yang harus dilestarikan. Dari penjurian yang ia lakukan, sudah ada potensi dalam peserta lomba. Hanya saja, masih kurang pemahaman.
Sebab, ada peserta lomba yang melukis kekereb berfigur pewayangan seperti Anoman. Ini tidak bisa dikategorikan sebagai kekereb melainkan masuk dalam jenis kober (bendera). Apalagi, tidak ada aksara yang dicantumkan.
Selain itu, ada pula peserta yang melukis kekereb dengan komponen yang lengkap namun aksaranya tertutupi lukisan latar yang ramai. Kekereb harus menonjolkan keutamaan figur utama dan aksara. Secara tradisional, tidak diperlukan gambar latar.
Untuk menambah dekorasi bisa memakai objek awan atau api yang proporsional dan jadi bagian yang menyatu dengan figur utama, bukan sebagai latar. Awan dan api ini simbol penyebar energi dari kekereb. *rat
Komentar