Anak Muda Bali Mulai Suka Kunjungi Museum, Perlu Tata Kelola Modern
MANGUPURA, NusaBali.com - Museum memiliki kesan kaku dan tidak menarik bagi kalangan muda. Namun, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali mengklaim anak muda Bali kini sudah mulai suka mengunjungi museum berkat dua program andalan.
Program 'Belajar di Museum' dan 'Museum Keliling' dinilai mampu mendorong kunjungan anak muda pelesiran ke museum. Dua program ini menyasar kalangan pelajar dan sekolah-sekolah di penjuru Pulau Dewata sejak 2021.
"Sekarang sudah mulai anak-anak muda dan pelajar itu berkunjung ke Museum Bali dan Museum Perjuangan Rakyat Bali (MPRB) Bajra Sandhi," ujar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha, Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali.
Di sela menghadiri pameran museum digital yang digelar Konsulat Jenderal Australia di Kecamatan Kuta, Badung pada Senin (30/10/2023), Prof Sugiartha menjelaskan dua program permuseuman ini memberikan dampak signifikan pada kunjungan ke museum pemerintah.
Jika digabung, jumlah kunjungan ke Museum Bali dan MPRB Bajra Sandhi dari kalangan muda rata-rata sebanyak 400 orang per hari. Untuk itu, perlu pula didorong manajemen museum yang lebih modern.
Prof Sugiartha yang juga mantan Rektor ISI Denpasar ini tengah menggagas langkah-langkah yang bisa menyedot lebih banyak kawula muda ke museum. Belajar dari museum digital yang dipamerkan Australia, ia berencana membuat hal serupa di dua museum pemerintah ini.
"Pameran museum 3D atau immersive museum ini tampilannya lebih menarik bagi anak-anak muda untuk belajar sejarah. Di Museum Nasional itu ada seperti ini dan bisa menaikkan kunjungan 200 persen," jelas birokrat dan akademisi kelahiran Tabanan.
Di Bali, Prof Sugiartha juga berencana menghadirkan museum imersif yang bisa memberikan pengalaman bagi pengunjung terasa berada di alam yang berbeda sesuai proyeksi imersifnya.
Satu ruangan di Museum Bali diancar-ancar sebagai museum imersif di mana anak muda bisa belajar sejarah Bali. Dengan proyeksi imersif, pengunjung seakan-akan langsung merasakan suasana Bali di zaman berbeda.
"Ini masih rencana karena biayanya itu tinggi. Sedang kami hitung-hitung dulu. (Realisasi) dalam waktu cepat tidak mungkin, yang penting ide dulu ada," tegas Prof Sugiartha.
Perkembangan manajemen museum semacam ini tidak bisa dipungkiri. Untuk itu, cepat atau lambat, museum pemerintah juga bakal menambah ruang imersif untuk belajar sejarah dengan lebih menarik dan modern.
Sebab, museum yang dikelola Pemerintah Provinsi Bali masih tradisional. Menggunakan objek yang dipajang secara konvensional. Hal ini tidak memberikan kesan menarik dan unik setiap orang berkunjung ke museum.
Virda Arissma, 12, pelajar SD Nomor 1 Jimbaran menuturkan, penggunaan media imersif ini membuat pengalaman bermuseum menjadi lebih seru.
"Menyenangkan dan seru," kata Virda usai menjajal museum imersif berkonten kisah leluhur suku-suku Aborigin Australia di Kuta. Ia juga menantikan, sejarah Bali bisa ditampilkan dengan cara serupa.
Namun, kata Virda, museum imersif ini menihilkan pengalaman organik bermuseum sebab tidak ada objek yang bisa disentuh. Bagi Virda, perpaduan pengalaman digital dan organik sangat penting ketika belajar di museum. *rat
"Sekarang sudah mulai anak-anak muda dan pelajar itu berkunjung ke Museum Bali dan Museum Perjuangan Rakyat Bali (MPRB) Bajra Sandhi," ujar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha, Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali.
Di sela menghadiri pameran museum digital yang digelar Konsulat Jenderal Australia di Kecamatan Kuta, Badung pada Senin (30/10/2023), Prof Sugiartha menjelaskan dua program permuseuman ini memberikan dampak signifikan pada kunjungan ke museum pemerintah.
Jika digabung, jumlah kunjungan ke Museum Bali dan MPRB Bajra Sandhi dari kalangan muda rata-rata sebanyak 400 orang per hari. Untuk itu, perlu pula didorong manajemen museum yang lebih modern.
Prof Sugiartha yang juga mantan Rektor ISI Denpasar ini tengah menggagas langkah-langkah yang bisa menyedot lebih banyak kawula muda ke museum. Belajar dari museum digital yang dipamerkan Australia, ia berencana membuat hal serupa di dua museum pemerintah ini.
"Pameran museum 3D atau immersive museum ini tampilannya lebih menarik bagi anak-anak muda untuk belajar sejarah. Di Museum Nasional itu ada seperti ini dan bisa menaikkan kunjungan 200 persen," jelas birokrat dan akademisi kelahiran Tabanan.
Di Bali, Prof Sugiartha juga berencana menghadirkan museum imersif yang bisa memberikan pengalaman bagi pengunjung terasa berada di alam yang berbeda sesuai proyeksi imersifnya.
Satu ruangan di Museum Bali diancar-ancar sebagai museum imersif di mana anak muda bisa belajar sejarah Bali. Dengan proyeksi imersif, pengunjung seakan-akan langsung merasakan suasana Bali di zaman berbeda.
"Ini masih rencana karena biayanya itu tinggi. Sedang kami hitung-hitung dulu. (Realisasi) dalam waktu cepat tidak mungkin, yang penting ide dulu ada," tegas Prof Sugiartha.
Perkembangan manajemen museum semacam ini tidak bisa dipungkiri. Untuk itu, cepat atau lambat, museum pemerintah juga bakal menambah ruang imersif untuk belajar sejarah dengan lebih menarik dan modern.
Sebab, museum yang dikelola Pemerintah Provinsi Bali masih tradisional. Menggunakan objek yang dipajang secara konvensional. Hal ini tidak memberikan kesan menarik dan unik setiap orang berkunjung ke museum.
Virda Arissma, 12, pelajar SD Nomor 1 Jimbaran menuturkan, penggunaan media imersif ini membuat pengalaman bermuseum menjadi lebih seru.
"Menyenangkan dan seru," kata Virda usai menjajal museum imersif berkonten kisah leluhur suku-suku Aborigin Australia di Kuta. Ia juga menantikan, sejarah Bali bisa ditampilkan dengan cara serupa.
Namun, kata Virda, museum imersif ini menihilkan pengalaman organik bermuseum sebab tidak ada objek yang bisa disentuh. Bagi Virda, perpaduan pengalaman digital dan organik sangat penting ketika belajar di museum. *rat
1
Komentar