KPPAD: Ada Dugaan Tak Cocok Pilihan Sekolah
Terkait Pelajar Lompat dari Jembatan di Gianyar
GIANYAR, NusaBali - I Putu AMG,15, pelajar diduga lompat dari atas Jembatan Tukad Cangkir, Gianyar, Rabu (1/11) diduga ada ketidakcocokkan pilihan sekolah, karena bukan pilihannya.
Putu setelah lulus SMP, sebenarnya punya keinginan melanjutkan di SMK, sesuai minatnya di bidang teknologi informasi (TI), namun akhirnya dia bersekolah di sekolah SMA.
Ketidaknyamanan Putu selama 2 tahun terakhir itu terungkap saat Komisioner Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Bali, Ir I Made Ariyasa berkunjung ke sekolahnya di Gianyar, Kamis (2/11) pagi. Dari perbincangan selama kurang lebih 2 jam, Ariasa memprediksi ada latar belakang ketidakcocokkan pilihan sekolah sebagai indikasi motif bunuh diri almarhum.
"Indikasi ketidakcocokkan sebenarnya sudah tampak saat awal-awal si korban bersekolah. Siswa tersebut ada keinginan sekolah di SMK karena dia menyukai game dan bidang IT. Tetapi diduga ada harapan orangtua agar korban sekolah sesuai zonasi, sehingga si anak seperti terpaksa sekolah di SMA," ungkap Ariyasa usai pertemuan.
Dijelaskannya, pertemuan koordinasi dan klarifikasi kasus siswa bunuh diri kemarin dihadiri oleh kepala sekolah (Kasek) serta jajaran guru wali dn BK bersama Ketua Komite, serta ada Ketua UPTD PPA Kabupaten Gianyar. Oleh karena sejak awal merasa tidak nyaman, Putu hingga duduk di kelas XI pun serasa enggan mengikuti proses belajar. Putu sering absen, otomatis ketinggalan dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah. Kondisi ini membuatnya merasa seperti di-bully. "Seperti beberapa chat yang beredar di media sosial, si anak sebenarnya sudah mulai menunjukkan tanda-tanda yang mencurigakan, mengarah pada potensi tindak kekerasan terhadap anak karena permasalahan psikologis yang tidak terselesaikan dengan benar, tepat dan cepat sampai akhirnya peristiwa bunuh diri kemarin mulai mengungkap indikasi latar belakang terjadinya kasus kekerasan tersebut," bebernya.
Atas kondisi ini, menurut Ariyasa harus dicarikan solusi yang tepat oleh stakeholder terkait. Apalagi kasus pelajar bunuh diri relatif sering terjadi di Bali. Bahkan sudah berulang kali, ada siswa SMP maupun SD. "Percobaan bunuh diri yang akhirnya selamat juga pernah terjadi. Atas dasar tersebut, KPPAD Provinsi Bali dengan tegas meminta semua pihak betul-betul mengambil hikmah atas pengalaman ini. Kami sangat berharap semua pihak terutama orangtua agar menjadikan pengalaman ini untuk lebih mendengar pendapat dan pertimbangan anak, salah satunya menentukan sekolah dan masa depan pendidikan si Anak. Jangan memaksakan keinginan orangtua karena pasti akan menjadi beban dan ketidaknyamanan proses pendidikannya," ujar Ariyasa.
Selain itu pihak satuan pendidikan atau sekolah juga perlu menguatkan kembali perhatiannya terkait dengan upaya-upaya pencegahan. KPPAD Bali sekaligus mengajak semua warga pendidikan mulai dari pimpinan dan guru, para siswa dan orang tua serta komite untuk menjadikan Permendikbudristek RI no 46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan sebagai payung hukum dan dasar melakukan tindakan ke depannya menyikapi berbagai fenomena mental dan karakter pergaulan Anak-anak saat ini dalam dunia pendidikan.
"Salah satu tindak lanjutnya membentuk TPPK (Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan) di satuan pendidikan yang diperkuat dengan pengetahuan, wawasan dan pengalaman ditunjang Aturan dan SOP pelaksanaan kedepannya," jelasnya. Seperti diberitakan mayat seorang pelajar SMA berinisial I Putu AMG, 15, ditemukan meringkuk di bawah jembatan Tukad Cangkir, wilayah Kelurahan/Kecamatan Gianyar, Rabu (1/11) pukul 08.30 Wita. Pelajar sebuah SMA negeri di Gianyar ini diduga jatuh dari ketinggian sekitar 30 meter dari atas jembatan. Sebelum peristiwa ini terjadi diketahui korban sempat membuat status mencurigakan di aplikasi WhatsApp-nya, seperti ‘jumping off the bridge’, ‘my death is up to interpretation’. 7 nvi
Ketidaknyamanan Putu selama 2 tahun terakhir itu terungkap saat Komisioner Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Bali, Ir I Made Ariyasa berkunjung ke sekolahnya di Gianyar, Kamis (2/11) pagi. Dari perbincangan selama kurang lebih 2 jam, Ariasa memprediksi ada latar belakang ketidakcocokkan pilihan sekolah sebagai indikasi motif bunuh diri almarhum.
"Indikasi ketidakcocokkan sebenarnya sudah tampak saat awal-awal si korban bersekolah. Siswa tersebut ada keinginan sekolah di SMK karena dia menyukai game dan bidang IT. Tetapi diduga ada harapan orangtua agar korban sekolah sesuai zonasi, sehingga si anak seperti terpaksa sekolah di SMA," ungkap Ariyasa usai pertemuan.
Dijelaskannya, pertemuan koordinasi dan klarifikasi kasus siswa bunuh diri kemarin dihadiri oleh kepala sekolah (Kasek) serta jajaran guru wali dn BK bersama Ketua Komite, serta ada Ketua UPTD PPA Kabupaten Gianyar. Oleh karena sejak awal merasa tidak nyaman, Putu hingga duduk di kelas XI pun serasa enggan mengikuti proses belajar. Putu sering absen, otomatis ketinggalan dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah. Kondisi ini membuatnya merasa seperti di-bully. "Seperti beberapa chat yang beredar di media sosial, si anak sebenarnya sudah mulai menunjukkan tanda-tanda yang mencurigakan, mengarah pada potensi tindak kekerasan terhadap anak karena permasalahan psikologis yang tidak terselesaikan dengan benar, tepat dan cepat sampai akhirnya peristiwa bunuh diri kemarin mulai mengungkap indikasi latar belakang terjadinya kasus kekerasan tersebut," bebernya.
Atas kondisi ini, menurut Ariyasa harus dicarikan solusi yang tepat oleh stakeholder terkait. Apalagi kasus pelajar bunuh diri relatif sering terjadi di Bali. Bahkan sudah berulang kali, ada siswa SMP maupun SD. "Percobaan bunuh diri yang akhirnya selamat juga pernah terjadi. Atas dasar tersebut, KPPAD Provinsi Bali dengan tegas meminta semua pihak betul-betul mengambil hikmah atas pengalaman ini. Kami sangat berharap semua pihak terutama orangtua agar menjadikan pengalaman ini untuk lebih mendengar pendapat dan pertimbangan anak, salah satunya menentukan sekolah dan masa depan pendidikan si Anak. Jangan memaksakan keinginan orangtua karena pasti akan menjadi beban dan ketidaknyamanan proses pendidikannya," ujar Ariyasa.
Selain itu pihak satuan pendidikan atau sekolah juga perlu menguatkan kembali perhatiannya terkait dengan upaya-upaya pencegahan. KPPAD Bali sekaligus mengajak semua warga pendidikan mulai dari pimpinan dan guru, para siswa dan orang tua serta komite untuk menjadikan Permendikbudristek RI no 46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan sebagai payung hukum dan dasar melakukan tindakan ke depannya menyikapi berbagai fenomena mental dan karakter pergaulan Anak-anak saat ini dalam dunia pendidikan.
"Salah satu tindak lanjutnya membentuk TPPK (Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan) di satuan pendidikan yang diperkuat dengan pengetahuan, wawasan dan pengalaman ditunjang Aturan dan SOP pelaksanaan kedepannya," jelasnya. Seperti diberitakan mayat seorang pelajar SMA berinisial I Putu AMG, 15, ditemukan meringkuk di bawah jembatan Tukad Cangkir, wilayah Kelurahan/Kecamatan Gianyar, Rabu (1/11) pukul 08.30 Wita. Pelajar sebuah SMA negeri di Gianyar ini diduga jatuh dari ketinggian sekitar 30 meter dari atas jembatan. Sebelum peristiwa ini terjadi diketahui korban sempat membuat status mencurigakan di aplikasi WhatsApp-nya, seperti ‘jumping off the bridge’, ‘my death is up to interpretation’. 7 nvi
1
Komentar