Terdakwa e-KTP Menyesal
Tak bisa hindari intervensi DPR dan Sekjen Kemendagri
JAKARTA, NusaBali
Terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik ( e-KTP), Irman, merasa menyesal karena tak bisa menghindar saat mendapat intervensi saat menjalankan proyek mengenai data kependudukan itu.
Hal itu dikatakan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil tersebut saat menyampaikan nota pembelaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (12/7).
"Bahwa saya sangat menyesal atas ketidakmampuan saya menolak intervensi dari beberapa pihak yang mengganggu program e-KTP, yang mencemari niat baik saya," ujar Irman, saat membacakan pleidoi seperti dilansir kompas.
Menurut Irman, salah satu pihak yang melakukan intervensi dalam proyek e-KTP adalah Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini.
Dalam persidangan pemeriksaan terdakwa beberapa waktu lalu, Irman mengatakan, menuntaskan proyek pengadaan e-KTP demi kepentingan nasional adalah cita-citanya.
Namun, dalam perjalananan, ia selalu mendapat tekanan yang luar biasa besar. Irman mengaku mendapatkan intervensi baik dari Sekjen Kemendagri, Diah Anggraini, maupun dari Komisi II DPR RI.
Menurut Irman, hal-hal tersebut yang membuatnya terpaksa mengikuti arahan untuk melanggar aturan.
Irman juga memohon pada majelis hakim agar dibebaskan dari hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti. Irman mengklaim telah mengembalikan hasil korupsi ke KPK sesuai dengan jumlah yang diterima.
"Jumlah uang yang saya kembalikan sudah sesuai dengan uang yang saya terima. Saya mohon agar majelis hakim dapat membebaskan saya dari pembayaran uang pengganti," kata Irman.
Dalam surat tuntutan jaksa penuntut umum, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri itu disebut harus mengganti uang sebesar US$273 ribu, Rp2,298 miliar, dan Sin$6 ribu terkait proyek e-KTP. Namun Irman mengaku hanya menerima uang sebesar US$500 ribu.
Uang itu diterima Irman dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dengan rincian masing-masing US$ 300 ribu dan US$ 200 ribu. Uang diterima melalui Sugiharto yang juga sudah berjadi terdakwa. Sementara Andi saat ini masih berstatus tersangka dalam kasus yang sama.
"Saya akui uang tersebut saya terima melalui terdakwa Sugiharto. Namun uang itu sudah saya kembalikan ke rekening KPK pada 8 Februari 2017," katanya dilansir cnnindonesia.
Sementara terkait uang US$200 ribu yang diterima, Irman mengaku hanya mengambil Rp50 juta untuk kepentingan pribadi. Sedangkan sisanya diserahkan pada mantan staf Kemdagri Suciati.
Menurut Irman, uang itu akan digunakan untuk menalangi biaya tim supervisi e-KTP. Kemudian uang itu dikurangkan lagi sebesar Rp1,3 miliar untuk Sekjen Kemdagri Diah Anggraini dan Mendagri Gamawan Fauzi. "Dari keseluruhan itu sisanya terpakai untuk keperluan pribadi Rp50 juta yang telah saya kembalikan ke rekening KPK," tuturnya. *
1
Komentar