Tenun Kubusalah, Berkah Tenun Tradisional untuk Ibu Rumah Tangga
SINGARAJA, NusaBali - Sebanyak 14 orang ibu rumah tangga (IRT) warga Banjar Dinas Kuwum, Desa Ringdikit, Kecamatan Seririt, Buleleng sibuk merangkai benang pada alat tenun.
Hentakan alat tenun sederhana saling berpacu merajut benang menjadi helaian kain. Kelompok Tenun Kubusalah ini sudah berdiri sejak 2018 lalu, menjadi sumber penghasilan tambahan bagi ibu-ibu rumah tangga.
Inisiator pengembangan kelompok tenun Nyoman Sugiartini, 36, mengatakan, awal mula dikembangkannya pertenunan ini untuk mengisi waktu luang ibu rumah tangga di desanya selepas mengerjakan pekerjaan rumah.
Sugiartini pun mengawali tekadnya dengan belajar menenun di Desa Kalianget, Kecamatan Seririt, yang dikenal sebagai salah satu sentra tenun di Buleleng. Ilmu yang didapatkan dari hasil belajarnya kemudian digetoktularkan kepada ibu-ibu yang bergabung dalam kelompok.
“Saya buka kelompok tenun ini biar ada saja kegiatan ibu-ibu di sini. Sambil mengasuh anak bisa nambah penghasilan keluarga,” ucap Sugiartini, Minggu (5/11).
Awalnya hanya ada empat alat tenun, namun kini sudah ada belasan yang dipakai oleh 14 orang penenun. Selain itu juga ada 10 orang tenaga yang bertugas membuat motif jumputan. Hampir lima tahun usahanya berjalan, rata-rata dalam sebulan, Kelompok Tenun Kubusalah dapat memproduksi 100 lembar kain tenun. Ada tiga motif tenun yang diproduksi, yakni tenun sutra dobol, endek mastuli dan endek jumputan. Namun jika ada permintaan khusus pembuatan motif lain, kelompok tenun Kubusalah juga melayani pembuatannya.
Satu lembar kain tenun berukuran 200 centimeter dengan lebar 150 centimeter, rata-rata dikerjakan selama 1 hari. Bahkan yang lebih cepat penenun bisa menghasilkan 1,5 lembar kain tenun dalam sehari. Satu stel kain tenun yang terdiri dari kain lembaran dan selendang produksi Kubusalah laku dengan harga Rp 800 ribu.
“Kami memasarkan ke pasar-pasar tradisional di Kintamani, ada juga yang langsung pesan ke sini. Sementara kami baru bisa buat untuk harga menengah ke atas. Kalau untuk kantoran belum,” kata istri Kepala Dusun (Kadus) Kuwum Desa Ringdikit ini.
Namun ke depannya Sugiartini berencana akan berinovasi dengan membuat kain tenun berbahan benang katun. Sehingga dapat menyentuh pangsa pasar perkantoran untuk seragam endek yang satu lembarnya dapat dibeli dengan harga Rp 300 ribu.
Sejauh ini menggeluti bisnis kriya Sugiartini mengaku hampir tidak mengalami kendala. Hanya soal pasokan benang yang diimpor dari Cina melalui distributor di Klungkung, yang kadang ngadat di musim-musim tertentu. Sehingga harus disiasati dengan rutin berproduksi. “Kalau soal pemasaran dan persaingan tidak ada masalah. Itu tergantung kualitas hasil pekerjaan saja, sejauh ini masih lancar-lancar saja,” tutur Sugiartini. 7k23
Inisiator pengembangan kelompok tenun Nyoman Sugiartini, 36, mengatakan, awal mula dikembangkannya pertenunan ini untuk mengisi waktu luang ibu rumah tangga di desanya selepas mengerjakan pekerjaan rumah.
Sugiartini pun mengawali tekadnya dengan belajar menenun di Desa Kalianget, Kecamatan Seririt, yang dikenal sebagai salah satu sentra tenun di Buleleng. Ilmu yang didapatkan dari hasil belajarnya kemudian digetoktularkan kepada ibu-ibu yang bergabung dalam kelompok.
“Saya buka kelompok tenun ini biar ada saja kegiatan ibu-ibu di sini. Sambil mengasuh anak bisa nambah penghasilan keluarga,” ucap Sugiartini, Minggu (5/11).
Awalnya hanya ada empat alat tenun, namun kini sudah ada belasan yang dipakai oleh 14 orang penenun. Selain itu juga ada 10 orang tenaga yang bertugas membuat motif jumputan. Hampir lima tahun usahanya berjalan, rata-rata dalam sebulan, Kelompok Tenun Kubusalah dapat memproduksi 100 lembar kain tenun. Ada tiga motif tenun yang diproduksi, yakni tenun sutra dobol, endek mastuli dan endek jumputan. Namun jika ada permintaan khusus pembuatan motif lain, kelompok tenun Kubusalah juga melayani pembuatannya.
Satu lembar kain tenun berukuran 200 centimeter dengan lebar 150 centimeter, rata-rata dikerjakan selama 1 hari. Bahkan yang lebih cepat penenun bisa menghasilkan 1,5 lembar kain tenun dalam sehari. Satu stel kain tenun yang terdiri dari kain lembaran dan selendang produksi Kubusalah laku dengan harga Rp 800 ribu.
“Kami memasarkan ke pasar-pasar tradisional di Kintamani, ada juga yang langsung pesan ke sini. Sementara kami baru bisa buat untuk harga menengah ke atas. Kalau untuk kantoran belum,” kata istri Kepala Dusun (Kadus) Kuwum Desa Ringdikit ini.
Namun ke depannya Sugiartini berencana akan berinovasi dengan membuat kain tenun berbahan benang katun. Sehingga dapat menyentuh pangsa pasar perkantoran untuk seragam endek yang satu lembarnya dapat dibeli dengan harga Rp 300 ribu.
Sejauh ini menggeluti bisnis kriya Sugiartini mengaku hampir tidak mengalami kendala. Hanya soal pasokan benang yang diimpor dari Cina melalui distributor di Klungkung, yang kadang ngadat di musim-musim tertentu. Sehingga harus disiasati dengan rutin berproduksi. “Kalau soal pemasaran dan persaingan tidak ada masalah. Itu tergantung kualitas hasil pekerjaan saja, sejauh ini masih lancar-lancar saja,” tutur Sugiartini. 7k23
Komentar