Diduga Duel, 1 Siswa SMP Masuk IGD
GIANYAR, NusaBali - Dua siswa SMP negeri di Kabupaten Gianyar diduga duel hingga salah seorang dari mereka dibawa berobat ke IGD RS Sanjiwani karena mengeluhkan sesak napas.
Perkelahian itu diduga dipicu aksi tak senonoh siswa mencolek pantat siswi yang membuat pacar siswi tersebut melakukan pembelaaan. Pacar siswi itu mencari pelaku hingga terjadi perkelahian.
Komisioner KPPAD Provinsi Bali Ir I Made Ariyasa menaruh perhatian terhadap kenakalan siswa SMP di Gianyar itu. “Saya sudah hubungi kepala sekolahnya dan membenarkan kejadian itu,” ujar Ariyasa, Selasa (7/11). Kejadian itu dianggap sebagai kenakalan remaja dan sudah ditangani oleh pihak sekolah. Berdasarkan keterangan sejumlah siswa yang menyaksikan kejadian itu, diduga bermula dari pelaku nyolek pantat siswi. Pacar siswi yang tak terima atas perlakuan itu langsung mencari pelaku dan akhirnya terjadi perkelahian. "Pelaku yang nyolek siswi ini mungkin kena pukul sehingga dilarikan ke IGD," jelas Ariyasa. Komisioner asal Desa Mas, Kecamatan Ubud ini sangat menyayangkan terjadinya aksi kekerasan di lingkungan sekolah.
Kasus kekerasan di sekolah sudah termasuk bulying. Apalagi sampai terjadi kekerasan fisik dan bahkan merembet menjadi kasus hukum. Menurutnya, kasus kekerasan di beberapa satuan pendidikan diduga kuat dampak sistem zonasi pada penerimaan peserta didik baru (PPDB). Sebelum sistem zonasi ini diterapkan, komposisi siswa berprestasi lebih dominan berdasarkan nilai ujian maupun prestasi non akademik lainnya. Siswa diyakini memiliki tingkat disiplin yang tinggi. Berbanding terbalik ketika diterapkan sistem zonasi, siswa dari beragam latar belakang berbaur dalam satu lingkungan sekolah. "Memang banyak masyarakat dan penggiat pendidikan curiga terhadap sistem zonasi ini," ujarnya.
Sistem zonasi menjadi celah masuk bagi anak-anak yang terlanjur bermasalah sejak SD, tidak disiplin, malas belajar akhirnya berlanjut ke jenjang pendidikan berikutnya. "Sebagai akibatnya, akan ada anak yang kurang disiplin, kurang fokus dan tidak bersemangat dalam proses pembelajaran. Mereka cenderung hanya sekadar sekolah, kadang ada yang sampai membuat komunitas” ungkap Ariyasa. Hal ini harus disikapi dan ditindak lanjuti sesuai aturan yang ada dengan SOP yang tepat agar tidak memunculkan potensi kekerasan lebih lanjut.
Selain faktor proses PPDB, pola asuh pendidikan dalam keluarga maupun pendidikan usia dini dan pendidikan dasar turut berkontribusi terhadap perilaku seorang anak. Menurut Ariyasa, semua pihak wajib meningkatkan perhatian dan penguatan berbagai aspek tentang perlindungan anak, potensi dan dampak kekerasan. Termasuk sanksi hukum sesuai UU agar ada peningkatan pemahaman dan kesadaran untuk bersama lebih bijak dalam bersikap dan bertindak yang berpotensi melanggar UU Perlindungan Anak. 7 nvi
Komisioner KPPAD Provinsi Bali Ir I Made Ariyasa menaruh perhatian terhadap kenakalan siswa SMP di Gianyar itu. “Saya sudah hubungi kepala sekolahnya dan membenarkan kejadian itu,” ujar Ariyasa, Selasa (7/11). Kejadian itu dianggap sebagai kenakalan remaja dan sudah ditangani oleh pihak sekolah. Berdasarkan keterangan sejumlah siswa yang menyaksikan kejadian itu, diduga bermula dari pelaku nyolek pantat siswi. Pacar siswi yang tak terima atas perlakuan itu langsung mencari pelaku dan akhirnya terjadi perkelahian. "Pelaku yang nyolek siswi ini mungkin kena pukul sehingga dilarikan ke IGD," jelas Ariyasa. Komisioner asal Desa Mas, Kecamatan Ubud ini sangat menyayangkan terjadinya aksi kekerasan di lingkungan sekolah.
Kasus kekerasan di sekolah sudah termasuk bulying. Apalagi sampai terjadi kekerasan fisik dan bahkan merembet menjadi kasus hukum. Menurutnya, kasus kekerasan di beberapa satuan pendidikan diduga kuat dampak sistem zonasi pada penerimaan peserta didik baru (PPDB). Sebelum sistem zonasi ini diterapkan, komposisi siswa berprestasi lebih dominan berdasarkan nilai ujian maupun prestasi non akademik lainnya. Siswa diyakini memiliki tingkat disiplin yang tinggi. Berbanding terbalik ketika diterapkan sistem zonasi, siswa dari beragam latar belakang berbaur dalam satu lingkungan sekolah. "Memang banyak masyarakat dan penggiat pendidikan curiga terhadap sistem zonasi ini," ujarnya.
Sistem zonasi menjadi celah masuk bagi anak-anak yang terlanjur bermasalah sejak SD, tidak disiplin, malas belajar akhirnya berlanjut ke jenjang pendidikan berikutnya. "Sebagai akibatnya, akan ada anak yang kurang disiplin, kurang fokus dan tidak bersemangat dalam proses pembelajaran. Mereka cenderung hanya sekadar sekolah, kadang ada yang sampai membuat komunitas” ungkap Ariyasa. Hal ini harus disikapi dan ditindak lanjuti sesuai aturan yang ada dengan SOP yang tepat agar tidak memunculkan potensi kekerasan lebih lanjut.
Selain faktor proses PPDB, pola asuh pendidikan dalam keluarga maupun pendidikan usia dini dan pendidikan dasar turut berkontribusi terhadap perilaku seorang anak. Menurut Ariyasa, semua pihak wajib meningkatkan perhatian dan penguatan berbagai aspek tentang perlindungan anak, potensi dan dampak kekerasan. Termasuk sanksi hukum sesuai UU agar ada peningkatan pemahaman dan kesadaran untuk bersama lebih bijak dalam bersikap dan bertindak yang berpotensi melanggar UU Perlindungan Anak. 7 nvi
1
Komentar