Pemilu Panas di Medsos
Politisi Senayan Ajak Kedepankan Adab saat Bicara Politik
Pengamat politik dari VoxPol, Pangi Syarwi Chaniago menuturkan, di negara lain tidak ada UU ITE. UU tersebut hanya ada di Indonesia
JAKARTA, NusaBali
Menjelang Pemilu 2024 intensitas membicarakan politik semakin tinggi, termasuk di media sosial (medsos). Bahkan, bisa mengarah ke kampanye hitam. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Hermanto menilai mengedepankan adab sangat penting ketika bicara di medsos.
“Relasi antara manusia didasarkan pada adab. Setiap adab, pasti menunjukan perilaku baik dan harus memiliki prinsip keadilan. Jika sudah terikat dengan nilai-nilai dasar itu, pelanggaran-pelanggaran yang terjadi bisa dihindari,” ujar Hermanto saat berbicara di Forum Legislasi bertema ‘Revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik Cegah Kampanye Hitam Pemilu 2024’ di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Selasa (7/11).
Dengan nilai-nilai adab itu, lanjut pria dari Fraksi PKS ini, akan membatasi orang bicara dalam konteks tidak baik. Lantaran dia mengetahui adab yang merupakan nilai dasar yang dianut bangsa Indonesia. Begitu pula dengan etika. Jika etika dipegang dengan baik, tidak akan terjadi hoax, fitnah, menghina dan merendahkan. “Memang kita perlu membangun sebuah motivasi yang kuat untuk mengkonsolidasikan nilai-nilai etik, supaya kalau kita tidak suka terhadap kebijakan atau suatu perilaku, bukan berarti kita menyebarkan kebohongan, hanya gara-gara dia adalah kompetitor dan pesaing kita,” papar Hermanto.
Di sinilah, lanjut Hermanto, harus berbahasa dengan komitmen menjaga NKRI. “Jangan sampai gara-gara emosi kita cepat share informasi-informasi yang sesungguhnya tidak benar. Inilah yang terjadi di masyarakat kita sehingga revisi undang-undang ITE sangat urgent,” terang Hermanto.
Untuk itu, kata dia, UU ITE perlu memberikan penguatan kepada setiap orang supaya bicara nanti pikir-pikir. Apakah konten yang disampaikan ke masyarakat membuat tersinggung atau tidak. Kemudian informasi yang disampaikan apakah benar atau tidak. “Jadi, revisi nanti kita minta pendapat dari publik, pakar dan instansi lain. Kami juga ingin dalami pendapat-pendapat dari masyarakat sehingga rumusan pada UU bisa diterima anak bangsa sehingga kita berkomunikasi betul-betul agar demokrasi lebih produktif, sehat dan tidak hoax,” jelas Hermanto.
Sementara pengamat politik dari VoxPol, Pangi Syarwi Chaniago menuturkan, di negara lain tidak ada UU ITE. UU tersebut hanya ada di Indonesia. “Negara lain sangat menjunjung HAM. Harkat, martabat dan harga diri kehormatan presiden hanya ada di Indonesia. Bahkan, ada rancangan KUHP mau disiapkan sehingga begitu semangatnya menjaga kehormatan, harkat dan martabat presiden,” kata Pangi.
Pangi menilai revisi UU sangat penting, terutama pasal karet. Lantaran pasal karet memang warisan dari kolonial. Selain itu, tidak membawa angin segar terhadap demokrasi Indonesia. “Makanya, kalau demokrasi kita ini dianggap awan hitam atau mendung, memang mendung sebetulnya,” papar Pangi. Jika negara ingin maju, lanjut Pangi, harus ada kebebasan. Salah satunya adalah kebebasan berpendapat. k22
1
Komentar