JPU Sebut Prof Antara Tabuh Genderang Perang
Bacakan Jawaban Eksepsi Kasus Korupsi SPI Unud
"Terdakwa justru telah membangun suatu opini subyektif dan meniup terompet sangkakala serta menabuh genderang perang yang ditujukan kepada sesama civitas akademika Universitas Udayana,"
DENPASAR, NusaBali
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Bali menuding mantan Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof Dr I Nyoman Gde Antara MEng IPU, 59, menggiring opini dan menabuh genderang perang dalam kasus dugaan korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) mahasiswa baru Unud jalur mandiri tahun 2018 sampai dengan tahun 2022.
Hal ini diungkap JPU Dino Kriesmiardi, I Nengah Astawa, Agung Gede Lee Wisnu dalam jawaban atas eksepsi (keberatan atas dakwaan) yang diajukan Prof Antara di Pengadilan Tipikor Denpasar pada Kamis (9/11). Disebutkan Prof Antara menggiring opini publik dalam kasus dugaan korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) kepada persoalan perebutan kekuasaan di internal kampus.
Di hadapan hakim pimpinan Agus Akhyudi, JPU sangat menyayangkan kesempatan yang diberikan kepada terdakwa dan tim penasihat hukum terdakwa untuk mengajukan keberatan atas surat dakwaan. Kesempatan itu tidak dimanfaatkan untuk membuat suatu argumentasi yuridis untuk menunjukkan keberatannya terhadap dakwaan. "Terdakwa justru telah membangun suatu opini subyektif dan meniup terompet sangkakala serta menabuh genderang perang yang ditujukan kepada sesama civitas akademika Universitas Udayana," kata JPU Astawa.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Bali menuding mantan Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof Dr I Nyoman Gde Antara MEng IPU, 59, menggiring opini dan menabuh genderang perang dalam kasus dugaan korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) mahasiswa baru Unud jalur mandiri tahun 2018 sampai dengan tahun 2022.
Hal ini diungkap JPU Dino Kriesmiardi, I Nengah Astawa, Agung Gede Lee Wisnu dalam jawaban atas eksepsi (keberatan atas dakwaan) yang diajukan Prof Antara di Pengadilan Tipikor Denpasar pada Kamis (9/11). Disebutkan Prof Antara menggiring opini publik dalam kasus dugaan korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) kepada persoalan perebutan kekuasaan di internal kampus.
Di hadapan hakim pimpinan Agus Akhyudi, JPU sangat menyayangkan kesempatan yang diberikan kepada terdakwa dan tim penasihat hukum terdakwa untuk mengajukan keberatan atas surat dakwaan. Kesempatan itu tidak dimanfaatkan untuk membuat suatu argumentasi yuridis untuk menunjukkan keberatannya terhadap dakwaan. "Terdakwa justru telah membangun suatu opini subyektif dan meniup terompet sangkakala serta menabuh genderang perang yang ditujukan kepada sesama civitas akademika Universitas Udayana," kata JPU Astawa.
Dengan sinisme, terdakwa telah memberikan sinyal bagi pejabat Unud yang dimulai ambisius menjadi orang nomor satu di Universitas Udayana, dan telah berperan besar ikut melakukan rekayasa kasus terdakwa dan mengiring agar terdakwa ditahan dan diadili dalam perkara a quo.
"Terdakwa telah menggiring perkara yang sedang didakwakan kepadanya ke ranah perebutan kekuasaan dengan mendiskreditkan koleganya sendiri yang dinilai memiliki ambisi besar untuk merebut jabatan Rektor Universitas Udayana sebelum waktunya karena apabila menunggu sampai tahun 2025 maka para ambisius tersebut terbentur persyaratan batas umur maksimal 60 tahun," katanya.
Sangatlah disayangkan penilaian subyektif terdakwa Prof. Antara tersebut ditujukan kepada orang-orang yang seharusnya menjadi harapan dan tumpuan terdakwa untuk memberikan dukungan positif dalam menghadapi perkara yang menimpanya tersebut.
JPU menjelaskan terdakwa dan tim penasihat hukum terdakwa telah membangun suatu opini sesat yang didasarkan atas penilaian subyektif terdakwa sendiri dalam upaya untuk membangun dukungan masyarakat umum bahwa terdakwa adalah korban dari tekanan dan perebutan kekuasaan.
Opini yang tidak mendasar tersebut, beber JPU, bukan hanya dituangkan dan disampaikan di ruang persidangan yang mulai PN Denpasar, namun juga telah disebar di dunia maya, sehingga menimbulkan kegaduhan dan biasanya substansi permasalahan yang dihadapi Terdakwa Prof Antara.
JPU mengatakan perbedaan sudut pandang yang terjadi antara Penuntut Umum dengan Terdakwa maupun tim penasihat hukum terdakwa, seharusnya dikemukakan dalam forum persidangan, bukan membentuk opini tak berkesudahan di media sosial. Karena itu, JPU meminta majelis hakim menolak eksepsi yang diajukan oleh Terdakwa Prof Antara dan juga tim kuasa hukum untuk seluruhnya.
Dalam eksepsi sebelumnya, Prof Antara mengaku menjadi korban ketidakadilan dan rekayasa dalam kasus dugaan korupsi Dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) seleksi jalur mandiri Universitas Udayana (Unud) tahun 2018-2022.
Akademisi asal Gulingan, Mengwi, Badung mengungkapkan perasaannya didudukkan sebagai terdakwa. “Perkenankanlah saya mengungkapkan penderitaan saya sebagai korban ketidakadilan dan korban di penjara atas suatu perbuatan yang bukan merupakan suatu tindak pidana. Dan merupakan rekayasa dari oknum-oknum tertentu,” ujar Prof Antara diawal eksepsi. 7 rez, ant
1
Komentar