Jaga Netralitas, Pemerintah Diingatkan Tak Memihak
JAKARTA, NusaBali - Pemilu Serentak yang akan digelar 14 Februari 2024 mendatang tinggal hitungan hari. Anggota Fraksi PPP DPR RI, Ahmad Baidowi mengatakan, agar tidak terjadi hiruk pikuk yang berujung pada kerusuhan, chaos dan panas perlu diantisipasi. Salah satunya, pemerintah dan aparat tidak berpihak kepada calon tertentu.
“Pertama, kita melihat komitmen pemerintah dan aparat negara. Jika mereka berpihak, maka akan terjadi perlawanan dari rakyat. Alhamdulillah, kita sudah melihat Presiden Jokowi mengundang tiga capres makan siang. Beliau mengatakan, akan netral,” ujar Baidowi dalam Dialektika Demokrasi bertema ‘Bersama Menjaga Kondusifitas Jelang Pemilu’ di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (9/11).
Baidowi percaya, Presiden Jokowi adalah sosok negarawan. Lantaran dalam berbagai kesempatan, Presiden Jokowi mewanti-wanti itu. Oleh karenanya, jangan sampai ada penggunaan struktur negara maupun aparatur negara guna memenangkan calon tertentu. “Kalau itu digunakan akan chaos. Kasihan demokrasi yang sudah kita usung sangat maju, dirusak karena hasrat kekuasaan,” tegas Baidowi.
Baidowi menyatakan, masyarakat telah dikagetkan oleh putusan MK (Mahkamah Konstitusi) sehingga putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka bisa maju menjadi cawapres. Publik pun protes, tetapi dilakukan dengan cara beradab. Kata Baidowi, masyarakat melakukannya melalui medsos dan demo di jalanan, tetapi tidak anarkis. “Kami berharap kondisi ini terus terjaga, karena kita diberi ruang melakukan kritik dan semacamnya untuk mengkritisi putusan MK yang berakibat majunya Gibran menjadi cawapres. Protes dan kritik masih berjalan sampai sekarang, tetapi jangan dianggap sebagai upaya pencegahan,” papar Baidowi.
Baidowi menegaskan, kunci agar Pemilu 2024 kondusif adalah bagaimana pemerintah yang memiliki alat negara dan infrastuktur negara tidak digunakan untuk kepentingan calon tertentu. “Kalau kami dari pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD sudah teruji berkali-kali ikut Pemilu, tidak kagetan. Kalau kalah biasa, menang Alhamdullilah,” papar pria yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini.
Untuk itu, kata Baidowi, saat ini jangan hanya peserta pemilu dituntut riang gembira. Melainkan, penyelenggara pemilu dan pemerintah juga harus bersifat tidak memihak salah satu calon. Mereka harus memperlakukan semua peserta pemilu dengan adil serta sesuai perundang-undangan.
Sementara pengamat politik Ujang Komarudin mengatakan, guna menjaga kondusifitas pemilu ada beberapa variabel. Pertama, regulasi atau aturan main. Dia pun, mengkritisi gugatan yang masuk ke MK. Seharusnya, lanjut Ujang, terkait pemilu jangan masuk ketika tahapan sedang berjalan.
Contohnya, soal batasan usia maksimum capres 70 tahun. “Kalau itu dikabulkan, maka akan repot. Jadi, sejatinya kalau kompetisi ingin berjalan dengan aman, damai, tanpa konflik atau keributan, maka regulasi menjadi penting,” jelas Ujang.
Kedua, ada kesadaran elit politik. Ujang mencontohkan, biasanya ketum parpol tanda tangan pakta integritas seperti anti penebaran hoax dan lainnya.
Namun, itu tidak diimbangi dengan langkah nyata. Padahal, hal tersebut sangat penting. Untuk itu, harus ada kesadaran elit politik dengan melakukan langkah nyata setelah meneken pakta integritas. Ketiga, untuk menjaga agar pemilu kondusif adalah pemerintah dan aparat harus berdiri di atas semua golongan. Tidak condong ke A atau ke B. Presiden juga harus netral dan berada di tengah-tengah serta menjunjung nilai-nilai serta simbol negara. “Kalau misalnya nanti memihak akan memicu konflik dan demokrasi ke depan,” terang Ujang. k22
Komentar