Garap ‘Gebug Ende’ untuk Akhiri Kemarau Panjang
SMPN 4 Denpasar Ramaikan Lomba Balaganjur HUT Mangupura
DENPASAR, NusaBali - SMP Negeri 4 Denpasar ikut meramaikan lomba balaganjur se-Bali kelompok umur anak-anak serangkaian HUT ke-14 Ibukota Kabupaten Badung, Mangupura.
Spenfour —julukan SMPN 4 Denpasar— bakal menampilkan garapan bertajuk ‘Gebug Ende’ yang terinspirasi dari kondisi kemarau panjang di Bali.
SMP negeri yang terletak di Jalan Gunung Agung, Denpasar Barat ini akan tampil di panggung terbuka Balai Budaya Giri Nata Mandala, Puspem Badung pada Minggu (12/11/2023). Sebanyak 36 siswa dan siswi berbakat Spenfour bakal menantang kontestan lain yang datang dari seluruh Pulau Bali.
Pada Jumat (10/11/2023), siswa Spenfour tumpah ruah ke halaman sekolah menyaksikan puluhan temannya yang tergabung dalam Ekstrakurikuler Tabuh Nila Kemuda tengah berlatih memainkan garapan tabuh yang berbasis tradisi asal Seraya, Karangasem itu.
“Kami mengangkat ‘Gebug Ende’ karena melihat fenomena kekeringan saat ini di Bali. Dengan ini, harapannya bisa turun hujan dan alam Bali kembali normal, gemah ripah lohjinawi,” tutur Pembina Ekstrakurikuler Tabuh Nila Kemuda I Gusti Ngurah Bagus Parisudha, 28, dijumpai di sela latihan.
GebugEnde merupakan tradisi atau ritual memohon hujan yang dilestarikan turun temurun. Garapan tabuh balaganjur Spenfour ini mencoba mengemas ulang sejarah awal tradisi ini dirunut dari ekspansi Kerajaan Karangasem ke Pulau Lombok.
Dikisahkan terjadi pemberontakan di Praya, Kerajaan Selaparang, Lombok. Kerajaan Karangsem mengutus putra raja, AA Ketut Karangasem dan 8.000 prajurit termasuk Laskar Seraya. Laskar Seraya ini dikenal sakti dan kebal sehingga mampu menumpas pemberontakan. Akhirnya, Kerajaan Selaparang menjadi wilayah bawahan Karangasem.
Kemenangan Karangasem dengan kontribusi Laskar Seraya ini diikuti hujan lebat yang begitu dahsyat dan diyakini sebagai wahyu Hyang Widhi. Ketika terjadi kekeringan hebat di Seraya, dilakukan ritual memohon hujan dengan mengulang kisah kemenangan di Praya yang diikuti hujan lebat itu.
Laskar Seraya melakukan ritual dengan memainkan peperangan dengan peranti seadanya. Ritual itu melibatkan komponen untuk ‘ngebug’ atau menggebuk dengan rotan dan ‘ende’ yakni perisai kulit sapi. Semakin banyak darah yang menetes dari tubuh Laskar Seraya saat ritual, semakin deras hujan turun.
“Terinspirasi dari tradisi ini, saya selaku komposer dan koreografer menerjemahkannya ke dalam wirama, wiraga, dan wirasa garapan tabuh balaganjur ini. Properti yang nanti kami tampilkan juga menggambarkan ciri khas tradisi Gebug Ende,” beber Parisudha.
Seniman yang juga pendiri Sanggar Seni Saitana yang bermarkas di Badung ini, menyatakan tema besar yang dilombakan sejatinya kepahlawanan. Namun, dia mencoba melihat perspektif lain yang relevan dengan fenomena saat ini tanpa melepas tema besar itu.
Di satu sisi, tradisi GebugEnde dilihat sebagai ritual memohon hujan yang relevan dengan fenomena alam terkini. Di sisi lain, tradisi ini membawa filosofi dan nilai kepahlawanan dari Laskar Seraya yang berjuang untuk kerajaan dan menyelamatkan rakyat Seraya dari kekeringan hebat.
“Persiapan lomba ini kami kebut selama sebulan sejak awal Oktober lalu. Kami kumpulkan 36 siswa dan siswi berbakat. Sebanyak 21 siswa untuk penabuh, 8 penyandang instrumen, dan sisanya untuk penyandang properti, dan unsur wiraga lainnya,” ujar Parisudha.
Kata seniman kelahiran Petang, Badung, ini dia cukup kesulitan mengumpulkan tim untuk lomba sebab ekstrakurikuler tabuh di Spenfour sempat vakum. Padahal, di era tahun 2011-an, sekolah ini disebut menonjol dalam lomba tabuh di tingkat Kota Denpasar maupun Provinsi Bali.
Dengan lomba balaganjur se-Bali di HUT Mangupura ini, Parisudha ingin kejayaan Spenfour di masa lalu itu bisa dirintis kembali. Hal ini pun diakui oleh Wakil Kepala Bidang Kesiswaan SMPN 4 Denpasar Made Suarjana, 55, ketika dijumpai di sela latihan persiapan lomba pada Jumat kemarin.
Kata Suarjana, pihak sekolah berencana menyeriusi pengembangan ekstrakurikuler khususnya tabuh lantaran Spenfour kerap menonjol di ajang Pekan Seni Pelajar (PSP) Kota Denpasar. Salah satu langkahnya yakni menggandeng Sanggar Seni Saitana untuk mendukung persiapan lomba.
“Di Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) 2024, kami akan menganggarkan untuk melengkapi instrumen tabuh di sekolah. Sehingga anak-anak bisa kami dorong terus untuk mengikuti kegiatan yang diadakan di Denpasar maupun luar kota,” ungkap Suarjana.
Sementara itu, Danu Kumarayana, 14, Ketua Ekstrakurikuler Tabuh Nila Kemuda menyebut, lomba untuk HUT Mangupura ini adalah yang perdana bagi angkatannya. Kata siswa kelas IX ini, 60-an siswa angkatannya dan adik-adik kelasnya di ekstrakurikuler tabuh belum pernah sekali pun mengikuti kompetisi.
“Di angkatan saya dan teman-teman, ini lomba yang pertama kali, sebelumnya belum pernah. Persiapan khusus tentu ada, terutama di koreo dan kekompakan. Harapannya bisa mendapat hasil yang maksimal,” kata Danu, remaja asal Desa Pemecutan Kaja, Denpasar Barat.
Parisudha, selaku pembina, berkomitmen mendorong terus ekstrakurikuler tabuh Spenfour mengikuti lomba. Hal ini untuk mengembalikan nama Spenfour ke kazanah seni tabuh khususnya di Denpasar. Selain itu, juga sebagai usaha pengembangan potensi siswa didik secara berkelanjutan. 7 ol1
Komentar