nusabali

Jadi Pengurus Adat, Ingin Berhenti Kerja Sejak Setahun Terakhir

  • www.nusabali.com-jadi-pengurus-adat-ingin-berhenti-kerja-sejak-setahun-terakhir

I Gusti Kade Sudiasa menjabat sebagai Bendahara Banjar Adat Pancasari, Desa Mendoyo Dauh Tukad, sementara sang istri IGA Putu Nami menjadi anggota Baga Parahyangan bagian Bebantenan

Di Balik Kematian Tragis Pasutri I Gusti Kade Sudiasa-I Gusti Ayu Putu Nami, yang Tewas Ditabrak Mobil


NEGARA, NusaBali
Kematian tragis pasangan suami istri (pasutri) I Gusti Kade Sudiasa, 51, dan I Gusti Ayu Putu Nami, 44, yang tewas ditabrak mobil Gran Max di Jalur Denpasar-Gilimanuk kawasan Banjar Soka Kelod, Desa Antap, Kecamatan Selemadeg Barat, Selasa (11/7) siang, menyisakan cerita pilu. Pasutri buruh bangunan ini sama-sama jadi prajuru adat di Banjar Pancasari, Desa Mendoyo Dauh Tukad, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, hingga kerap harus pulang mendadak dari tempat kosnya di Denpasar. Mereka pun berkali-kali mengutarakan niat untuk berhenti kerja sejak setahun terakhir.

Sang suami, I Gusti Kade Sudiasa, menjabat sebagai Patengen (Bendahara) Banjar Adat Pancasari, Desa Mendoyo Dauh Tukad. Sedangkan istrinya, IGA Putu Nami, menjadi anggota Baga Parahyangan bagian Bebantenan (sarana upakara) Banjar Adat Pancasari. Itu sebabnya, pasutri Kade Sudiasa-IGA Nami selalu aktif mengikuti setiap kegiatan adat di kampungnya, sekalipun mereka tinggal dan bekerja di Denpasar, sebagai buruh bangunan mengikuti kontraktor.

Bahkan, tidak jarang ketika baru sampai di Denpasar, pasutri Kade Sudiasa-IGA Nami langsung pulang kembali ke Banjar Pancasari, Desa Mendoyo Dauh Tukad, begitu mendengar ada kegiatan adat di kampungnya. “Mereka tidak pernah absen kalau ada upacara adat, makanya dijadikan pengurus. Apalagi, mereka memang ulet saat matetulunagan di kegiatan adat. Jadi, sudah biasa bolak-balik Denpasar-Jembrana,” ungkap Kelian Dinas Banjar Pancasari, I Gusti Ngurah Kade Susila Negara, 25, ketika ditemui NusaBali di rumah duka, Banjar Pancasari, Desa Pakraman mendoyo dauh Tukad, Rabu (12/7).

Walaupun tidak ada kegiatan adat maupun keluarga, pasutri Kade Sudiasa-IGA Nami rutin pulang kampung sebulan sekali. Pasutri yang dikaruniai dua anak ini selalu pulang bersama naik motor berboncengan. Mereka rutin pulang untuk mengecek kondisi Gusti Sayu Kade Mastri, 70, bibi dari Kade Sudiasa yang diajak tinggal dalam satu pekarangan rumah. Selain itu, Kade Sudiasa juga menjenguk kakak kandungnya, I Gusti Putu Sudiana, 53, yang buka warung di pekarangan rumahnya.

Pasutri Kade Sudiasa-IGA nami sendiri sudah selama 10 tahun kerja sebagai buruh bangunan. Mereka tinggal di kos-kosan di Gang IV Nomor 5 Jalan Pulau Saelus Desa Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan. Sedangkan dua anak kandung mereka, I Gusti Putu Ngurah Krisna Dwipayana, 27, dan I Gusti Ayu Krisna Dewi, 24, tinggal terpisah.

Si sulung IGP Krisna Dwipayana tinggal satu kos-kosan dengan kedua orangtuanya di Jalan Pulau Saelus Pedungan, Denpasar Selatan. Kesehariannya, pemuda berusia 27 tahun ini bekerja sebagai konsultan properti di kawasan Denpasar. Sedangkan si bungsu IGA Krisna Dewi, tinggal di rumahnya di Banjar Pancasari, Desa Mendoyo Dauh Tukad. Kesehariannya, gadis berusia 24 tahun ini bekerja sebagai guru honor di SDN 2 Pohsanten, Desa Pohsanten, Kecamatan Mendoyo.

“Jadi, kalau pas pulang ke sini (Banjar Pancasari, Desa Mendoyo Dauh Tukad, Red), orantua sama adik (Krisna Dewi). Tapi, kalau di Denpasar, ya orangtua sama saya,” ungkap si sulung Krisna Dwipayana kepada NusaBali di rumah duka, hari itu.

Krisna Dwipayana mengisahkan, sebelum peristiwa maut merenggut nyawa kedua orangtuanya, sama sekali tidak ada firasat apa pun. Tapi, sesaat setelah kecelakaan maut, Selasa siang sekitar pukul 14.30 Wita, justru si bungsu Krisna Dewi melihat ayahnya tergeletak tak bernyawa di lokasi TKP. Kala itu, Krisna Dewi naik mobil bersama teman-temannya hendak lancong ke Denpasar. Sedangkan kedua orangtuanya, berangkat duluan ke Denpasar dari rumahnya di Desa Mendoyo Dauh Tukad, nak motor Kawasaki Blitz nopol DK 3081 WP berboncengan.

Menurut Krisna Dwipayana, saat dalam perjalanan naik mobil, adiknya itu sempat cerita sama teman-temannya bahwa dia lupa minta bekal uang jajan kepada orangtuanya. “Waktu ngobrol masalah itu, temannya sempat bilang, kayanya nanti juga ketemu di Soka. Ternyata benar, Krisna Dewi ketemu orangtua di Soka (TKP kecelakaan di Banjar Soka Kelod, Desa Antap, Kecamatan Selemadeg Barat, Red),” dalam keadaan sudah meninggal,” kenang Krisna Dwipaya.

Begitu kedua orangtuanya tewas lakalantas, Krisna Dwipayana sempat bingung untuk mencari foto ayah dan ibunya. Maklum, dia juga tidak pernah mendokumentasikan  wajah kedua orantuanya di HP. Namun, di tengah kebingunan mencari foto, Krisna Dwipayana secara kebetulan menemukan foto ayah dan ibunya yang diketahui baru dicetak, masing-masing berukuran 4 cm x 3 cm.

Setelah ditelusuri, foto tersebut hendak digunakan pasuktri Kade Sudiasa-IGA Nami untuk mendaftar BPJS. “Seperti sudah dipersiapkan foto ini. Saya sendiri tidak tahu kalau ayah sama ibu ternyata sudah ada mencetak foto terbaru,” katanya.

Krisna Dwipayana memaparkan, selama bertahun-tahun pulang-pergi Jembrana-Denpasar, kedua orangtuanya sempat beberapa kali mengalami kecelakaan lalulintas. Terakhir, lakalantas sekitar 2 tahun lalu, ketika berangkat dari Jembrana menuju Denpasar. Anehnya, kecelakaan kala itu juga terjadi di kawasan Banjar Soka Kelod, Desa Antap. Beruntung, kala itu nyawa mereka selamat.

Karena berulangkali megalami lakalantas selama bolak-balik Jembrana-Denpasar, menurut Krisna Dwipayana, orangtuanya pun sempat mengutarakan keinginannya untuk berhenti kerja di Denpasar. Kenginan berhenti kerja itu beberapakali disampaikan sejak setahun lalu. Namun, karena malu dengan bosnya di Denpasar yang sudah bertahun-tahun mengajaknya bekerja sebagai tukang bangunan, akhirnya niat berhenti kerja itu diurungkan.

Niat berhgentiu kerja diurungkan, pasutri Kade Sudiasa-IGA Nami justru tewas mengenaskan akibat ditabrak mobil di jalan raya. Menurut Krisna Dwipayana, ada satu permintaan keduya orangtuanya yang belum bisa dia penuhi sampai mereka meninggal dunia. Yakni, permintaan agar Krisna Dwipayana segera menikah.

“Kalau calon istri memang sudah ada, dia perempuan asal Denpasar. Orangtua juga sudah tahu calon menantunya, karena pacar saya itu sering saya ajak ke kos di Denpasar. Waktu ditanya-tanya kapan menikah, memang terus saya bilang ‘nanti dulu’. Saya sudah punya rencana untuk menikah setelah tamat kulah setahun lagi,” jelas Krisna Dwipayana yang kini kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Mahasa-raswati Denpasar ini.

Kecelakaan maut yang mertenggut nyawa pasutri Kade Sudiasa-IGA Nami sendiri terjadi Selasa siang pukul 14.30 Wita, di kawasan Banjar Soka Kelod, Desa Antap, Kecamatan Selemadeg Barat. Saat musibah terjadi, koban naik motor Kawasaki Blitz nopol DK 3081 WP berboncengan, melaju dari arah barat (Gilimanuk) dalam perjalanan balik ke Denpasar, setelah pulang kampung karena ada pemakaman jenazah keluaranya yang meninggal.

Setibanya di lokasi TKP kawasan Banjar Soka Kelod, Desa Antap, Kecamatan Selemadeg Barat, motor yang ditunggangi korban berpapasan dengan mobil Daihatsu Gran Max nopol DK 9705 HP, yang melaju kencang dari arah berlawanan (timur). Naas, mobil Grand Max yang dikemudikan I Nengah Yudiartama, 36, sopir asal Banjar Pangkung Liplip, Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Jembrana mengambil haluan terlalu ke kanan hingga melewati as jalan. Walhasil, tabrakan maut pun tak terelakkan. Begitu ditabrak mobil Gran Max, motor korban sempat terseret sejauh 2 meter. Kemudian, pasutri Kade Sudiasa-IGA Putu Nami terpental dalam kondisi luka berat di sekujur tubuhnya, hingga tewas.

Sementara itu, jenzah pasutri Kade Sudiasa-IGA Nami sudah dipulangkan dari BRSUD Tabanan ke rumah duka di Banjar Pancasari, Desa Mendoyo Dauh Tukad, Selasa malam sekitar pukul 19.00 Wita atau berselang 5 jam pasca kematiannya. Hingga Kamis (13/7), jenazah mereka masih disemayamkan di rumah duka.

Renacananya, jenazah pasutri korban tabrak mobil ini akan diabenkan di Setra Desa Pakraman Mendoyo Dauh Tukad pada Soma Pon Ugu, Senin (17/7). Sedangkan ritiual nyiamang layon (memandikan jenazah) akan dilaksanakan pada Radite Paing Pon, Minggu (16/7) lusa. *ode

Komentar