Sejarah Pura Bhuana Shanti di Bandar Lampung, Berawal dari Semangat Mabraya Transmigran Bali
MANGUPURA, NusaBali.com - Pura Bhuana Shanti merupakan salah satu pura yang berdiri kokoh di tengah Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Pura ini berdiri tahun 2009 karena semangat mabraya (gotong-royong) para transmigran dari Bali.
Pura ini terletak di Kelurahan Labuhan Dalam, Kecamatan Tanjung Senang, Kota Bandar Lampung. Pura ini memiliki 287 kepala keluarga yang menjadi pangempon dan sebagian besar berdomisili di Banjar Bhuana Shanti. Banjar ini juga meliputi Kecamatan Way Halim, Kedaton, dan Rajabasa.
Kata Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Lampung, Nyoman Setiawan, 50, Pura Bhuana Shanti setingkat pura kecamatan meskipun istilah wilayah yang dipakai adalah banjar. Di Kota Bandar Lampung sendiri ada tiga banjar lain yang masing-masing memiliki pura.
Tiga banjar itu, dijabarkan Setiawan, adalah Banjar Satria mencakup Kecamatan Panjang, Teluk Betung, dan Kelurahan Garuntang. Kemudian, Banjar Tengah mencakup Kecamatan Tanjung Karang Pusat, Kemiling, dan Kelurahan Pahoman. Serta, Banjar Dharma Satya yang terdiri dari Kecamatan Sukabumi dan sekitarnya.
"Pura ini luasnya antara 2.500-3.000 meter persegi. Pujawalinya pada saat Tumpek Wayang (Saniscara Kliwon Wayang)," tutur Setiawan ketika dijumpai di sela acara Pasamuhan Agung PHDI 2023 di Puspem Badung, Jumat (10/11/2023).
Dilihat ke belakang, pura ini merupakan buah dari semangat mabraya para transmigran Bali pada era 1980-an. Pada kala itu, komunitas suku Bali di Lampung hanya berupa kelompok arisan Suka Duka Kota Bandar Lampung. Kelompok ini dibentuk untuk bergotong-royong saling tolong menolong sesama suku Bali di perantauan.
Di samping itu, juga sebagai obat rindu dengan tanah leluhur sekaligus untuk menyensus jumlah suku Bali di Kota Bandar Lampung. Lambat laun transmigran asal Bali semakin bertambah jumlahnya. Walhasil, Suka Duka Kota Bandar Lampung ini dikelompokkan ke empat wilayah.
Arisan suka duka yang terkelompok ini akhirnya membentuk banjar, salah satunya adalah Banjar Way Halim. Untuk mewadahi aktivitas pembinaan agama dan sosial kebudayaan, didirikan balai banjar dari tanah seluas 800 meter persegi yang dihibahkan Alm I Ketut Narya pada 1999 silam.
Pada tahun 2001, Balai Banjar Way Halim mulai dibangun bertahap mengandalkan dana dari warga dan dermawan. Kemudian, tahun-tahun berikutnya didirikan pura di areal balai banjar yang di kemudian hari bernama Pura Bhuana Shanti.
Pura Bhuana Shanti ini rampung pada tahun 2009. Dengan selesainya pembangunan pura sekaligus sebagai identitas transmigran suku Bali di Banjar Way Halim itu, nama banjar pun diubah menyesuaikan nama pura setelah dilakukan paruman krama banjar.
Meski Pura Bhuana Shanti di-empon oleh krama Banjar Bhuana Shanti, persiapan pujawali biasanya dilakukan lintas banjar. Begitu pula, pura-pura lain di tiga banjar lainnya.
"Pura-pura di Kota Bandar Lampung itu sudah menjadi pusat kegiatan sosial kebudayaan, tidak saja pusat ritual dan keagamaan," imbuh Setiawan yang juga Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Pesisir Barat, Lampung.
Pria yang leluhurnya berasal dari Nusa Lembongan ini menegaskan, suku Bali dan umat Hindu di Lampung kini hidup damai berdampingan dengan suku-suku dan umat agama lain. Rasa persaudaraan dan tolenransi antar 'orang Lampung' ini terus dipupuk dan diperkuat jalinannya. *rat
Kata Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Lampung, Nyoman Setiawan, 50, Pura Bhuana Shanti setingkat pura kecamatan meskipun istilah wilayah yang dipakai adalah banjar. Di Kota Bandar Lampung sendiri ada tiga banjar lain yang masing-masing memiliki pura.
Tiga banjar itu, dijabarkan Setiawan, adalah Banjar Satria mencakup Kecamatan Panjang, Teluk Betung, dan Kelurahan Garuntang. Kemudian, Banjar Tengah mencakup Kecamatan Tanjung Karang Pusat, Kemiling, dan Kelurahan Pahoman. Serta, Banjar Dharma Satya yang terdiri dari Kecamatan Sukabumi dan sekitarnya.
"Pura ini luasnya antara 2.500-3.000 meter persegi. Pujawalinya pada saat Tumpek Wayang (Saniscara Kliwon Wayang)," tutur Setiawan ketika dijumpai di sela acara Pasamuhan Agung PHDI 2023 di Puspem Badung, Jumat (10/11/2023).
Dilihat ke belakang, pura ini merupakan buah dari semangat mabraya para transmigran Bali pada era 1980-an. Pada kala itu, komunitas suku Bali di Lampung hanya berupa kelompok arisan Suka Duka Kota Bandar Lampung. Kelompok ini dibentuk untuk bergotong-royong saling tolong menolong sesama suku Bali di perantauan.
Di samping itu, juga sebagai obat rindu dengan tanah leluhur sekaligus untuk menyensus jumlah suku Bali di Kota Bandar Lampung. Lambat laun transmigran asal Bali semakin bertambah jumlahnya. Walhasil, Suka Duka Kota Bandar Lampung ini dikelompokkan ke empat wilayah.
Arisan suka duka yang terkelompok ini akhirnya membentuk banjar, salah satunya adalah Banjar Way Halim. Untuk mewadahi aktivitas pembinaan agama dan sosial kebudayaan, didirikan balai banjar dari tanah seluas 800 meter persegi yang dihibahkan Alm I Ketut Narya pada 1999 silam.
Pada tahun 2001, Balai Banjar Way Halim mulai dibangun bertahap mengandalkan dana dari warga dan dermawan. Kemudian, tahun-tahun berikutnya didirikan pura di areal balai banjar yang di kemudian hari bernama Pura Bhuana Shanti.
Pura Bhuana Shanti ini rampung pada tahun 2009. Dengan selesainya pembangunan pura sekaligus sebagai identitas transmigran suku Bali di Banjar Way Halim itu, nama banjar pun diubah menyesuaikan nama pura setelah dilakukan paruman krama banjar.
Meski Pura Bhuana Shanti di-empon oleh krama Banjar Bhuana Shanti, persiapan pujawali biasanya dilakukan lintas banjar. Begitu pula, pura-pura lain di tiga banjar lainnya.
"Pura-pura di Kota Bandar Lampung itu sudah menjadi pusat kegiatan sosial kebudayaan, tidak saja pusat ritual dan keagamaan," imbuh Setiawan yang juga Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Pesisir Barat, Lampung.
Pria yang leluhurnya berasal dari Nusa Lembongan ini menegaskan, suku Bali dan umat Hindu di Lampung kini hidup damai berdampingan dengan suku-suku dan umat agama lain. Rasa persaudaraan dan tolenransi antar 'orang Lampung' ini terus dipupuk dan diperkuat jalinannya. *rat
Komentar