ASN Pemprov Wajib Teken Pakta Integritas Netralitas
Paling Lambat 22 November
DENPASAR, NusaBali - Seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) baik PNS dan non PNS di jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali wajib menandatangani pakta integritas netralitas ASN untuk menegaskan netralitas pada perhelatan Pemilu 2024.
Sekeda Provinsi Bali, Dewa Made Indra telah mengeluarkan surat edaran yang mewajibkan seluruh ASN Pemprov Bali menandatangani pakta integritas terkait netralitas ASN pada Pemilu tahun depan.
"Paling lambat tanggal 22 November sudah selesai semuanya," tegas Dewa Indra Sosialisasi Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan non ASN di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali secara daring, Selasa, (14/11). Sekda Dewa Indra sendiri menyatakan dirinya telah menandatangani pakta integritas begitu surat edaran dikeluarkannya. Selain pakta integritas, dia juga meminta Kepala OPD beserta jajaran memimpin pengucapan ikrar paling lambat tanggal 26 November 2023 sudah terekam dalam bentuk video. Ikrar harus diikuti oleh seluruh ASN baik PNS maupun non PNS.
"Kalau tidak hadir sudah indikasi awal dia tidak netral. Begitu juga yang tidak menandatangani Pakta Integritas sudah merupakan indikasi awal dia tidak akan netral," tegasnya. Sekda Dewa Indra dalam sambutan juga menyampaikan pentingnya melakukan sosialisasi terkait netralitas pada Pemilu kepada seluruh ASN dan non ASN yang bekerja di Pemerintah Provinsi Bali. Hal itu mengingat konsekuensi hukum yang dapat ditimbulkan akibat adanya pelanggaran netralitas ASN dan non ASN.
“Risiko yang akan dihadapi apabila melakukan pelanggaran netralitas di era sekarang ini konsekuensi hukumannya sangat berat. Mulai hukuman-hukuman yang bersifat administratif, sampai hukuman pidana. Jadi jangan anggap remeh, bukan sekadar teguran lisan, teguran tertulis, penurunan pangkat, bukan. Bawaslu bisa membawa anda yang melanggar ini ke ranah pidana, artinya penjara," ujarnya. Dewa Indra menjelaskan, Keputusan Bersama Menpan RB, Mendagri, Kepala BKN, Ketua KASN dan Ketua Bawaslu RI, Sekda Dewa Made Indra memberikan mandat kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dalam hal ini Kepala Daerah, bersama pejabat yang berwenang dalam hal ini Sekretaris Daerah, untuk melaksanakan empat hal penting, yakni melaksanakan sosialisasi terkait netralitas ASN dan non ASN, melaksanakan ikrar tentang netralitas, penandatanganan pakta integritas, serta membuat sistem informasi tentang pelanggaran netralitas.
Sementara Ketua Bawaslu Provinsi Bali, Putu Agus Tirta Suguna dalam paparannya menyampaikan kepada seluruh Pimpinan OPD bersama jajarannya, bahwa netralitas ASN dan non ASN pada pelaksanaan Pemilu merupakan satu kewajiban yang harus dipatuhi karena telah diatur Undang-undang (UU).
“Netralitas bagi ASN dan non ASN untuk tidak turut dalam politik praktis seyogyanya telah diatur oleh Undang-undang. Yakni UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, serta Keputusan Bersama Menpan RB, Mendagri, Kepala BKN, Ketua KASN, dan Ketua Bawaslu RI tentang Pedoman Pembinaan Pengawasan Netralitas Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) Dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan,” urai Agus Tirta.
Di tengah-tengah tahapan Pemilu yang sedang berlangsung Agus Tirta berharap kepada semua jajaran ASN dan non ASN untuk tetap menjaga netralitas diri, tetap menjaga dan menahan diri untuk terlibat pada kegiatan politik praktis. Adapun beberapa tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan bagi ASN dan non ASN yang bisa dianggap menjadi pelanggaran kode etik, di antaranya turut dalam pemasangan spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait calon peserta pemilu, sosialisasi/kampanye media sosial/online bakal calon, menghadiri deklarasi/kampanye paslon dan memberikan dukungan secara aktif, membuat postingan pada medsos/ media lain yang dapat diakses publik, foto bersama dengan paslon, timses dan alat peraga parpol, membuat postingan, komentar, share dan like, bergabung dalam grup pemenangan paslon, menjadi pengurus atau anggota parpol, serta kegiatan-kegiatan politik praktis lainnya.
“Setiap ASN yang ikut sebagai pelaksana dan tim kampanye dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta, sesuai bunyi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pasal 494. Mekanisme penanganan pelanggaran netralitas ASN dimulai dengan adanya temuan atau laporan, berikutnya ditindaklanjuti dengan pengkajian serta diakhiri dengan rekomendasi kepada penyidik,” tegas Agus Tirta. 7 cr78
"Paling lambat tanggal 22 November sudah selesai semuanya," tegas Dewa Indra Sosialisasi Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan non ASN di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali secara daring, Selasa, (14/11). Sekda Dewa Indra sendiri menyatakan dirinya telah menandatangani pakta integritas begitu surat edaran dikeluarkannya. Selain pakta integritas, dia juga meminta Kepala OPD beserta jajaran memimpin pengucapan ikrar paling lambat tanggal 26 November 2023 sudah terekam dalam bentuk video. Ikrar harus diikuti oleh seluruh ASN baik PNS maupun non PNS.
"Kalau tidak hadir sudah indikasi awal dia tidak netral. Begitu juga yang tidak menandatangani Pakta Integritas sudah merupakan indikasi awal dia tidak akan netral," tegasnya. Sekda Dewa Indra dalam sambutan juga menyampaikan pentingnya melakukan sosialisasi terkait netralitas pada Pemilu kepada seluruh ASN dan non ASN yang bekerja di Pemerintah Provinsi Bali. Hal itu mengingat konsekuensi hukum yang dapat ditimbulkan akibat adanya pelanggaran netralitas ASN dan non ASN.
“Risiko yang akan dihadapi apabila melakukan pelanggaran netralitas di era sekarang ini konsekuensi hukumannya sangat berat. Mulai hukuman-hukuman yang bersifat administratif, sampai hukuman pidana. Jadi jangan anggap remeh, bukan sekadar teguran lisan, teguran tertulis, penurunan pangkat, bukan. Bawaslu bisa membawa anda yang melanggar ini ke ranah pidana, artinya penjara," ujarnya. Dewa Indra menjelaskan, Keputusan Bersama Menpan RB, Mendagri, Kepala BKN, Ketua KASN dan Ketua Bawaslu RI, Sekda Dewa Made Indra memberikan mandat kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dalam hal ini Kepala Daerah, bersama pejabat yang berwenang dalam hal ini Sekretaris Daerah, untuk melaksanakan empat hal penting, yakni melaksanakan sosialisasi terkait netralitas ASN dan non ASN, melaksanakan ikrar tentang netralitas, penandatanganan pakta integritas, serta membuat sistem informasi tentang pelanggaran netralitas.
Sementara Ketua Bawaslu Provinsi Bali, Putu Agus Tirta Suguna dalam paparannya menyampaikan kepada seluruh Pimpinan OPD bersama jajarannya, bahwa netralitas ASN dan non ASN pada pelaksanaan Pemilu merupakan satu kewajiban yang harus dipatuhi karena telah diatur Undang-undang (UU).
“Netralitas bagi ASN dan non ASN untuk tidak turut dalam politik praktis seyogyanya telah diatur oleh Undang-undang. Yakni UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, serta Keputusan Bersama Menpan RB, Mendagri, Kepala BKN, Ketua KASN, dan Ketua Bawaslu RI tentang Pedoman Pembinaan Pengawasan Netralitas Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) Dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan,” urai Agus Tirta.
Di tengah-tengah tahapan Pemilu yang sedang berlangsung Agus Tirta berharap kepada semua jajaran ASN dan non ASN untuk tetap menjaga netralitas diri, tetap menjaga dan menahan diri untuk terlibat pada kegiatan politik praktis. Adapun beberapa tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan bagi ASN dan non ASN yang bisa dianggap menjadi pelanggaran kode etik, di antaranya turut dalam pemasangan spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait calon peserta pemilu, sosialisasi/kampanye media sosial/online bakal calon, menghadiri deklarasi/kampanye paslon dan memberikan dukungan secara aktif, membuat postingan pada medsos/ media lain yang dapat diakses publik, foto bersama dengan paslon, timses dan alat peraga parpol, membuat postingan, komentar, share dan like, bergabung dalam grup pemenangan paslon, menjadi pengurus atau anggota parpol, serta kegiatan-kegiatan politik praktis lainnya.
“Setiap ASN yang ikut sebagai pelaksana dan tim kampanye dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta, sesuai bunyi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pasal 494. Mekanisme penanganan pelanggaran netralitas ASN dimulai dengan adanya temuan atau laporan, berikutnya ditindaklanjuti dengan pengkajian serta diakhiri dengan rekomendasi kepada penyidik,” tegas Agus Tirta. 7 cr78
Komentar