Bersepeda, Kiat Sehat Lansia Kota Denpasar
DENPASAR, NusaBali - Bersepeda keliling kota, salah satu cara sehat yang banyak dilakoni kalangan lansia (lanjut usia) di Kota Denpasar. Tidak hanya mengayuh pedal, di sela-sela bersepada para lingsir (tetua) dapat ngerembug, bercengkrama, dan bisa saling berbagi semangat walau usia sudah tak muda lagi.
I Wayan Angus, salah seorang diantara para pesepeda lingsir di Kota Denpasar. “Tiyang (saya) sudah bersepeda sejak 1980-an,” ucap Wayan Angus yang biasa disapa Mangku Baruna, Selasa(26/9).
Sepeda yang dipakai jenis keluaran lama, yakni sepeda ontel. Bersama koleganya, sesama werda yang anggota paguyuban, Mangku Baruna hampir tiap hari mengayuh sepeda. “Biasanya kalau hari libur akan lebih banyak, bisa sampai 25 orang,” ungkap pria asal Panjer, Denpasar.
Jalan Gajah Mada, Jalan Jenderal Sudirman, kawasan Panjer, Sidarkarya, ruas by pass Ngurah Rai di sekitar Rumah Sakit Bali Mandhara, Sanur sampai dengan perempat Renon adalah di antara rute bersepeda bagi Mangku Baruna dan kawan-kawan. “Biasanya kami mangkal di sini,” ucapnya menunjuk Bundaran Perempatan Renon.
Dituturkan, dengan bersepeda banyak hal yang bisa dipelajari. “Belajar untuk memaknai kehidupan,” terangnya. Walau sudah sepuh, namun jangan terpuruk. Caranya belajar untuk hidup ceria dan gembira, supaya hidup menjadi lebih bersemangat, lebih sehat. “ Ya ngontel lah,” ucap Mangku Baruna.
Lanjutnya dengan bersepeda, satu sama lain akan bisa belajar saling mengenali dan memahami frekuensi (karekter) orang. Karena mengerti satu sama lain, akan bisa memberi suport dan semangatm bagaimana belajar hidup sehat secara jasmani dan rohani dalam usia yang sudah senja. “Itu antara lain manfaatnya,”ujar Mangku Baruna.
Walau hobi sama, namun ada catatan. Dikatakan Mangku Baruna, tidak ada istilah target, jarak yang mesti ditempuh. Hal itu mengingat usia sama-sama sudah sepuh.
Jika diantara mereka mungkin sudah merasa lelah, tak masalah untuk mengakhir dan balik ke rumah. “Jadi tidak ada pemaksaan,” ungkapnya. Juga tidak ada semacam target-target lain, seperti iuran maupun yang terkesan kewajiban. Hanya guyub untuk ngumpul-ngumpul, agar lebih sehat.
I Ketut Rendi, pesepeda lingsir lainnya menuturkan hal serupa. “Tiyang kebetulan wajib bersepeda,” ucapnya.
Dia menuturkan, pernah mengalami bengkak pada lutut. Dari pemeriksaan dan pengobatan ke dokter, Rendi disarankan agar bersepeda. Karena itulah, walau awalnya dengan terpaksa melakukannya, kini dia menjadi terbiasa. Bersama rekannya sesama lingsir lainnya, dia keliling mengitari jalanan di Kota Denpasar. “Astungkara bengkak hilang dan sembuh sampai sekarang,” ucapnya.
Karena geliat para pesepeda lingsir ini, trend bersepeda menjadi lebih variatif. Tidak saja diramaikan pesepeda muda dan generasi milineal dengan sepeda keluaran pabrikan, namun juga oleh pesepeda lingsir yang ngontel mengayuh sepeda ontel.7k17
Sepeda yang dipakai jenis keluaran lama, yakni sepeda ontel. Bersama koleganya, sesama werda yang anggota paguyuban, Mangku Baruna hampir tiap hari mengayuh sepeda. “Biasanya kalau hari libur akan lebih banyak, bisa sampai 25 orang,” ungkap pria asal Panjer, Denpasar.
Jalan Gajah Mada, Jalan Jenderal Sudirman, kawasan Panjer, Sidarkarya, ruas by pass Ngurah Rai di sekitar Rumah Sakit Bali Mandhara, Sanur sampai dengan perempat Renon adalah di antara rute bersepeda bagi Mangku Baruna dan kawan-kawan. “Biasanya kami mangkal di sini,” ucapnya menunjuk Bundaran Perempatan Renon.
Dituturkan, dengan bersepeda banyak hal yang bisa dipelajari. “Belajar untuk memaknai kehidupan,” terangnya. Walau sudah sepuh, namun jangan terpuruk. Caranya belajar untuk hidup ceria dan gembira, supaya hidup menjadi lebih bersemangat, lebih sehat. “ Ya ngontel lah,” ucap Mangku Baruna.
Lanjutnya dengan bersepeda, satu sama lain akan bisa belajar saling mengenali dan memahami frekuensi (karekter) orang. Karena mengerti satu sama lain, akan bisa memberi suport dan semangatm bagaimana belajar hidup sehat secara jasmani dan rohani dalam usia yang sudah senja. “Itu antara lain manfaatnya,”ujar Mangku Baruna.
Walau hobi sama, namun ada catatan. Dikatakan Mangku Baruna, tidak ada istilah target, jarak yang mesti ditempuh. Hal itu mengingat usia sama-sama sudah sepuh.
Jika diantara mereka mungkin sudah merasa lelah, tak masalah untuk mengakhir dan balik ke rumah. “Jadi tidak ada pemaksaan,” ungkapnya. Juga tidak ada semacam target-target lain, seperti iuran maupun yang terkesan kewajiban. Hanya guyub untuk ngumpul-ngumpul, agar lebih sehat.
I Ketut Rendi, pesepeda lingsir lainnya menuturkan hal serupa. “Tiyang kebetulan wajib bersepeda,” ucapnya.
Dia menuturkan, pernah mengalami bengkak pada lutut. Dari pemeriksaan dan pengobatan ke dokter, Rendi disarankan agar bersepeda. Karena itulah, walau awalnya dengan terpaksa melakukannya, kini dia menjadi terbiasa. Bersama rekannya sesama lingsir lainnya, dia keliling mengitari jalanan di Kota Denpasar. “Astungkara bengkak hilang dan sembuh sampai sekarang,” ucapnya.
Karena geliat para pesepeda lingsir ini, trend bersepeda menjadi lebih variatif. Tidak saja diramaikan pesepeda muda dan generasi milineal dengan sepeda keluaran pabrikan, namun juga oleh pesepeda lingsir yang ngontel mengayuh sepeda ontel.7k17
1
Komentar