Gelar Mamunjung, Keluarga Pasukan Ciung Wanara Kenang Jasa Leluhur di Hari Puputan Margarana
TABANAN, NusaBali - Puputan Margarana diperingati pada 20 November setiap tahun. Keluarga pejuang yang gugur bersama pahlawan I Gusti Ngurah Rai sebagai Pasukan Ciung Wanara mengenang jasa leluhur dengan tradisi mamunjung di Taman Pujaan Bangsa (TPB) Margarana.
Sejak Minggu (19/11), Taman Pujaan Bangsa (TPB) Margarana yang terletak di Banjar Kelaci, Desa Marga Dauh Puri, Kecamatan Marga, Tabanan ini mulai dipadati keluarga para pejuang dari berbagai daerah di Bali. Pada Senin (20/11), semakin banyak keluarga yang datang untuk mamunjung (ziarah makam). Sanak keluarga yang merupakan anak, keponakan, dan cucu para pejuang ini datang membawa banten (sajen), bunga, wastra dan busana adat.
AA Nanik Suryani, Kepala TPB Margarana menjelaskan para pejuang yang gugur saat perang Puputan Margarana, 20 November 1946, berjumlah 96 orang termasuk kakeknya sendiri, I Gusti Ngurah Rai. Namun, 1.372 lagi merupakan pejuang yang gugur ketika meneruskan perlawanan. Setelah I Gusti Ngurah Rai gugur, ribuan pejuang lain inilah yang melanjutkan perjuangan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI dari Belanda.
"Rata-rata pejuang ini usianya 20-an tahun (saat gugur). Dari 1.372 pejuang, 684 di antaranya belum menikah. Di usia mereka yang begitu muda sudah mengorbankan jiwa dan raga untuk bangsa," kata Nanik Suryani di sela upacara peringatan Puputan Margarana, Senin pagi. I Gusti Ayu Ngurah Sulandri,54, datang jauh-jauh dari Kelurahan Dauhwaru, Kecamatan/Kabupaten Jembrana. Ayu Sulandri adalah keponakan almarhum Lettu I Gusti Putu Dwinda, paman tertuanya.
Ayu Sulandri bersama keluarganya yang lain yang menetap di Tabanan menggelar tradisi mamunjung ini setiap tahun. Begitu sampai di taman makam, ia menghias nisan dengan wastra dan bunga. "Saya sendiri bahkan ibu saya tidak ada yang tahu wajah Beliau (Lettu Dwinda). Tetapi di keluarga selalu diberi tahu untuk meneruskan nilai perjuangan Beliau," ungkap Ayu Sulandri.
Keluarga yang datang mamunjung biasanya menghias nisan terlebih dahulu dengan pakaian adat. Nisan berbentuk tugu itu diikatkan destar, dipakaikan pakaian atau wastra, kemudian disekar (nyekar). Setelah itu, mereka menghaturkan banten di nisan masing-masing dan juga di tugu nisan I Gusti Ngurah Rai. Tahapan persembahyangan pun dimulai dari tugu I Gusti Ngurah Rai ini.
"Kami berdoa untuk memohon agar Beliau mendapat tempat terbaik sesuai jasa-jasa Beliau," ujar Ayu Sulandri. Selain Ayu Sulandri yang tugu nisan sang paman tepat berada di belakang nisan I Gusti Ngurah Rai, ada pula Made Jana,68, keponakan dari almarhum Pratu Nang Norja, pejuang asal Desa Tunjuk, Kecamatan/Kabupaten Tabanan.
AA Nanik Suryani, Kepala TPB Margarana menjelaskan para pejuang yang gugur saat perang Puputan Margarana, 20 November 1946, berjumlah 96 orang termasuk kakeknya sendiri, I Gusti Ngurah Rai. Namun, 1.372 lagi merupakan pejuang yang gugur ketika meneruskan perlawanan. Setelah I Gusti Ngurah Rai gugur, ribuan pejuang lain inilah yang melanjutkan perjuangan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI dari Belanda.
"Rata-rata pejuang ini usianya 20-an tahun (saat gugur). Dari 1.372 pejuang, 684 di antaranya belum menikah. Di usia mereka yang begitu muda sudah mengorbankan jiwa dan raga untuk bangsa," kata Nanik Suryani di sela upacara peringatan Puputan Margarana, Senin pagi. I Gusti Ayu Ngurah Sulandri,54, datang jauh-jauh dari Kelurahan Dauhwaru, Kecamatan/Kabupaten Jembrana. Ayu Sulandri adalah keponakan almarhum Lettu I Gusti Putu Dwinda, paman tertuanya.
Ayu Sulandri bersama keluarganya yang lain yang menetap di Tabanan menggelar tradisi mamunjung ini setiap tahun. Begitu sampai di taman makam, ia menghias nisan dengan wastra dan bunga. "Saya sendiri bahkan ibu saya tidak ada yang tahu wajah Beliau (Lettu Dwinda). Tetapi di keluarga selalu diberi tahu untuk meneruskan nilai perjuangan Beliau," ungkap Ayu Sulandri.
Keluarga yang datang mamunjung biasanya menghias nisan terlebih dahulu dengan pakaian adat. Nisan berbentuk tugu itu diikatkan destar, dipakaikan pakaian atau wastra, kemudian disekar (nyekar). Setelah itu, mereka menghaturkan banten di nisan masing-masing dan juga di tugu nisan I Gusti Ngurah Rai. Tahapan persembahyangan pun dimulai dari tugu I Gusti Ngurah Rai ini.
"Kami berdoa untuk memohon agar Beliau mendapat tempat terbaik sesuai jasa-jasa Beliau," ujar Ayu Sulandri. Selain Ayu Sulandri yang tugu nisan sang paman tepat berada di belakang nisan I Gusti Ngurah Rai, ada pula Made Jana,68, keponakan dari almarhum Pratu Nang Norja, pejuang asal Desa Tunjuk, Kecamatan/Kabupaten Tabanan.
Kata Jana, berdasarkan cerita yang dikisahkan turun temurun di keluarganya, Nang Norja aktif dalam pergerakan di desa dan setia kepada pimpinannya, I Gusti Ngurah Rai. "Ketika mamunjung setiap tahun, kami selalu ajak juga cucu-cucu agar mereka melihat dan mengetahui perjuangan leluhurnya dan prajurit yang lain," ujar Jana. Jana berharap, generasi muda khususnya cucu-cucunya ini bisa menghargai jasa para pahlawan. Dengan mengajak mereka mamunjung setiap 20 November, secara tidak langsung memberikan pendidikan sejarah soal perjuangan leluhur mereka.
Sementara Penjabat (Pj) Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya menjadi Inspektur Upacara Peringatan Hari Puputan Margarana ke-77 Tahun 2023, di Taman Pujaan Bangsa Margarana, Marga, Tabanan, Senin kemarin. Pj Gubernur Mahendra Jaya menyampaikan perjuangan dan pengorbanan dari para pahlawan dalam peristiwa heroik Puputan Margarana 77 Tahun silam patut dijadikan contoh dan teladan oleh semua komponen masyarakat.
Sementara Penjabat (Pj) Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya menjadi Inspektur Upacara Peringatan Hari Puputan Margarana ke-77 Tahun 2023, di Taman Pujaan Bangsa Margarana, Marga, Tabanan, Senin kemarin. Pj Gubernur Mahendra Jaya menyampaikan perjuangan dan pengorbanan dari para pahlawan dalam peristiwa heroik Puputan Margarana 77 Tahun silam patut dijadikan contoh dan teladan oleh semua komponen masyarakat.
Foto: Pj Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya dan Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama tabur bunga saat Upacara Peringatan Hari Puputan Margarana ke-77 Tahun 2023, Senin (20/11). -IST
Sejarah bangsa Indonesia mencatat bahwa 'Puputan Margarana' merupakan suatu peristiwa heroik, perjuangan rakyat Bali melawan penjajahan Belanda. Dalam peristiwa heroik 77 tahun tersebut, tepatnya 20 November 1946, I Gusti Ngurah Rai dan 69 anggota pasukannya gugur akibat serangan tentara Belanda. Sedangkan di kubu lawan, sekitar 400 orang tewas dalam peperangan itu.
“Sehingga sebagai penghargaan atas hal itu, kita memperingati Puputan Margarana setiap tahunnya, kita mengenang dan berterima kasih atas perjuangan para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa, sekaligus mengingatkan kita bagaimana besarnya harapan dari para pejuang kepada kita semua untuk mengisi kemerdekaan ini,” ujar Pj Gubernur Mahendra Jaya.
Sesaat setelah memimpin apel peringatan Hari Puputan Margarana ke-77 tahun 2023, Penjabat Gubernur Bali menyerahkan bantuan ngrombo berupa uang sekolah, paket sembako dan sekolah kepada kakak beradik, yatim piatu asal desa Gobleg-Buleleng, yakni Kadek Devi Ulantari dan Komang Novi Cahyani. Pj Gubernur Mahendra Jaya juga menyerahkan bantuan ngrombo berupa kursi roda dan paket sembako kepada Komang Kartana yang bekerja sebagai pembersih kandang ternak milik tetangga.
Penerima bantuan ngrombo berupa paket sembako dari Badan Kesbangpol dan para Ormas ini juga diterima oleh Ni Wayan Erni Puspitasari sebagai pekerja serabutan. Sebelum melaksanakan tabur bunga di monumen perjuangan, Pj Gubernur Bali berkesempatan menyerahkan hadiah lomba napak tilas I Gusti Ngurah Rai kepada Kabupaten Buleleng sebagai juara I, Kabupaten Gianyar juara II dan Kabupaten Bangli Juara III. 7 ol1, cr78
Komentar