BI Tahan Suku Bunga di 6 Persen
JAKARTA, NusaBali - Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di angka 6 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung 22 November-23 November 2023.
Senada, suku bunga deposit facility tetap bertahan di level 5,25 persen dan suku bunga lending facility sebesar 6,75 persen.
"Rapat Dewan Gubernur BI pada 22 November dan 23 November 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6 persen," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtual, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Kamis (23/11).
Perry mengaku tetap menahan suku bunga karena sejalan dengan kebijakan konsisten stabilisasi nilai tukar rupiah dan mitigasi dampak inflasi. BI yakin suku bunga 6 persen sanggup menjaga inflasi inti tetap berada di kisaran 3 persen plus minus 1 persen di akhir 2023.
"Ke depan BI terus mencermati sejumlah risiko yang dapat mengganggu terkendalinya inflasi, termasuk dampak tingginya harga energi global, harga pangan domestik, dan tekanan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap imported inflation," tuturnya.
"Untuk itu, BI terus memperkuat bauran kebijakan moneter serta mempererat sinergi dengan pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran 3 persen plus minus 1 persen pada 2023 dan 2,5 persen plus minus 1 persen pada 2024," tandas Perry.
Berdasarkan catatan, BI selalu menaikkan suku bunga sejak Agustus hingga Desember 2022 sampai ke level 5,5 persen. Lalu bank sentral menahannya sebelum kembali menaikkan suku bunga acuan 25 basis point (bps) ke level 6 persen pada Oktober 2023.
Bulan lalu, Perry menyebut keputusan menaikkan suku bunga ditempuh demi memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak meningkatnya ketidakpastian global.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Kartika Wirjoatmodjo mewaspadai dampak gejolak suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve terhadap perekonomian Indonesia.
“Kita perlu cermati bahwa tingginya suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat telah menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi selama tahun 2023 ini. Kita harus senantiasa waspada,” kata Tiko saat media gathering di Bandung, Jawa Barat, seperti dilansir Antara, Kamis.
Bila pelemahan rupiah akibat tingginya suku bunga acuan The Fed terus berlanjut, dia menilai akan ada potensi peningkatan risiko valas dan instabilitas sistem keuangan nasional, yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di samping itu, belum adanya tanda penurunan suku bunga acuan The Fed dapat memicu berlanjutnya pengetatan likuiditas global.
Ia mengatakan Indonesia mulai memasuki tahun pesta demokrasi yang dapat memengaruhi risk appetite investor dan pelaku usaha.
“Sebagian akan cenderung wait and see hingga ada kepastian mengenai hasil kontestasi politik dan perubahan yang ditimbulkan, seperti perubahan kebijakan dan regulasi,” ujar Tiko.
Meski begitu, Chief Economist BTN Winang Budoyo menyebut langkah Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,00 persen pada Oktober lalu menjadi langkah yang tepat dalam merespons gejolak nilai tukar rupiah.
“Seminggu sebelum Rapat Dewan Gubernur (RDG) Oktober, rupiah melemah hampir mendekati Rp16 ribu. Pergerakan dari nilai tukar itu jadi salah satu poin penting yang harus diperhatikan. Jadi, saya rasa untuk melihat keputusan BI itu dari pergerakan rupiah,” jelas Winang. 7
1
Komentar