Pemberian Selektif, Stok VAR Dipastikan Aman
DENPASAR, NusaBali - Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Bali menyatakan stok vaksin anti rabies (VAR) aman sampai akhir tahun ini. Bahkan pengiriman VAR masih akan datang hingga pertengahan tahun depan. Meski stok aman, namun pemberian VAR bagi orang yang terkena gigitan hewan pembawa rabies (HPR), terutama anjing akan bersifat selektif.
Kadiskes Bali, Dr dr I Nyoman Gde Anom MKes, mengakui sempat terjadi kelangkaan VAR pada awal November sampai dengan 20 November 2023 lalu. Hal itu disebabkan karena adanya peningkatan kasus gigitan yang ditangani oleh rabies centre pada bulan Juni sampai September 2023 akibat adanya pemberitaan kasus rabies di media sosial yang menimbulkan kepanikan masyarakat. Selain kelangkaan VAR juga disebabkan terjadinya keterlambatan distribusi VAR dari produsen di luar negeri yang mengakibatkan proses pengadaan VAR baik di pusat maupun di daerah mengalami hambatan.
"Stok kami memang sempat menipis, tapi tidak kehabisan ya," jelasnya kepada awak media di Kantor Diskes Bali, Jumat (24/11). Dokter Anom mengatakan, pada 20 November 2023 distribusi VAR sudah kembali normal, dan Provinsi Bali telah menerima bantuan VAR dari Kemenkes sebanyak 31.000 vial (yang akan datang secara bertahap dari total yang dialokasikan sebanyak 103.800 vial) dan sudah didistribusikan ke kabupaten/kota yang membutuhkan. Saat ini semua rabies centre yang melayani tata laksana kasus gigitan sudah tersedia VAR dengan jumlah yang mencukupi.
Lebih jauh dr Anom mengungkapkan, kasus gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) tahun ini sampai tanggal 23 November 2023 yang dilaporkan sebanyak 62.672 kasus, dengan pemberian VAR 1 sebanyak 45.504 kasus dan VAR 2 sebanyak 24.397 kasus dan VAR 3 sebanyak 10.584 kasus. Sementara kasus rabies (Lyssa) yang dilaporkan sampai tanggal 23 November 2023 sebanyak 6 kasus. "Kebutuhan VAR-nya luar biasa karena berkaitan dengan kasus kematian akibat rabies tahun lalu mencapai 22 orang, sehingga pada tahun ini setiap gigitan oleh HPR selalu diberikan VAR padahal prosedurnya tidak seperti itu," ujar dr Anom.
"Itu sebenarnya tidak sesuai protap (prosedur tetap). Protapnya dievaluasi dulu anjingnya yang menggigit, kalau mati baru orang yang digigit kita VAR," imbuhnya.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali sudah melakukan berbagai upaya dalam pencegahan dan pengendalian rabies seperti melakukan KIE, menjalin koordinasi dengan berbagai lintas sektor terutama pengendalian rabies di sektor hulu (kesehatan hewan), meningkatkan peran serta masyarakat melalui Tim Siaga Rabies (Tisira), melakukan tata laksana kasus gigitan melalui pembentukan rabies centre serta mengupayakan penyediaan logistik berupa Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR).
Sampai bulan November 2023, Pemerintah Provinsi Bali telah mengadakan VAR sebanyak 34.800 vial bersumber dari APBD dan Dana Alokasi Umum (DAU). Selain itu Pemerintah Provinsi Bali juga telah menerima bantuan VAR dari Kementerian Kesehatan sebanyak 113.500 vial serta pengadaan dari APBD kabupaten/kota dengan jumlah total sekitar 57.800 vial, dengan jumlah VAR yang diadakan di masing-masing kabupaten/kota bervariasi sesuai dengan kemampuan keuangan kabupaten/kota. Sedangkan untuk SAR Pemerintah Provinsi Bali telah mengadakan sebanyak 200 vial dan menerima bantuan dari Kemenkes sebanyak 615 vial.
Dokter Anom menegaskan, meskipun ketersediaan VAR sudah mencukupi, namun pemberian VAR tidak akan selonggar sebelumnya. Pertimbangannya, angka vaksinasi anjing sebagai HPR utama saat ini telah mendekati angka 80 persen. Dengan demikian herd immunity (kekebalan kelompok) anjing-anjing di Bali terhadap penyakit rabies mendekati harapan.
"Sekarang vaksinasi anjing sudah hampir 80 persen kita sudah lebih berani selektif untuk pemberian VAR kepada manusia, dalam artian mengikuti protap yang sudah ditentukan. Kalau digigit anjing liar itu sudah pasti kita VAR, tapi kalau anjing peliharaan yang bisa dipantau kalau anjingnya masih hidup kita tidak beri VAR," jelas dr Anom.
Dia pun mengajak masyarakat luas untuk ikut berperan aktif dalam upaya pengendalian rabies, yakni meliputi memelihara hewan peliharaan terutama anjing secara benar dan bertanggung jawab (tidak meliarkan HPR yang dipelihara, melakukan perawatan HPR, melakukan vaksinasi HPR (anjing, kucing, dan kera) secara reguler (setiap tahun), bila mengalami kasus gigitan HPR, melakukan pencucian luka dengan sabun dan air mengalir selama 15 menit dan segera datang ke pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan tata laksana sesuai standar. 7 cr78
"Stok kami memang sempat menipis, tapi tidak kehabisan ya," jelasnya kepada awak media di Kantor Diskes Bali, Jumat (24/11). Dokter Anom mengatakan, pada 20 November 2023 distribusi VAR sudah kembali normal, dan Provinsi Bali telah menerima bantuan VAR dari Kemenkes sebanyak 31.000 vial (yang akan datang secara bertahap dari total yang dialokasikan sebanyak 103.800 vial) dan sudah didistribusikan ke kabupaten/kota yang membutuhkan. Saat ini semua rabies centre yang melayani tata laksana kasus gigitan sudah tersedia VAR dengan jumlah yang mencukupi.
Lebih jauh dr Anom mengungkapkan, kasus gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) tahun ini sampai tanggal 23 November 2023 yang dilaporkan sebanyak 62.672 kasus, dengan pemberian VAR 1 sebanyak 45.504 kasus dan VAR 2 sebanyak 24.397 kasus dan VAR 3 sebanyak 10.584 kasus. Sementara kasus rabies (Lyssa) yang dilaporkan sampai tanggal 23 November 2023 sebanyak 6 kasus. "Kebutuhan VAR-nya luar biasa karena berkaitan dengan kasus kematian akibat rabies tahun lalu mencapai 22 orang, sehingga pada tahun ini setiap gigitan oleh HPR selalu diberikan VAR padahal prosedurnya tidak seperti itu," ujar dr Anom.
"Itu sebenarnya tidak sesuai protap (prosedur tetap). Protapnya dievaluasi dulu anjingnya yang menggigit, kalau mati baru orang yang digigit kita VAR," imbuhnya.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali sudah melakukan berbagai upaya dalam pencegahan dan pengendalian rabies seperti melakukan KIE, menjalin koordinasi dengan berbagai lintas sektor terutama pengendalian rabies di sektor hulu (kesehatan hewan), meningkatkan peran serta masyarakat melalui Tim Siaga Rabies (Tisira), melakukan tata laksana kasus gigitan melalui pembentukan rabies centre serta mengupayakan penyediaan logistik berupa Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR).
Sampai bulan November 2023, Pemerintah Provinsi Bali telah mengadakan VAR sebanyak 34.800 vial bersumber dari APBD dan Dana Alokasi Umum (DAU). Selain itu Pemerintah Provinsi Bali juga telah menerima bantuan VAR dari Kementerian Kesehatan sebanyak 113.500 vial serta pengadaan dari APBD kabupaten/kota dengan jumlah total sekitar 57.800 vial, dengan jumlah VAR yang diadakan di masing-masing kabupaten/kota bervariasi sesuai dengan kemampuan keuangan kabupaten/kota. Sedangkan untuk SAR Pemerintah Provinsi Bali telah mengadakan sebanyak 200 vial dan menerima bantuan dari Kemenkes sebanyak 615 vial.
Dokter Anom menegaskan, meskipun ketersediaan VAR sudah mencukupi, namun pemberian VAR tidak akan selonggar sebelumnya. Pertimbangannya, angka vaksinasi anjing sebagai HPR utama saat ini telah mendekati angka 80 persen. Dengan demikian herd immunity (kekebalan kelompok) anjing-anjing di Bali terhadap penyakit rabies mendekati harapan.
"Sekarang vaksinasi anjing sudah hampir 80 persen kita sudah lebih berani selektif untuk pemberian VAR kepada manusia, dalam artian mengikuti protap yang sudah ditentukan. Kalau digigit anjing liar itu sudah pasti kita VAR, tapi kalau anjing peliharaan yang bisa dipantau kalau anjingnya masih hidup kita tidak beri VAR," jelas dr Anom.
Dia pun mengajak masyarakat luas untuk ikut berperan aktif dalam upaya pengendalian rabies, yakni meliputi memelihara hewan peliharaan terutama anjing secara benar dan bertanggung jawab (tidak meliarkan HPR yang dipelihara, melakukan perawatan HPR, melakukan vaksinasi HPR (anjing, kucing, dan kera) secara reguler (setiap tahun), bila mengalami kasus gigitan HPR, melakukan pencucian luka dengan sabun dan air mengalir selama 15 menit dan segera datang ke pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan tata laksana sesuai standar. 7 cr78
Komentar