Hidup Sebatangkara, Sempat Depresi karena Kulitnya Seperti Bersisik
Ni Luh Meri, Warga Banjar Uma Poh, Desa Bangli, Baturiti, yang Derita Penyakit Aneh
Luh Meri memiliki orang tua yang belum diupacarai ngaben, melihat kondisinya yang memprihatinkan rasanya tidak mungkin dia bisa menanggung biaya upacara
TABANAN, NusaBali
Seorang warga asal Banjar Uma Poh, Desa Bangli, Kecamatan Baturiti, Tabanan, Ni Luh Meri, 49, menderita penyakit kulit aneh. Seluruh tubuhnya atau hampir 99 persen bersisik. Kondisi itu membuat aktifitasnya terganggu karena merasakan gatal dan perih di sekujur tubuh. Penyakit ini pun sampai membuat Luh Meri depresi hingga sempat dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali di Bangli.
Mirisnya dengan kondisi sakit, Luh Meri harus tinggal sebatangkara setelah orang tuanya I Wayan Dalun dan Ni Made Letod meninggal serta ditinggal menikah oleh kakak dan adiknya.
Beruntung ada tetangga yang dekat dengan rumahnya sering memperhatikan Ni Luh Meri. Selain itu dari segi pengobatan telah difasilitasi oleh yayasan dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan. Kelian Dinas Banjar Uma Poh, I Wayan Rianta mengatakan Luh Meri sudah menderita penyakit kulit bersisik tersebut sejak usia menginjak SMP.
Awalnya hanya gatal biasa, namun seiring berjalannya waktu makin parah. "Sekarang jalan saja susah, karena di bagian selangkangan kaki sakitnya sudah menyebar," ujarnya, Jumat (24/11). Dengan kondisinya seperti itu, Ni Luh Meri tak bisa melakukan aktifitas berat. Sebelumnya sekitar lima tahun lalu masih bisa bekerja (meburuh) ke sawah, namun sekarang hanya diam di rumah. "Untuk makan dibantu tetangga karena sudah tidak bisa bekerja berat," tuturnya.
Bahkan kata Rianta karena sakitnya ini Luh Meri sempat depresi dan dirawat selama empat hari di Rumah Sakit Jiwa Bangli. "Maklum saja karena sakit perih dan gatal jelas jadi depresi. Apalagi dalam kondisi bajang (belum menikah)," terangnya. Sekarang diakui Rianta masalah pengobatannya sudah dibantu lewat yayasan dan aparat Desa Bangli. Terkait bantuan apapun jenisnya di desa selalu diprioritaskan kepada Ni Luh Meri.
"Sebelumnya sudah sempat mendapat perawatan di RS Sanglah dan RSUD Tabanan karena terbentur biaya dipulangkan oleh keluarga. Dan sekarang yang bersangkutan sudah memiliki BPJS KIS sehingga perawatannya bisa lebih maksimal," kata Rianta. Bahkan untuk memantau kondisinya, Rianta sendiri yang bertanggung jawab. Kebetulan dia sendiri bertetangga dengan Luh Meri. "Kami selalu pantau kondisinya, sebab dia tinggal sebatangkara," jelasnya. Namun yang menjadi beban pikiran Rianta adalah Luh Meri memiliki orangtua yang belum bersih atau belum diupacarai ngaben, melihat kondisi Luh Meri yang memprihatinkan rasanya tidak mungkin untuk menanggung. "Saya harapkan yayasan dan pihak lain bersama-sama membantu supaya bisa menggalang dana untuk upacara orangtua Luh Meri," harap Rianta.
Sementara itu Humas Yayasan Cipta Bali, Ni Luh Dita Karniti mengatakan kondisi Ni Luh Meri memang memprihatinkan. Sebab penyakit kulit yang diderita semakin parah. Dia sendiri merasakan gatal dan perih sampai sulit berjalan. "Kondisi kulitnya itu seperti mengelupas dan lukanya berbau," terangnya. Dengan kondisinya tersebut Luh Meri sudah mendapat penanganan medis secara maksimal. Seminggu lalu sempat dirawat di RS Singasana di Nyitdah, Kediri, Tabanan dan mendapat dukungan dari Pemkab Tabanan.
"Untuk perawatan selanjutnya atau secara berkala kami juga akan berkoordinasi dengan kakak dan adik Mbah Meri agar saat dirawat ada yang menunggu melihat sekarang Mbah Meri tinggal sebatang kara," ujarnya. Menurut Karniti aktifitas sehari-hari Ni Luh Meri sekarang karena tidak bisa melakukan kerja berat, dia sendiri membuat porosan. Sementara untuk kebutuhan makan sehari-hari dibantu oleh tetangga. "Kalau masak masih bisa, mandi masih bisa karena sudah dibuatkan kamar mandi khusus," tambah Dita sapaan akrabnya. 7 des
1
Komentar