Pemungutan SPI Tak Pakai PMK
Mantan Rektor Unud, Prof Raka Sudewi Bersaksi di Pengadilan Tipikor
“Tim tersebut dibentuk melalui SK Rektor yang bertugas menyiapkan besaran SPI yang akan diberlakukan,”
DENPASAR, NusaBali
Mantan Rektor Universitas Udayana (2017-2021), Prof Dr dr Anak Agung Raka Sudewi, 64, dihadirkan sebagai saksi dalam perkara dugaan dugaan pungli Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Mahasiswa Baru Seleksi Jalur Mandiri tahun Akademik 2018/2019-2022/2023 di Pengadilan Tipikor Denpasar, Jumat (24/11).
Prof Raka Sudewi bersaksi untuk tiga tersangka yaitu I Made Yusnantara, I Ketut Budiartawan dan Nyoman Putra Sastra. Diawal persidangan, Prof Raka Sudewi langsung dicecar terkait dasar hukum Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dalam pemungutan dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) dari mahasiswa baru jalur mandiri.
Saat ditanyai oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nengah Astawa apakah dirinya yang saat itu menjabat sebagai rektor Unud mengetahui pungutan SPI harus ada PMK, Prof Raka Sudewi mengaku hanya pernah mengusulkan ke Kementerian Keuangan, namun belum mendapatkan persetujuan. "Belum diatur pakai PMK, tapi sudah dimohonkan kepada kementerian," katanya dihadapan majelis hakim.
"Terus kenapa tetap dipungut SPI kalau tak ada payung hukumnya," lanjut JPU. "Waktunya sangat mepet. Permohonan ke Kementerian masih proses," katanya.
Prof Raka Sudewi mengatakan dirinya hanya mengetahui latar belakang gagasan penarikan SPI untuk perbaikan sarana dan prasarana yang masih kurang di Unud. Setelah berdiskusi dengan empat Wakil Rektor, maka dibuatlah tim untuk membuat kajian akademis terkait dengan pungutan SPI. “Tim tersebut dibentuk melalui SK Rektor yang bertugas menyiapkan besaran SPI yang akan diberlakukan,” jelasnya.
Keterangan Prof Raka Sudewi juga bertolak belakang dengan keterangan saksi sebelumnya, Ketua Tim Kajian SPI Unud Prof Ni Luh Putu Wiagustini. Dalam keterangannya mengatakan untuk menentukan tarif SPI, tim kajian yang dibentuk tidak melakukan kunjungan kerja (kunker) ke beberapa universitas negeri diantaranya Universitas Brawijaya Malang dan Universitas Airlangga Surabaya. Yang ada adalah pengumpulan data atau Benchmarking melalui website pada tiga universitas rujukan untuk mengumpulkan data terkait SPI.
Namun, keterangan Prof Raka Sudewi dihadapan majelis hakim yang diketuai Putu Ayu Sudariasih justru berlawanan. Dijelaskan Prof Raka Sudewi, selain secara online, tim kajian juga melakukan kunjungan kerja ke universitas yang dimaksud.
Selain Prof Sudewi, jaksa juga menghadirkan saksi Adi Panca Saputra Iskandar, programmer utama Unud. Saksi inilah yang disuruh membuat aplikasi serta menginput data penerimaan mahasiswa baru Unud.
Saksi berstatus pegawai kontrak yang menjalankan tugas atas perintah terdakwa. Menariknya, saksi Adi Panca dikawal ketat oleh personil Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Adi Panca Saputra Iskandar mengungkapkan, dirinya diperintah terdakwa mantan rektor Universitas Udayana (Unud), Prof. DR. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng membuat fitur ubah nilai pada aplikasi penerimaan mahasiswa baru (maba) jalur mandiri.
Saat itu, Prof Antara menjabat sebagai penerimaan maba jalur mandiri dari tahun 2018 sampai tahun 2020. Fitur ubah nilai dimaksutkan untuk bina lingkungan sesuai arahan Prof. Antara. "Kata Prof Antara tujuannya untuk bina lingkungan, saya disuruh bekerja saja nanti saya yang bertanggung jawab," sebut Adi Panca menirukan Prof Antara. 7 rez
Mantan Rektor Universitas Udayana (2017-2021), Prof Dr dr Anak Agung Raka Sudewi, 64, dihadirkan sebagai saksi dalam perkara dugaan dugaan pungli Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Mahasiswa Baru Seleksi Jalur Mandiri tahun Akademik 2018/2019-2022/2023 di Pengadilan Tipikor Denpasar, Jumat (24/11).
Prof Raka Sudewi bersaksi untuk tiga tersangka yaitu I Made Yusnantara, I Ketut Budiartawan dan Nyoman Putra Sastra. Diawal persidangan, Prof Raka Sudewi langsung dicecar terkait dasar hukum Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dalam pemungutan dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) dari mahasiswa baru jalur mandiri.
Saat ditanyai oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nengah Astawa apakah dirinya yang saat itu menjabat sebagai rektor Unud mengetahui pungutan SPI harus ada PMK, Prof Raka Sudewi mengaku hanya pernah mengusulkan ke Kementerian Keuangan, namun belum mendapatkan persetujuan. "Belum diatur pakai PMK, tapi sudah dimohonkan kepada kementerian," katanya dihadapan majelis hakim.
"Terus kenapa tetap dipungut SPI kalau tak ada payung hukumnya," lanjut JPU. "Waktunya sangat mepet. Permohonan ke Kementerian masih proses," katanya.
Prof Raka Sudewi mengatakan dirinya hanya mengetahui latar belakang gagasan penarikan SPI untuk perbaikan sarana dan prasarana yang masih kurang di Unud. Setelah berdiskusi dengan empat Wakil Rektor, maka dibuatlah tim untuk membuat kajian akademis terkait dengan pungutan SPI. “Tim tersebut dibentuk melalui SK Rektor yang bertugas menyiapkan besaran SPI yang akan diberlakukan,” jelasnya.
Keterangan Prof Raka Sudewi juga bertolak belakang dengan keterangan saksi sebelumnya, Ketua Tim Kajian SPI Unud Prof Ni Luh Putu Wiagustini. Dalam keterangannya mengatakan untuk menentukan tarif SPI, tim kajian yang dibentuk tidak melakukan kunjungan kerja (kunker) ke beberapa universitas negeri diantaranya Universitas Brawijaya Malang dan Universitas Airlangga Surabaya. Yang ada adalah pengumpulan data atau Benchmarking melalui website pada tiga universitas rujukan untuk mengumpulkan data terkait SPI.
Namun, keterangan Prof Raka Sudewi dihadapan majelis hakim yang diketuai Putu Ayu Sudariasih justru berlawanan. Dijelaskan Prof Raka Sudewi, selain secara online, tim kajian juga melakukan kunjungan kerja ke universitas yang dimaksud.
Selain Prof Sudewi, jaksa juga menghadirkan saksi Adi Panca Saputra Iskandar, programmer utama Unud. Saksi inilah yang disuruh membuat aplikasi serta menginput data penerimaan mahasiswa baru Unud.
Saksi berstatus pegawai kontrak yang menjalankan tugas atas perintah terdakwa. Menariknya, saksi Adi Panca dikawal ketat oleh personil Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Adi Panca Saputra Iskandar mengungkapkan, dirinya diperintah terdakwa mantan rektor Universitas Udayana (Unud), Prof. DR. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng membuat fitur ubah nilai pada aplikasi penerimaan mahasiswa baru (maba) jalur mandiri.
Saat itu, Prof Antara menjabat sebagai penerimaan maba jalur mandiri dari tahun 2018 sampai tahun 2020. Fitur ubah nilai dimaksutkan untuk bina lingkungan sesuai arahan Prof. Antara. "Kata Prof Antara tujuannya untuk bina lingkungan, saya disuruh bekerja saja nanti saya yang bertanggung jawab," sebut Adi Panca menirukan Prof Antara. 7 rez
1
Komentar