PHDI: Dengan Punia Rp 20.000 Umat Sudah Bisa Penuhi Kewajiban
Prosesi Metatah hingga Sapu Leger Massal Libatkan 450 Orang
DENPASAR, NusaBali - Sebanyak 450 orang mengikuti prosesi upacara Metatah, Menek Kelih, Pawintenan Saraswati, Sapu Leger secara massal di Pura Lokanatha, Lumintang, Kota Denpasar pada Rahina Tumpek Wayang, Saniscara Kliwon Wayang, Sabtu (25/11) pagi.
Prosesi massal yang digelar PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) Denpasar ini untuk meringankan beban masyarakat yang kurang mampu karena ada pola subsidi silang. Walaupun mampu mapunia Rp 20.000 orang tua sudah memenuhi kewajiban kepada sang anak.
Suasana haru terasa saat anak-anak yang mengikuti upacara massal ini melewati prosesi sungkeman ke orang tuanya. Raut muka bahagia terlihat pada orang tua yang ‘mengawal’ putra-putrinya dalam prosesi sakral ini. Kebahagian terasa makin lengkap ketika sangging-nya (yang menangani,red) saat Metatah adalah murdaning jagad Denpasar, Walikota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara. Tangisan pecah saat orang tua dan putra-putri yang ikuti prosesi sungkeman.
Upacara massal kemarin digelar PHDI Kota Denpasar untuk meringankan beban masyarakat kurang mampu. Dari 450 peserta yang terdaftar mengikuti upacara tersebut sebanyak 204 mengikuti eatatah massal. Sisanya Menek Kelih, Pawintenan Saraswati dan Sapu Leger. Biayanya tidak dipatok oleh PHDI.
Ketua PHDI Kota Denpasar, I Made Arka mengatakan sesuai pendaftaran ada sebanyak 450 orang. “Sebenarnya target kami 400 orang, biar tidak kewalahan. Tapi yang mendaftar 450 orang dan masih ada yang masuk, jadi masih bergerak ini angkanya,” jelas Arka.
Menurut Arka, prosesi upacara tersebut dibiayai oleh donatur, ditambah dengan punia dari warga yang putra-putrinya ikut upacara Metatah, Pawintenan Saraswati maupun Sapu Leger. PHDI menerima dana punia (sumbangan,red) yang tidak dipatok nominalnya. Karena ada pola subsidi silang. Kata Arka, ada yang mapunia Rp 1 juta, bahkan ada yang hanya Rp 20.000. “Punia seikhlasnya hanya sebagai simbul membayar hutang budi saja. Dan sebagai simbol memberikan bekal kepada anak-anaknya yang mau menek kelih ataupun metatah. Ada yang Rp 1 juta, bahkan ada yang hanya Rp 20.000 saja,” mantan politisi yang kini loncat sebagai akademisi ini.
“Rancangan Anggaran dan Biaya (RAB) kami untuk upacara ini sebesar Rp 200 juta. Namun realisasinya menjadi Rp 150 juta. Kami harap itu sudah mencukupi,” imbuh Arka.
Made Arka menyatakan bahwa upacara acara Menek Kelih, Pawintenan Saraswati, Sapu Leger, Metatah merupakan yadnya yang menjadi kewajiban orangtua sebagai bentuk kasih sayang kepada anak-anaknya. “Dalam hal ini PHDI Kota Denpasar memfasilitasi upacara ini agar meringankan beban umat,” tegas Arka.
Pelaksanaan upacara massal ini juga sebagai upaya menghapus stigma bahwa upacara dan yadnya di Bali menelan biaya besar dan cenderung dinilai menjadi beban bagi sebagian masyarakat. “Sekaligus untuk memupuk rasa kebersamaan dan gotong royong sebagai wujud spirit vasudhaiva kutumbhakam, yang menjadi nilai luhur bagi keharmonisan dan perekat masyarakat Bali selama ini,” ujar pria asal Banjar Sebelanga, Desa Dauh Puri Kauh, Kecamatan Denpasar Barat ini.
Arka menambahkan upacara massal ini merupakan manifestasi dari upaya beryadnya dan ngayah untuk umat Hindu, khususnya di Kota Denpasar dan di luar kota. Sebab, 15 persen peserta upacara adalah keluarga perantau di ibu kota. “Kami ini semua ngayah, jero sangging, dan para pamangku semua ngayah,” ujar Arka. Mis, ol1
Suasana haru terasa saat anak-anak yang mengikuti upacara massal ini melewati prosesi sungkeman ke orang tuanya. Raut muka bahagia terlihat pada orang tua yang ‘mengawal’ putra-putrinya dalam prosesi sakral ini. Kebahagian terasa makin lengkap ketika sangging-nya (yang menangani,red) saat Metatah adalah murdaning jagad Denpasar, Walikota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara. Tangisan pecah saat orang tua dan putra-putri yang ikuti prosesi sungkeman.
Upacara massal kemarin digelar PHDI Kota Denpasar untuk meringankan beban masyarakat kurang mampu. Dari 450 peserta yang terdaftar mengikuti upacara tersebut sebanyak 204 mengikuti eatatah massal. Sisanya Menek Kelih, Pawintenan Saraswati dan Sapu Leger. Biayanya tidak dipatok oleh PHDI.
Ketua PHDI Kota Denpasar, I Made Arka mengatakan sesuai pendaftaran ada sebanyak 450 orang. “Sebenarnya target kami 400 orang, biar tidak kewalahan. Tapi yang mendaftar 450 orang dan masih ada yang masuk, jadi masih bergerak ini angkanya,” jelas Arka.
Menurut Arka, prosesi upacara tersebut dibiayai oleh donatur, ditambah dengan punia dari warga yang putra-putrinya ikut upacara Metatah, Pawintenan Saraswati maupun Sapu Leger. PHDI menerima dana punia (sumbangan,red) yang tidak dipatok nominalnya. Karena ada pola subsidi silang. Kata Arka, ada yang mapunia Rp 1 juta, bahkan ada yang hanya Rp 20.000. “Punia seikhlasnya hanya sebagai simbul membayar hutang budi saja. Dan sebagai simbol memberikan bekal kepada anak-anaknya yang mau menek kelih ataupun metatah. Ada yang Rp 1 juta, bahkan ada yang hanya Rp 20.000 saja,” mantan politisi yang kini loncat sebagai akademisi ini.
“Rancangan Anggaran dan Biaya (RAB) kami untuk upacara ini sebesar Rp 200 juta. Namun realisasinya menjadi Rp 150 juta. Kami harap itu sudah mencukupi,” imbuh Arka.
Made Arka menyatakan bahwa upacara acara Menek Kelih, Pawintenan Saraswati, Sapu Leger, Metatah merupakan yadnya yang menjadi kewajiban orangtua sebagai bentuk kasih sayang kepada anak-anaknya. “Dalam hal ini PHDI Kota Denpasar memfasilitasi upacara ini agar meringankan beban umat,” tegas Arka.
Pelaksanaan upacara massal ini juga sebagai upaya menghapus stigma bahwa upacara dan yadnya di Bali menelan biaya besar dan cenderung dinilai menjadi beban bagi sebagian masyarakat. “Sekaligus untuk memupuk rasa kebersamaan dan gotong royong sebagai wujud spirit vasudhaiva kutumbhakam, yang menjadi nilai luhur bagi keharmonisan dan perekat masyarakat Bali selama ini,” ujar pria asal Banjar Sebelanga, Desa Dauh Puri Kauh, Kecamatan Denpasar Barat ini.
Arka menambahkan upacara massal ini merupakan manifestasi dari upaya beryadnya dan ngayah untuk umat Hindu, khususnya di Kota Denpasar dan di luar kota. Sebab, 15 persen peserta upacara adalah keluarga perantau di ibu kota. “Kami ini semua ngayah, jero sangging, dan para pamangku semua ngayah,” ujar Arka. Mis, ol1
1
Komentar