Ungkap Perjalanan Kreatif Jango Pramartha
Buku ‘Globalization’ Diluncurkan di Australia
KARTUNIS dan pelukis Jango Pramartha meluncurkan bukunya yang berjudul Globalization di Perth Australia. Pemilihan tempat untuk meluncurkan buku yang ditulis oleh Yudha Bantono dan pengantar oleh Prof.
Adrian Vickers di Perth Australia ini sejatinya bukanlah sebuah kebetulan. Jango saat ini memang sedang berada di Perth, Australia untuk menyelenggarakan pameran bersama maestro seni lukis kontemporer Indonesia Made Wianta dan seniman Australia Paul Trinidad. Pameran yang berlangsung di Victoria Park Centre for the Art (VPCA) Perth, Australia, 10 – 22 November 2023 ini sekaligus dijadikan ajang untuk lebih memaknai peluncuran bukunya.
Pria yang pernah menjabat Presiden Kartunis Indonesia (Pakarti) ini memang memiliki hubungan emosional cukup kuat dengan Australia. Dia pernah belajar di University Western Australia, dan hingga kini masih tetap menjalin kerjasama dengan almamaternya melalui proyek seni dan budaya “Bali Sudio” yang digagas Prof. Paul Trinidad.
Yudha Bantono yang menulis buku Bali Globalization Jango Pramartha mengatakan bahwa buku ini merupakan autobiografi perjalanan kreatif seorang seniman dalam kurun waktu sejak kecil, tumbuh dewasa sampai menjadi seniman. Buku ini juga mengungkapkan tentang pengalaman Jango dalam dunia pergerakan melawan rezim orde baru serta upayanya melakukan kritik terhadap perubahan yang terjadi di Bali, khususnya dampak perkembangan pariwisata.
Yudha menambahkan, Jango adalah sosok seniman berbakat yang memiliki kepedulian tinggi terhadap tanah kelahiran dan bangsanya. Dia dedikasikan pengalaman hidupnya bersama para pemerhati budaya dari berbagai negara untuk berbuat yang terbaik bagi Bali dan Indonesia. Berbagai peristiwa penting sebelum dan setelah masa orde baru telah dia kritisi. Bersama teman-teman seidealisnya, telah menghantarkan dirinya penuh semangat melakukan perlawanan baik secara terang-terangan maupun diam melalui karya karikarturya.
“Bukan itu saja, rumahnya juga telah dijadikan markas pergerakan, dari situlah lahir berbagai kegiatan kreatif untuk melakukan kritik secara berkelanjutan. Publik tentunya masih ingat dengan studio XYZ maupun majalah kartun berbahasa inggris BogBog yang juga lahir dari pemikiran Jango bersama teman-temannya. Rumahnya yang terletak di tengah Kota Denpasar juga dijadikan laboratorium kecil kebudayaan, dimana suasana intelektual selalu hidup,” tambah Yudha.
Adrian Vickers memberikan apresiasi yang tinggi baik kepada Jango sebagai seniman dan kartunis maupun kepada Yudha Bantono sebagai penulis. Menurut sejarawan dan peneliti studi Asia Tenggara dari Sydney University in tulisan Yudha Bantono telah memberikan gambaran menyeluruh bagimana sosok dan kiprah Jango Pramartha sangat penting dalam dunia seni dan pergerakan di Bali. Diceritakan secara runut, gamblang dan penuh makna.
“Yudha Bantono bukan saja penulis, tapi sahabat dekat, teman diskusi dan berdebat yang baik, sehingga ketika saya meminta dirinya menulis tentang perjalanan kreatif dan karier saya sebagai seniman, dia dengan senang hati dan mudah menyerap apa yang saya sampaikan, lebih-lebih sang penulis banyak memiliki pengalaman bekerja sama, serta memang sudah lama mengikuti perjalanan hidup saya", kata Jango.
Buku Globalization Jango Pramartha yang diterbitkan dalam Bahasa Inggris ini diharapkan juga dapat memberikan sumbangsih pemikiran literasi bagi dialog budaya antara Australia dan Indonesia yang selama ini terjalin sangat baik.7lsa
Pria yang pernah menjabat Presiden Kartunis Indonesia (Pakarti) ini memang memiliki hubungan emosional cukup kuat dengan Australia. Dia pernah belajar di University Western Australia, dan hingga kini masih tetap menjalin kerjasama dengan almamaternya melalui proyek seni dan budaya “Bali Sudio” yang digagas Prof. Paul Trinidad.
Yudha Bantono yang menulis buku Bali Globalization Jango Pramartha mengatakan bahwa buku ini merupakan autobiografi perjalanan kreatif seorang seniman dalam kurun waktu sejak kecil, tumbuh dewasa sampai menjadi seniman. Buku ini juga mengungkapkan tentang pengalaman Jango dalam dunia pergerakan melawan rezim orde baru serta upayanya melakukan kritik terhadap perubahan yang terjadi di Bali, khususnya dampak perkembangan pariwisata.
Yudha menambahkan, Jango adalah sosok seniman berbakat yang memiliki kepedulian tinggi terhadap tanah kelahiran dan bangsanya. Dia dedikasikan pengalaman hidupnya bersama para pemerhati budaya dari berbagai negara untuk berbuat yang terbaik bagi Bali dan Indonesia. Berbagai peristiwa penting sebelum dan setelah masa orde baru telah dia kritisi. Bersama teman-teman seidealisnya, telah menghantarkan dirinya penuh semangat melakukan perlawanan baik secara terang-terangan maupun diam melalui karya karikarturya.
“Bukan itu saja, rumahnya juga telah dijadikan markas pergerakan, dari situlah lahir berbagai kegiatan kreatif untuk melakukan kritik secara berkelanjutan. Publik tentunya masih ingat dengan studio XYZ maupun majalah kartun berbahasa inggris BogBog yang juga lahir dari pemikiran Jango bersama teman-temannya. Rumahnya yang terletak di tengah Kota Denpasar juga dijadikan laboratorium kecil kebudayaan, dimana suasana intelektual selalu hidup,” tambah Yudha.
Adrian Vickers memberikan apresiasi yang tinggi baik kepada Jango sebagai seniman dan kartunis maupun kepada Yudha Bantono sebagai penulis. Menurut sejarawan dan peneliti studi Asia Tenggara dari Sydney University in tulisan Yudha Bantono telah memberikan gambaran menyeluruh bagimana sosok dan kiprah Jango Pramartha sangat penting dalam dunia seni dan pergerakan di Bali. Diceritakan secara runut, gamblang dan penuh makna.
“Yudha Bantono bukan saja penulis, tapi sahabat dekat, teman diskusi dan berdebat yang baik, sehingga ketika saya meminta dirinya menulis tentang perjalanan kreatif dan karier saya sebagai seniman, dia dengan senang hati dan mudah menyerap apa yang saya sampaikan, lebih-lebih sang penulis banyak memiliki pengalaman bekerja sama, serta memang sudah lama mengikuti perjalanan hidup saya", kata Jango.
Buku Globalization Jango Pramartha yang diterbitkan dalam Bahasa Inggris ini diharapkan juga dapat memberikan sumbangsih pemikiran literasi bagi dialog budaya antara Australia dan Indonesia yang selama ini terjalin sangat baik.7lsa
1
Komentar