Tiket Pesawat Masih Mahal
Pengamat memprediksi kondisi industri maskapai baru pulih pertengahan 2025
JAKARTA, NusaBali
Situasi penerbangan Indonesia masih belum pulih pascapandemi. Hal ini membuat tingginya harga tiket meskipun saat low season. Lantas, kapan masyarakat bisa menikmati harga tiket pesawat yang terjangkau?
Indahnya masa sebelum pandemi perlahan-lahan mulai masyarakat rasakan, tetapi tidak di dunia penerbangan. Harga tiket pesawat domestik bisa disebut tinggi sedangkan masih jauh dari masa liburan.
Hal tersebut disebabkan kondisi dunia penerbangan dapat dikatakan cukup jauh dari kata pulih setelah pandemi COVID-19 menyerang. Banyaknya unit pesawat yang digudangkan karena larangan terbang membuat tingginya biaya perbaikan lantaran tingginya permintaan masyarakat.
Pengamat penerbangan, Gerry Soejatman, menyebutkan bahwa kondisi industri maskapai baru akan pulih secepatnya pada pertengahan 2025 mendatang. Salah satu penyebab terhambatnya pemulihan sejak pascapandemi, yaitu naiknya bahan baku pesawat yang berlaku secara global.
"Sekarang, spare part naik ada 50%, ada 100%, ada yang 200%. Terus, nunggu buat dia bayar sampai delivery juga naik. Kalau dulu, mungkin yang inden 1-3 bulan. Sekarang, 3-6 bulan. Jadi, financial strain, cash flow strain-nya cukup besar bagi maskapai. Ini tidak terjadi di Indonesia ini terjadi di global," ungkap Gerry seperti dilansir detikcom, Sabtu (25/11).
Tingginya permintaan jumlah penerbangan domestik dianggap membuat maskapai Indonesia dapat bertahan. Meskipun begitu, rendahnya tarif batas atas tiket pesawat masih menyulitkan industri maskapai mendapat keuntungan.
Gerry memprediksi bahwa kondisi penerbangan Indonesia baru dapat dikatakan stabil secepatnya pada akhir 2024 atau paling lama pada pertengahan 2026.
"Estimasi kita bisa pulih 80-90 persen by the end of 2024 ya. Pulih itu paling cepat pertengahan 2025. Estimasi buruknya pertengahan 2026. Tapi, saya rasa sih dengan kondisi sekarang supplier juga pada nyari cara buat dongkrak produksi mereka. Jadi, saya rasa sih ya akhir 2025 lah bisa pulih 100% supply-nya," prediksi Gerry.
Soal permintaan pengusaha penerbangan kepada Kementerian Perhubungan agar menghapus aturan tarif batas atas (TBA) pesawat dan tarif penerbangan disesuaikan sepenuhnya dengan mekanisme pasar, menurut Gerry Soejatman, kondisi TBA yang tidak ada kenaikan sejak 2019 justru berakibat terhadap mahalnya harga tiket saat low season. Hal ini dilakukan agar pihak maskapai bisa mendapat keuntungan.
Penghapusan TBA sendiri dianggap tidak memungkinkan karena panjangnya proses birokrasi yang mengharuskan mengganti isi dari undang-undang, tepatnya UU Nomor 1 Tahun 2009/UU Penerbangan. Gerry melihat kebijakan untuk menaikkan TBA dianggap lebih masuk akal ketimbang menghapusnya.
Menurut Gerry, pelonggaran TBA menjadi salah satu jalan tengah yang bisa diambil. Ia menyarankan, bila TBA dinaikkan agar dilakukan pengawasan lebih terhadap tindakan yang diambil oleh perusahaan maskapai. 7
Komentar