Kolaps, Lebih 400 Koperasi di Bali Tunggu Pembubaran
Tidak kurang dari 478 atau sekitar 12 persen dari 3.985 koperasi yang ada di seluruh Bali kolaps.
DENPASAR, NusaBali
Koperasi-koperasi tersebut sudah tidak jalan, dan kini menunggu pembubaran dari Kementerian Koperasi dan UKM.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM/UMKM I Dewa Made Patra mengatakan data dan jumlah koperasi yang kolaps tersebut telah dilaporkan ke pusat. “Karena kewenangan pembubaran koperasi ada di Pusat,” jelasnya, Minggu (16/7).
Sebelumnya kewenangan pembubaran koperasi ada di Provinsi yakni oleh Gubernur. Namun sejak tahun 2016 lalu, kewenangan tersebut ditarik lagi ke Pusat yakni ke Kementerian Koperasi dan UKM. “Kini sedang menunggu proses di Pusat,” lanjut Dewa Patra.
Dijelaskan Dewa Patra, catatan 12 persen koperasi yang kolaps ini merupakan yang tertinggi. Sebelum-sebelumnya koperasi yang kondisinya parah, tidak sampai lebih dari 10 persen. “ Sementara menunggu pembubaran dari Pusat, ada tambahan lagi yang kolaps,” kata Dewa Patra.
Sebagian besar koperasi-koperasi yang kolaps tersebut karena faktor manejemen, yakni salah urus. Akibatnya kondisi koperasi menjadi tidak sehat dan semakin parah. Salah satu indikasinya tidak adanya pelaksanaan RAT secara beruntun. Sesuai ketentuan undang-undang dua kali beruntun tidak RAT. Namun dalam kenyataanya koperasi-koperasi yang diusulkan dibubarkan tersebut lebih dari dua kali tak menggelar RAT. Sampai ada yang lima kali bahkan lebih. Diundang rapat untuk dibina juga tidak hadir alias mangkir. Kemudian alamat juga tidak karuan. “Jadi pembinaan sudah maksimal dilakukan,” tandas Dewa Patra.
Karena sudah mentok, papar Dewa Patra dengan terpaksa usulan pembubaran tersebut harus dilakukan. “Kita sesungguhnya sangat menyayangkan,” ujar Dewa Patra. Namun daripada merusak citra koperasi secara keseluruhan, makanya Diskop dan UKM kata Dewa Patra dengan berat hati mengusulkan pembubaran tersebut. “Karena sudah tidak mungkin lagi dibina,” tegas Dewa Patra. *k17
Koperasi-koperasi tersebut sudah tidak jalan, dan kini menunggu pembubaran dari Kementerian Koperasi dan UKM.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM/UMKM I Dewa Made Patra mengatakan data dan jumlah koperasi yang kolaps tersebut telah dilaporkan ke pusat. “Karena kewenangan pembubaran koperasi ada di Pusat,” jelasnya, Minggu (16/7).
Sebelumnya kewenangan pembubaran koperasi ada di Provinsi yakni oleh Gubernur. Namun sejak tahun 2016 lalu, kewenangan tersebut ditarik lagi ke Pusat yakni ke Kementerian Koperasi dan UKM. “Kini sedang menunggu proses di Pusat,” lanjut Dewa Patra.
Dijelaskan Dewa Patra, catatan 12 persen koperasi yang kolaps ini merupakan yang tertinggi. Sebelum-sebelumnya koperasi yang kondisinya parah, tidak sampai lebih dari 10 persen. “ Sementara menunggu pembubaran dari Pusat, ada tambahan lagi yang kolaps,” kata Dewa Patra.
Sebagian besar koperasi-koperasi yang kolaps tersebut karena faktor manejemen, yakni salah urus. Akibatnya kondisi koperasi menjadi tidak sehat dan semakin parah. Salah satu indikasinya tidak adanya pelaksanaan RAT secara beruntun. Sesuai ketentuan undang-undang dua kali beruntun tidak RAT. Namun dalam kenyataanya koperasi-koperasi yang diusulkan dibubarkan tersebut lebih dari dua kali tak menggelar RAT. Sampai ada yang lima kali bahkan lebih. Diundang rapat untuk dibina juga tidak hadir alias mangkir. Kemudian alamat juga tidak karuan. “Jadi pembinaan sudah maksimal dilakukan,” tandas Dewa Patra.
Karena sudah mentok, papar Dewa Patra dengan terpaksa usulan pembubaran tersebut harus dilakukan. “Kita sesungguhnya sangat menyayangkan,” ujar Dewa Patra. Namun daripada merusak citra koperasi secara keseluruhan, makanya Diskop dan UKM kata Dewa Patra dengan berat hati mengusulkan pembubaran tersebut. “Karena sudah tidak mungkin lagi dibina,” tegas Dewa Patra. *k17
Komentar