Ari Dwipayana Unggah Foto AI, Soroti Kabel Semrawut
Ari Dwipayana
Kabel Internet
Kabel Semrawut
Tiang Utilitas
AI
Kecerdasan Buatan
Artificial Intelligence
GIANYAR, NusaBali.com - Koordinator Staf Khusus Presiden RI AAGN Ari Dwipayana menyoroti kesemrawutan kabel umum, telepon, dan kabel internet yang lumrah dijumpai pada tiang-tiang utilitas di jalanan Pulau Dewata melalui visualisasi foto Artificial Intelligence (AI).
Melalui media sosial Instagram-nya, @dwipayanaari, akademisi dan tokoh dari Puri Kauhan Ubud, Gianyar ini mengunggah tiga foto produksi AI yang menggambarkan kondisi penataan kabel di Bali sekitar Minggu (26/11/2023) lalu.
"Foto AI ini menggambarkan kenyataan tentang keruwetan kita selama ini. Kabel-kabel yang bergelantung ini mewakili bagaimana tata kelola kepublikan kita," tulis Ari Dwipayana pada unggahan media sosialnya.
Foto AI itu menggambarkan jalanan Pulau Dewata, di mana estetikanya begitu indah ketika melihat arsitektur tradisional Bali di sisi kanan dan kiri jalan.
Namun, estetika arsitektural itu ternodai kesemrawutan tata kelola tiang utilitas yang digantungi kabel berbagai fungsi dan melintang ke berbagai penjuru.
Warganet pun merespons bahwa kondisi tata kelola kabel yang semrawut ini merupakan fakta dan kenyataan namun jarang sekali diatensi para pemangku kepentingan.
Belum lagi, ada tiang kabel internet yang ditanam begitu saja tanpa memerhatikan estetika kota. Mirisnya, satu tiang dipasang untuk satu perusahaan penyedia jaringan internet saja dan kadang dipasang berkumpul pada satu titik.
Akademisi Universitas Gadjah Mada ini pun tidak menutupi bahwa hal ini pun terjadi di kampung halamannya sendiri, Ubud. Kata Ari, Ubud adalah teras depan pariwisata Bali tapi mengalami masalah yang sama terkait petataan kabel dan tiang utilitas.
"Kabel-kabel (ini) terlihat mewakili ego masing-masing operator: ada kabel listrik, ada kabel telpon, dan internet ditambah dengan tiang dan kabel operator telekomunikasi. Semua membentangkan kabel masing-masing membuat jadi semrawut," ujar Ari Dwipayana.
Ari mendorong adanya sinergi berbagai pihak baik pemerintah, BUMN, dan pihak swasta terkait permasalahan ini. Ia mengusulkan, pentingnya keberadaan saluran jaringan terintegrasi bawah tanah.
Bukan saja kabel, saluran di bawah tanah ini bisa memuat pipa air minum dan bahkan pipa gas ke rumah-rumah warga di masa depan. Jelas Ari, hal ini bisa dicapai jika para pemangku kepenting seiya sekata.
"Saya kira sudah ada contoh berhasil investasi tanam kabel bawah tanah yang dilakukan di Labuan Bajo. Lanjutkan itu untuk destinasi wisata lainnya: Bali, Jogja, dan juga daerah lain. Bahkan IKN juga harus dirancang dari awal agar tidak semrawut," tegas Ari.
Ari beranggapan, jika usulannya ini bisa dieksekusi, tidak sekadar wacana, maka akan jadi pencapaian kolaborasi lintas sektor yang memecah ego sektoral. Sebab, kesemrawutan kabel dan tata kepublikan lainnya adalah buah ego sektoral. *rat
"Foto AI ini menggambarkan kenyataan tentang keruwetan kita selama ini. Kabel-kabel yang bergelantung ini mewakili bagaimana tata kelola kepublikan kita," tulis Ari Dwipayana pada unggahan media sosialnya.
Foto AI itu menggambarkan jalanan Pulau Dewata, di mana estetikanya begitu indah ketika melihat arsitektur tradisional Bali di sisi kanan dan kiri jalan.
Namun, estetika arsitektural itu ternodai kesemrawutan tata kelola tiang utilitas yang digantungi kabel berbagai fungsi dan melintang ke berbagai penjuru.
Warganet pun merespons bahwa kondisi tata kelola kabel yang semrawut ini merupakan fakta dan kenyataan namun jarang sekali diatensi para pemangku kepentingan.
Belum lagi, ada tiang kabel internet yang ditanam begitu saja tanpa memerhatikan estetika kota. Mirisnya, satu tiang dipasang untuk satu perusahaan penyedia jaringan internet saja dan kadang dipasang berkumpul pada satu titik.
Akademisi Universitas Gadjah Mada ini pun tidak menutupi bahwa hal ini pun terjadi di kampung halamannya sendiri, Ubud. Kata Ari, Ubud adalah teras depan pariwisata Bali tapi mengalami masalah yang sama terkait petataan kabel dan tiang utilitas.
"Kabel-kabel (ini) terlihat mewakili ego masing-masing operator: ada kabel listrik, ada kabel telpon, dan internet ditambah dengan tiang dan kabel operator telekomunikasi. Semua membentangkan kabel masing-masing membuat jadi semrawut," ujar Ari Dwipayana.
Ari mendorong adanya sinergi berbagai pihak baik pemerintah, BUMN, dan pihak swasta terkait permasalahan ini. Ia mengusulkan, pentingnya keberadaan saluran jaringan terintegrasi bawah tanah.
Bukan saja kabel, saluran di bawah tanah ini bisa memuat pipa air minum dan bahkan pipa gas ke rumah-rumah warga di masa depan. Jelas Ari, hal ini bisa dicapai jika para pemangku kepenting seiya sekata.
"Saya kira sudah ada contoh berhasil investasi tanam kabel bawah tanah yang dilakukan di Labuan Bajo. Lanjutkan itu untuk destinasi wisata lainnya: Bali, Jogja, dan juga daerah lain. Bahkan IKN juga harus dirancang dari awal agar tidak semrawut," tegas Ari.
Ari beranggapan, jika usulannya ini bisa dieksekusi, tidak sekadar wacana, maka akan jadi pencapaian kolaborasi lintas sektor yang memecah ego sektoral. Sebab, kesemrawutan kabel dan tata kepublikan lainnya adalah buah ego sektoral. *rat
1
Komentar