Merasa Diperlakukan Tidak Adil dan Kena Pungli, Pengusaha Galian C Masadu ke Dewan
SINGARAJA, NusaBali - PT Sancana salah satu pengusaha galian C di Buleleng masadu ke gedung DPRD Buleleng, Kamis (7/12) pagi. Pemilik beserta pekerjanya meminta dukungan dari dewan dan solusi untuk masalah yang tengah dihadapi. Pengusaha yang melakukan aktivitas di wilayah Desa Banjarasem, Kecamatan Seririt, Buleleng ini mengeluh diperlakukan tidak adil dan sempat dimintai dana dugaan pungli oleh oknum anggota Polda Bali.
Rombongan diterima Sekretaris Dewan (Sekwan) I Gede Sandhiyasa di ruang gabungan komisi DPRD Buleleng. Komisaris Utama PT Sancaka Nunuk Purwandari menjelaskan persoalan yang tengah dihadapinya. Dia mengatakan perusahaannya tidak dapat memperpanjang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) yang berakhir pada 30 Maret 2020.
Pengurusan izin ke pemerintah pusat sebagai pemegang kewenangan tidak dapat diperpanjang karena terkendala regulasi di pemerintah Kabupaten Buleleng yang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) belum terbit. Awalnya situasi ini adem ayem saja. Sebab perusahaan sudah melakukan kulo nuwun kepada Aparat Penegak Hukum (APH) baik Polda Bali, Kabupaten dan Polda Bali. Perusahan galian C milik PT Sancaka pun rutin membayarkan pajak mineral bukan logam jenis tertentu dna batuan kepada Pemkab Buleleng sejak April 2021-Oktober 2022 lalu.
Namun pada 23 Oktober 2023 lalu datang beberapa petugas ke lokasi galian di Banjarasem melakukan sidak dan pengambilan data. Tidak berselang lama yakni pada 18 November 2023, Direktur PT Sancaka Leviana Adriningtyas ditetapkan menjadi tersangka atas tindak pidana penyalahgunaan bahan bakar yang disubsidi pemerintah dan usaha pertambangan tanpa izin.
“Tidak benar kami menyalahgunakan bahan bakar subsidi karena kami pakai bahan bakar industri. Anak saya yang ditetapkan jadi tersangka mengalami depresi karena diminta uang Rp 1,8 miliar dalam waktu singkat. Bagaimana kami memenuhi uang sebesar itu. Kami disuruh ngutang oleh oknum Ditkrimsus Polda Bali,” terang Nunuk.
Dia pun merasa tidak adil, karena perlakuan ini hanya dialami perusahaannya. Sedangkan di lokasi galian C di Banjarasem, ada sekitar 10-12 perusahan pertambangan yang kondisinya sama tidak berizin. Dia pun berharap persoalan ini mendapat dukungan dari pemerintah daerah dan DPRD Buleleng sebagai pemilik wilayah.
Sekwan Sandhiyasa yang menerima keluhan masyarakat ini, mengaku tidak dapat memberikan jawaban langsung. Persoalan ini pun akan disampaikan kepada pimpinan Ketua DPRD Buleleng untuk dibahas bersama dan dicarikan solusi terbaik.
Penjabat (Pj) Bupati Buleleng dikonfirmasi terpisah mengatakan RDTR masih berproses di pemerintah pusat. Menurutnya rancangan RDTR Kabupaten Buleleng sudah tuntas, namun sebelum ditetapkan masih memerlukan kajian dan persetujuan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
“Beberapa waktu lalu kami sudah sempat undang pengusaha pertambangan di rumah jabatan. Memang kami di kabupaten sedang mengejar RDTR segera disetujui, sehingga ada payung hukum yang pasti. Kami sarankan tunggu dulu sampai RDTR terbit karena kalau kewenangan mutlak soal pertambangan Kabupaten tidak punya,” ucap Lihadnyana.
Ditanya soal pungutan pajak mineral bukan logam jenis tertentu dna batuan yang tetap dipungut meski perusahaan tidak mengantongi izin, disebut sudah menjadi kewajiban. Sebab kegiatan yang dilakukan bersifat konsumtif. 7k23
1
Komentar