Ketua DPR Ditetapkan Tersangka e-KTP
Novanto Tersangka, Golkar Tak Akan Tunjuk Plt Ketua Umum
JAKARTA, NusaBali
Politisi yang juga Ketua Umum DPP Golkar ini diduga berperan mengkondisikan pengadaan barang dan jasa e-KTP saat menjadi Ketua Fraksi Golkar DPR 2009-2014.
Penetapan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi proyek e-KTP diumumkan langsung Ketua KPK, Agus Rahardjo, dalam konferensi pers di kantornya kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin malam. Penetapan tersangka ini dilakukan setelah KPK mencermati persidangan kasus e-KTP dengan terdakwa Sugiharto dan Irman.
"Ada bukti permulaan yang cukup untuk penetapan tersangka baru (Setya Novan-to, Red)," ujar Agus Raharjo. Sejak awal kasus ini masuk ke persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta, nama Novanto memang disebut jaksa KPK dalam surat dakwaan untuk terdakwa. Novanto disebut bersama-sama dengan 6 orang lainnya, yakni
Diah Anggraini, Drajat Wisnu, Isnu Edhi, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Sugiharto, dan Irman.
Novanto disangka telah mengkondisikan engadaan barang dan jasa proyek e-KTP saat menjabat Ketua Fraksi Golkar DPR. "Saudara Setya Novanto melalui AA (terdakwa Andi Agustinus alias Ando Narogong, Red) diduga telah mengkondisikan pengadaan barang dan jasa KTP elektronik," papar Agus Rahardjo.
Agus menjelaskan, Novanto diduga memiliki peran dalam setiap proses pengadaan e-KTP, mulai dari perencanaan, pembahasan anggaran, hingga pengadaan barang dan jasa. Proyek e-KTP ini bergulir periode 2011-2013, ketika Novanto masih menjabat Ketua Fraksi Golkar DPR. Akibat perbuatannya, Novanto dijerat Pasal 3 atau 2 ayat 1 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara (seumur hidup) dan denda Rp 1 miliar.
Menurut Agus, penetapan Novanto sebagai tersangka ini tidak ada kaitannya de-ngan Pansus Hak Angket KPK yang sedang bergulir di DPR. "Ini sama sekali ti-dak terkait dengan Pansus KPK yang sekarang sedang bekarja," kata Agus.
Setelah menetapkan Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP, KPK pun atur strategi untuk menghadapi sang Ketua DPR di persidangan. KPK akan mem-bawa bukti-bukti yang diperlukan dalam proses pengadilan, untuk meyakinkan majelis hakim maupun masyarakat bahwa KPK berada di jalan yang benar. "Nanti kita adu bukti di pengadilan," ujarnya. "(Soal) Intervensi yang bersangkutan dan lain-lain, kami tidak akan berkomentar. Apakah kami punya data atau informasi biar kami yang mengatur langkah dan strategi," lanjut Agus.
Setya Novanto merupakan ketua umum parpol keempat yang dijerat KPK sebagai tersangka kasus korupsi. Ketum parpol pertama yang dijerat PK adalah Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq. Dia dijemput dan ditahan KPK, Januari 2013, terkait pengurusan kuota impor daging di Kementerian Pertanian. Luthfi kemudian divo-nis 16 tahun penjara di pengadilan tingkat pertama, lalu naik menjadi 18 tahun penjara di tingkat kasasi MA.
Berikutnya, Ketua Umum DPP Demokrat Anas Urbaningrum jadi tersangka kasus korupsi proyek Hambalang, Anas divonis 8 tahun penjara oleh pengadilan tingkat pertama dan hukumannya dinaikkan MA menjadi 14 tahun penjara di tingkat kasasi. Terakhir, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali terseret kasus korupsi penyelenggaraan ibadah haji. Awalnya, SDA divonis 6 tahun penjara, lalu naik jadi 10 tahun penjara di tingkat kasasi.
Sementara itu, Pimpinan DPR masih menunggu sikap resmi Golkar terkait pergantian Novanto sebagai Ketua DPR. "Menyangkut pimpinan, tergantung partai atau fraksi. Kalau fraksi memberikan keleluasaan pimpinan, saya kira tak ada masalah selama belum inkrah, kecuali dari parpol mengajukan pergantian," ujar Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra, Fadli Zon, dilansir detikcom di Senayan, Jakarta, tadi malam.
Menurut Fadli, pihaknya juga menunggu proses hukum yang berjalan. Status No-vanto tidak bisa diputuskan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. "Ini bukan persoalan etika, ini persoalan hukum. Ini bukan persoalan etika," kata-nya. Terkait apakah Novanto akan dicopot dari Ketua DPR atau tidak, itu tergan-tung Golkar. "Tergantung parpolnya. Pemilihan kalau ada Pimpinan DPR, hak parpol. Itu menurut UU MD3," katanya.
Di sisi lain, Golkar tidak akan menunjuk Plt Ketua Umum DPP Golkar pasca penetapan Novanto sebagai tersangka."Tidak (ada Plt). Kan ada Ketua Harian, ada Korbid, ada Sekjen. Fungsi-fungsi semua telah dibagi habis sesuai tata kerjanya," jelas Ketua Harian DPP Golkar, Nurdin Halid.
Nurdin juga menegaskan tak akan ada Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munas-lub) Golkar untuk memilih pengganti Novanto. Artinya, Novanto akan tetap men-jadi ketua umum hingga keputusan hukum terkait dirinya berkekuatan hukum tetap. *
Komentar