PMI Bali Lepas 3 Staf Purna Tugas, Salah Satunya Sempat Berjibaku Himpun Pendonor Darah saat Bom Bali
DENPASAR, NusaBali.com - PMI Provinsi Bali melepas tiga staf Unit Donor Darah (UDD) yang purna tugas di sela acara Musyawarah Kerja Provinsi (Mukerprov) Tahun 2023, Selasa (12/12/2023). Satu di antara tiga staf purna tugas ini sempat berjibaku menghimpun pendonor darah saat Bom Bali.
Ketiga staf yang purna tugas ini adalah I Made Geria Arnita, 61; Komang Sandriani, 59; dan Made Astika Yasa, 58. Masing-masing memegang jabatan terakhir sebagai Kasubid Humas dan Perekrutan dan Pelestarian Donor Darah Sukarela (P2DDS), staf Pengolahan Darah, dan Kaur Sarana dan Prasarana.
Staf yang paling lama bertugas di PMI di antara ketiganya adalah Geria Arnita yang mengaku sudah menjadi keluarga besar PMI Bali selama 40 tahun. Usai lulus SMA di Karangasem tahun 1983, ia merantau ke Denpasar untuk melanjutkan studi.
"Tapi tidak lulus. Akhirnya saya direkrut oleh Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Kabupaten Badung tahun 1983 itu dan bertahan sampai sekarang," tutur Geria ketika dijumpai usai pelepasan staf purna tugas di sela Mukerprov PMI Bali di Gedung LLDIKTI Wilayah VIII, Jalan Trengguli I Nomor 22, Kelurahan Penatih, Denpasar.
Selama 40 tahun mengabdi di lembaga kemanusiaan itu, Geria dan tiga rekannya ini telah melewati beberapa peristiwa besar di Bali dan tanah air. Salah duanya adalah Bom Bali I tahun 2002 dan Bom Bali II tahun 2005.
Di tengah kegentingan kala itu, Geria sudah jadi bagian PMI selama 22 tahun saat Bom Bali I membuat lautan mayat manusia tergeletak di Jalan Legian, Kuta.
Sebagai petugas PMI di UDD/UTD, Geria bertugas menghimpun para pendonor darah agar stok darah tetap aman. Di saat rekan-rekannya di unit lain berjibaku di lapangan, ia berjibaku melalui surat dan panggilan telepon.
"Saya sendiri kebetulan di dalam mengelola darah. Kami mengajak masyarakat agar mau berdonor darah melalui surat dan telepon, mengurus kantong darah yang datang, dan cross-matching darah ketika ada permintaan stok darah," beber Geria.
Pada Bom Bali I ini, Geria mengaku kesulitan menghimpun pendonor lantaran kesadaran masyarakat dinilai masih rendah kala itu. Akhirnya, banyak pasien yang memerlukan darah terpaksa ditunda proses transfusinya karena keterbatasan stok darah.
Beruntung pada Bom Bali II, kesadaran akan pentingnya keamanan stok darah saat kejadian darurat nasional meningkatkan. Di tahun 2005 ini, Geria bergerilia mengoptimalkan 200-an kelompok DDS yang dimiliki PMI di Bali sambil memperluas cakupannya.
Setelah empat dekade berkecimpung di bidang kemanusiaan, Geria dan dua rekan lainnya yang mengabdi selama 30-an tahun kini berhak menikmati 'masa pensiun'.
"Bekerja di bidang kemanusiaan itu yang terpenting adalah keikhlasan tanpa pamrih dan senantiasa melatih diri untuk memperkuat kompetensi di tugas masing-masing," tukas Geria. *rat
Staf yang paling lama bertugas di PMI di antara ketiganya adalah Geria Arnita yang mengaku sudah menjadi keluarga besar PMI Bali selama 40 tahun. Usai lulus SMA di Karangasem tahun 1983, ia merantau ke Denpasar untuk melanjutkan studi.
"Tapi tidak lulus. Akhirnya saya direkrut oleh Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Kabupaten Badung tahun 1983 itu dan bertahan sampai sekarang," tutur Geria ketika dijumpai usai pelepasan staf purna tugas di sela Mukerprov PMI Bali di Gedung LLDIKTI Wilayah VIII, Jalan Trengguli I Nomor 22, Kelurahan Penatih, Denpasar.
Selama 40 tahun mengabdi di lembaga kemanusiaan itu, Geria dan tiga rekannya ini telah melewati beberapa peristiwa besar di Bali dan tanah air. Salah duanya adalah Bom Bali I tahun 2002 dan Bom Bali II tahun 2005.
Di tengah kegentingan kala itu, Geria sudah jadi bagian PMI selama 22 tahun saat Bom Bali I membuat lautan mayat manusia tergeletak di Jalan Legian, Kuta.
Sebagai petugas PMI di UDD/UTD, Geria bertugas menghimpun para pendonor darah agar stok darah tetap aman. Di saat rekan-rekannya di unit lain berjibaku di lapangan, ia berjibaku melalui surat dan panggilan telepon.
"Saya sendiri kebetulan di dalam mengelola darah. Kami mengajak masyarakat agar mau berdonor darah melalui surat dan telepon, mengurus kantong darah yang datang, dan cross-matching darah ketika ada permintaan stok darah," beber Geria.
Pada Bom Bali I ini, Geria mengaku kesulitan menghimpun pendonor lantaran kesadaran masyarakat dinilai masih rendah kala itu. Akhirnya, banyak pasien yang memerlukan darah terpaksa ditunda proses transfusinya karena keterbatasan stok darah.
Beruntung pada Bom Bali II, kesadaran akan pentingnya keamanan stok darah saat kejadian darurat nasional meningkatkan. Di tahun 2005 ini, Geria bergerilia mengoptimalkan 200-an kelompok DDS yang dimiliki PMI di Bali sambil memperluas cakupannya.
Setelah empat dekade berkecimpung di bidang kemanusiaan, Geria dan dua rekan lainnya yang mengabdi selama 30-an tahun kini berhak menikmati 'masa pensiun'.
"Bekerja di bidang kemanusiaan itu yang terpenting adalah keikhlasan tanpa pamrih dan senantiasa melatih diri untuk memperkuat kompetensi di tugas masing-masing," tukas Geria. *rat
1
Komentar