RTRW Belum Kelar, Insentif Petani Terancam Molor
SINGARAJA, NusaBali - Kesepakatan eksekutif dan legislatif memberikan insentif pajak petani yang lahannya masuk dalam Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) tahun depan terancam molor.
Sebab hingga di penghujung tahun 2023 belum ada data pasti berapa petani dan luasan lahan yang akan mendapatkan insentif. Hal ini dikarenakan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Buleleng belum kelar.
Dari Peraturan LP2B yang sudah disahkan tahun 2021, petani yang lahannya dilindungi akan diberikan insentif berupa keringanan pajak sebesar 90 persen. Keringanan pajak ini merupakan sebuah penghargaan bagi petani yang mau menjaga lahan pertaniannya untuk keberlangsungan dan swasembada pangan.
Hanya saja hingga pertengahan Desember 2023 ini, belum ada data pasti dan berapa estimasi insentif pajak pertanian yang akan disiapkan pemerintah. Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Buleleng mengaku masih menunggu data pasti terkait luasan lahan yang masuk dalam LP2B.
Kepala BPKPD Buleleng Gede Sugiartha Widiada dihubungi Kamis (14/12), mengaku belum melakukan validasi pengenaan keringanan pajak. Sebab data pasti belum ada. “Kami masih menunggu data pasti luasan yang masuk di LP2B, setelah itu baru kami bisa validasi SPPTnya milik siapa, lahannya dimana,” ungkap Sugiartha.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Buleleng I Putu Adiptha Eka Putra mengatakan untuk RTRW saat ini sedang berproses di pemerintah pusat. Dalam penetapan RTRW, setelah selesai dibahas bersama DPRD Kabupaten wajib melalui tahapan pembahasan di Forum Lintas Sektor antar Kementerian.
“Berkas RTRW kita sudah kirimkan bulan November lalu, sekarang sedang menunggu jadwal dibahas dalam forum lintas sektor kementerian. Antriannya cukup panjang karena dari beberapa kabupaten di Indonesia,” ucap Adiptha.
Menurutnya berkas RTRW yang diajukan kabupaten wajib dibahas dan dicocokkan datanya dengan kementerian lintas sektor. Seperti kawasan hutan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), kawasan perindustrian dengan Kementerian Perindustrian, termasuk kawasan pertanian dengan Kementerian Pertanian. Data termasuk peta wilayah itu disinkronkan sehingga tidak ada kawasan dan data yang tumpang tindih antara peraturan daerah dengan peraturan di pusat.
“Secara prinsip RTRW yang kemarin disetorkan tidak ada masalah, tinggal melalui proses dan menunggu hasil lintas sektor antar kementerian dari Kementerian ATR/BPN (Agraria Tata Ruang /Badan Pertanahan Negara). Mudah-mudahan segera disetujui kalau tidak akhri 2024 ini paling tidak Januari atau Februari 2024 nanti,” jelas Adiptha.
Setelah ada hasil dan persetujuan dari pusat RTRW ini akan kembali dibawa ke sidang paripurna di DPRD Buleleng untuk ditetapkan sebagai Perda. 7k23
Dari Peraturan LP2B yang sudah disahkan tahun 2021, petani yang lahannya dilindungi akan diberikan insentif berupa keringanan pajak sebesar 90 persen. Keringanan pajak ini merupakan sebuah penghargaan bagi petani yang mau menjaga lahan pertaniannya untuk keberlangsungan dan swasembada pangan.
Hanya saja hingga pertengahan Desember 2023 ini, belum ada data pasti dan berapa estimasi insentif pajak pertanian yang akan disiapkan pemerintah. Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Buleleng mengaku masih menunggu data pasti terkait luasan lahan yang masuk dalam LP2B.
Kepala BPKPD Buleleng Gede Sugiartha Widiada dihubungi Kamis (14/12), mengaku belum melakukan validasi pengenaan keringanan pajak. Sebab data pasti belum ada. “Kami masih menunggu data pasti luasan yang masuk di LP2B, setelah itu baru kami bisa validasi SPPTnya milik siapa, lahannya dimana,” ungkap Sugiartha.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Buleleng I Putu Adiptha Eka Putra mengatakan untuk RTRW saat ini sedang berproses di pemerintah pusat. Dalam penetapan RTRW, setelah selesai dibahas bersama DPRD Kabupaten wajib melalui tahapan pembahasan di Forum Lintas Sektor antar Kementerian.
“Berkas RTRW kita sudah kirimkan bulan November lalu, sekarang sedang menunggu jadwal dibahas dalam forum lintas sektor kementerian. Antriannya cukup panjang karena dari beberapa kabupaten di Indonesia,” ucap Adiptha.
Menurutnya berkas RTRW yang diajukan kabupaten wajib dibahas dan dicocokkan datanya dengan kementerian lintas sektor. Seperti kawasan hutan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), kawasan perindustrian dengan Kementerian Perindustrian, termasuk kawasan pertanian dengan Kementerian Pertanian. Data termasuk peta wilayah itu disinkronkan sehingga tidak ada kawasan dan data yang tumpang tindih antara peraturan daerah dengan peraturan di pusat.
“Secara prinsip RTRW yang kemarin disetorkan tidak ada masalah, tinggal melalui proses dan menunggu hasil lintas sektor antar kementerian dari Kementerian ATR/BPN (Agraria Tata Ruang /Badan Pertanahan Negara). Mudah-mudahan segera disetujui kalau tidak akhri 2024 ini paling tidak Januari atau Februari 2024 nanti,” jelas Adiptha.
Setelah ada hasil dan persetujuan dari pusat RTRW ini akan kembali dibawa ke sidang paripurna di DPRD Buleleng untuk ditetapkan sebagai Perda. 7k23
Komentar