Seni Bisa ‘Obati’ ODGJ
DENPASAR, NusaBali.com – Tak banyak seniman Bali yang ‘dekat’ dengan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Tidak demikian bagi Budi Agung Kuswara. Pendiri Ketemu Project ini sejak 2016 aktif mendampingi ODGJ dalam berkesenian.
.Budi Agung adalah salah satu pendiri Rumah Berdaya Denpasar, komunitas rehabilitasi psikososial yang kini menjadi acuan dalam memberdayakan ODGJ di Kota Denpasar.
Awalnya, Budi dekat dengan salah satu psikiater yakni dr I Gusti Rai Putra Wiguna SpKJ dan terlibat dalam kunjungan atau home visit ke rumah para pasien.
“Saya membawa pena dan kertas. Ketika melihat mereka menuangkan isi pikiran dan perasaan mereka dalam bahasa gambar, itu suatu hal yang sangat luar biasa. Karena pemikiran mereka di luar pemikiran umum,” kata pria kelahiran Sanur, Denpasar pada 1982 ini.
Dari situ, ia kemudian membuat sebuah program bertajuk ‘Schizofriend Art Movement’. Para penyintas skizofrenia, sebuah gangguan jiwa berat di Rumah Berdaya diajak untuk melakukan kegiatan seni.
“Tujuannya, membawa kawan-kawan yang telah terstigma ini untuk kembali ke masyarakat dengan karya-karya seni mereka,” jelas Budi Agung.
Kolaborasi ini mengajak para profesional kesehatan jiwa termasuk Pemkot Denpasar seperti Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial Kota Denpasar yang difasilitasi oleh Rai Mantra, Wali Kota Denpasar ketika itu.
“Kami bersyukur sekali, inisiatif ini mendapat dukungan positif. Apa yang kami kerjakan merupakan support system bagi para ODGJ, selain kami sebagai organisasi seni dan psikiater sebagai profesional kesehatan jiwa,” ujar Budi Agung yang sering mengadakan pameran lukisan di luar negeri ini.
Budi Agung menyebut, seni menjadi ‘obat’ bagi para ODGJ. “Memang, terjadi ketidakseimbangan neurotransmitter atau zat kimiawi pada otak mereka yang menyebabkan adanya halusinasi dan delusi. Tapi, jika kita mau jujur, setiap orang pasti pernah mengalami itu, dalam batas-batas tertentu,” sebutnya.
Bagi para ODGJ, halusinasi dan delusi merupakan realitas yang nyata. “Bagi kita itu tidak nyata, sedangkan bagi mereka itu nyata. Seni kemudian menjadi jembatan atas perdebatan itu. Lukisan ODGJ, misalnya, adalah gambaran nyata dari apa yang mereka pikirkan dan rasakan,” sebut Budi Agung.
Dengan menghasilkan karya, kata dia, penyintas gangguan jiwa merasa diakui keberadaannya. Apalagi jika karya mereka mendapatkan penghargaan atau menjuarai sebuah kompetisi seni.
“Beberapa lukisan pelukis di Rumah Berdaya bahkan dikoleksi oleh museum seni di Jerman, selain mengikuti festival seni di Jakarta. Ini tentu sangat membanggakan tidak hanya bagi pelukis namun juga keluarga dan komunitas,” kata Budi Agung.
Saat ini, terdapat tiga penyintas skizofrenia di Rumah Berdaya yang telah menemukan dan memilih seni sebagai jalan hidup mereka dan terus aktif berkesenian.
“Dari apresiasi itu, mereka bisa kembali ke masyarakat. Selain tumbuhnya rasa percaya diri yang tumbuh dari sebuah proses hidup yang tidak mudah,” pungkasnya.
Ketemu Project terus memperkenalkan karya-karya seni pelukis di Rumah Berdaya Denpasar pada platform arus utama, tanpa membawa label atau branding gangguan jiwa.
“Kami ingin mereka diakui secara setara. Sehingga cita-cita kami untuk melawan stigma dan diskriminasi bisa terus kami lakukan. Dan tentu kemudian seni menjadi ‘obat’ yang membantu proses pemulihan kawan-kawan ODGJ,” tutup Budi Agung. *ol5
Komentar