Unud Konservasi Lontar Bebali Dalem Sidakarya
DENPASAR, NusaBali - Desa Adat Sidakarya, Denpasar Selatan, menggelar piodalan Saraswati dan nedunang prasasti pada Saniscara Umanis Watugunung, Sabtu (16/12).
Upacara yang masih dalam rangkaian Karya Agung di Pura Mutering Jagat Dalem Sidakarya ini melibatkan tim dari Unit Lontar Universitas Udayana (ULU) dalam proses konservasi dan digitalisasi lontar.
Bendesa Adat Sidakarya I Ketut Suka mengatakan ada keinginan dari krama agar prasasti yang selama ini distanakan di pura setempat dapat diturunkan dan dibaca, sehingga sesuai petunjuk Pedanda Yajamana, momen Saraswati kali ini dianggap sangat tepat karena masih dalam rangkaian Karya Ngusaba dan Padudusan Agung.
“Biasanya odalan Saraswati dipimpin Jero Mangku, namun sekarang digelar dengan upacara yang lebih besar dengan pulagembal bebangkit,” ucapnya.
Prasasti dalam bentuk lontar ini memiliki judul Bebali Dalem Sidakarya. Suka menyebut sejarah prasasti ini diketahui dari informasi seorang mahasiswa yang mengadakan penelitian (skripsi). Mahasiswa tersebut mengatakan jika ada lontar berisi kisah Dalem Sidakarya yang berasal dari milik Pedanda Gunung di Muncan (Karangasem).
Masyarakat Sidakarya pun menyelidikinya dan lontar tersebut memang ada, sehingga lontar dari Muncan itu yang sekarang disakralkan di Desa Sidakarya.
Suka berharap dengan konservasi, digitalisasi, dan pembacaan lontar ini, krama tahu kesejatian cerita di lontar Bebali Dalem Sidakarya yang jadi kebanggaan krama Sidakarya. Sekitar tahun 1996-1998, dia menyebut pernah ada pembacaan juga, namun kala itu hasil pembacaan tidak terdokumentasikan dengan baik.
“Kita berharap ke depannya, kita bisa punya salinan dalam bentuk digital. Sehingga walau tidak menurunkan prasasti, isinya tetap dapat diketahui sehingga keyakinan kita akan bertambah setelah melihat langsung sumbernya dari bentuk digital, tidak kurang dan tidak lebih,” tuturnya.
Ida Pedanda Wayahan Wanasari selaku Yajamana Karya mengatakan prasasti penting diketahui oleh generasi penerus.
“Terutama isi prasasti ini harus diketahui oleh umat, agar tidak hanya sekadar gugon tuwon, sebab rasa ingin tahu yang tinggi dari masyarakat, maka untuk menjawabnya harus sesuai dengan sastra,” ujarnya.
Ida Pedanda menyebut, selain agar mengetahui isi dari lontar tersebut, penting juga untuk senantiasa merawat prasasti atau lontar, agar bentuk fisiknya masih utuh dan tidak mengalami kerusakan karena dimakan usia.
“Kita harus rawat dengan baik, di sini pun jangan sampai rusak, apalagi cerita yang berhubungan dengan prasasti ini, berhubungan dengan mitologi dan sejarah, agar diketahui mana yang sakral dan profan. Jadi masyarakat benar-benar mengetahuinya, sehingga tidak hanya berdasarkan mula keto saja,” tutur Pedanda asal Griya Wanasari Sanur ini.
Ida Pedanda menekankan pentingnya memahami isi dan menjaga lontar, sehingga beliau berpesan dalam proses alih aksara dan alih bahasa lontar, harus tetap menjaga kesakralan dan taksu, serta memperhatikan kepentingan. Membuat buku dari isi lontar ini menurut beliau adalah hal yang baik, namun hanya untuk yang punya kepentingan yakni krama sekitar, dengan tetap memperhatikan nilai sakral dan profan dan tidak sembarangan.
“Jangan sampai hal yang sakral (dari isi lontar) dijual belikan, bahkan di medsos,” tegasnya.
Sementara, Koordinator Divisi Konservasi dan Digitalisasi ULU Putu Widhi Kurniawan SS, MHum, menyebut dia dan tim melakukan konservasi atau pembersihan dan digitalisasi terhadap 1 cakep lontar yang memiliki total 28 halaman. Proses pembersihan dilakukan dengan membersihkan debu, serta memberikan cairan minyak sereh dan alkohol. Tahapan terakhir adalah dokumentasi digitalisasi lontar dan editing.
“Tadi juga sudah dilakukan penggantian keropak yang sudah usang dan terlalu kecil, yang menyebabkan lontar susah diambil dan diganti dengan yang lebih besar sehingga lontar dapat secara leluasa diambil,” sebut akademisi Program Studi Sastra Jawa Kuno Unud ini.
Pembacaan lontar dan peneges dilakukan oleh Pedanda Yajamana, bersama Ida Pedanda Batuaji dan walaka. Widhi Kurniawan berharap lontar Bebali Dalem Sidakarya ini dapat dilakukan alih aksara dan alih bahasa, sehingga dapat dimanfaatkan oleh seluruh pangempon pura. 7 cr78
Bendesa Adat Sidakarya I Ketut Suka mengatakan ada keinginan dari krama agar prasasti yang selama ini distanakan di pura setempat dapat diturunkan dan dibaca, sehingga sesuai petunjuk Pedanda Yajamana, momen Saraswati kali ini dianggap sangat tepat karena masih dalam rangkaian Karya Ngusaba dan Padudusan Agung.
“Biasanya odalan Saraswati dipimpin Jero Mangku, namun sekarang digelar dengan upacara yang lebih besar dengan pulagembal bebangkit,” ucapnya.
Prasasti dalam bentuk lontar ini memiliki judul Bebali Dalem Sidakarya. Suka menyebut sejarah prasasti ini diketahui dari informasi seorang mahasiswa yang mengadakan penelitian (skripsi). Mahasiswa tersebut mengatakan jika ada lontar berisi kisah Dalem Sidakarya yang berasal dari milik Pedanda Gunung di Muncan (Karangasem).
Masyarakat Sidakarya pun menyelidikinya dan lontar tersebut memang ada, sehingga lontar dari Muncan itu yang sekarang disakralkan di Desa Sidakarya.
Suka berharap dengan konservasi, digitalisasi, dan pembacaan lontar ini, krama tahu kesejatian cerita di lontar Bebali Dalem Sidakarya yang jadi kebanggaan krama Sidakarya. Sekitar tahun 1996-1998, dia menyebut pernah ada pembacaan juga, namun kala itu hasil pembacaan tidak terdokumentasikan dengan baik.
“Kita berharap ke depannya, kita bisa punya salinan dalam bentuk digital. Sehingga walau tidak menurunkan prasasti, isinya tetap dapat diketahui sehingga keyakinan kita akan bertambah setelah melihat langsung sumbernya dari bentuk digital, tidak kurang dan tidak lebih,” tuturnya.
Ida Pedanda Wayahan Wanasari selaku Yajamana Karya mengatakan prasasti penting diketahui oleh generasi penerus.
“Terutama isi prasasti ini harus diketahui oleh umat, agar tidak hanya sekadar gugon tuwon, sebab rasa ingin tahu yang tinggi dari masyarakat, maka untuk menjawabnya harus sesuai dengan sastra,” ujarnya.
Ida Pedanda menyebut, selain agar mengetahui isi dari lontar tersebut, penting juga untuk senantiasa merawat prasasti atau lontar, agar bentuk fisiknya masih utuh dan tidak mengalami kerusakan karena dimakan usia.
“Kita harus rawat dengan baik, di sini pun jangan sampai rusak, apalagi cerita yang berhubungan dengan prasasti ini, berhubungan dengan mitologi dan sejarah, agar diketahui mana yang sakral dan profan. Jadi masyarakat benar-benar mengetahuinya, sehingga tidak hanya berdasarkan mula keto saja,” tutur Pedanda asal Griya Wanasari Sanur ini.
Ida Pedanda menekankan pentingnya memahami isi dan menjaga lontar, sehingga beliau berpesan dalam proses alih aksara dan alih bahasa lontar, harus tetap menjaga kesakralan dan taksu, serta memperhatikan kepentingan. Membuat buku dari isi lontar ini menurut beliau adalah hal yang baik, namun hanya untuk yang punya kepentingan yakni krama sekitar, dengan tetap memperhatikan nilai sakral dan profan dan tidak sembarangan.
“Jangan sampai hal yang sakral (dari isi lontar) dijual belikan, bahkan di medsos,” tegasnya.
Sementara, Koordinator Divisi Konservasi dan Digitalisasi ULU Putu Widhi Kurniawan SS, MHum, menyebut dia dan tim melakukan konservasi atau pembersihan dan digitalisasi terhadap 1 cakep lontar yang memiliki total 28 halaman. Proses pembersihan dilakukan dengan membersihkan debu, serta memberikan cairan minyak sereh dan alkohol. Tahapan terakhir adalah dokumentasi digitalisasi lontar dan editing.
“Tadi juga sudah dilakukan penggantian keropak yang sudah usang dan terlalu kecil, yang menyebabkan lontar susah diambil dan diganti dengan yang lebih besar sehingga lontar dapat secara leluasa diambil,” sebut akademisi Program Studi Sastra Jawa Kuno Unud ini.
Pembacaan lontar dan peneges dilakukan oleh Pedanda Yajamana, bersama Ida Pedanda Batuaji dan walaka. Widhi Kurniawan berharap lontar Bebali Dalem Sidakarya ini dapat dilakukan alih aksara dan alih bahasa, sehingga dapat dimanfaatkan oleh seluruh pangempon pura. 7 cr78
Komentar