Warga Klaim Tanah SDN 2 Puhu
Sejak Senin (10/7) para siswa kelas I, II dan III belajar di wantilan Pura Pesimpangan.
GIANYAR, NusaBali
Warga Desa Puhu, Payangan, Gianyar, I Wayan Antara terpaksa mengembok tiga ruang kelas SDN 2 Puhu. Karena ia mengklaim, bangunan tiga kelas SD itu memakai lahan miliknya.
Versi Antara, kesepakatan penggunaan lahan untu SD itu telah jatuh tempo. Saat dikonfirmasi, Selasa (18/7), Antara menjelaskan, polemik pemanfaatan lahan tersebut mencuat tahun 2010. Saat itu, muncul kesepakatan antara dirinya dengan Dinas Pendidikan Gianyar. Caranya, dengan sistem tukar guling. Antara diberikan tanah pengganti di Banjar Carik, Desa Puhu. Sementara di atas lahan miliknya, tetap berdiri bangunan SDN 2 Puhu. Namun kesepakatan itu hanya berlaku hingga tahun 2016. “Jadi sampai sekarang belum ada kejelasan tentang keberlanjutan pemanfaatan lahan SDN 2 Puhu. Terutama bangunan untuk tiga kelas. Apakah itu akan dipakai atau dibongkar,” jelasnya.
Wayan Antara pun mengaku telah berupaya untuk memastikan pemanfaatan lahan tersebut. Sebab, ia berkepentingan untuk menjadikan lahan tersebut sebagai kebun. “Sudah tiga kali saya koordinasi dengan kelihan dinas dan komite. Apakah akan dipakai lagi atau bisa dibongkar. Sudah setahun saya menunggu, tapi sampai sekarang tak ada jawaban,” terangnya.
Karena lahannya masih dipakai sekolah itu, ia pun mempertanyakan berapa lama akan dipakai. “Kalau mau dipakai, lagi berapa lama. Berapa hari, berapa bulan. Dulu ada kesepakatan, sekarang kok tidak. Seenaknya saja. Saya jadinya tidak bisa berkebun,” terangnya.
Ditanya terkait luas lahan miliknya di sekolah tersebut, Wayan Antara mengaku tak tahu persis. Ia hanya memakai patokan tiga bilik ruang kelas di salah satu bangunan. “Luasnya saya tidak hitung, yang jelas tiga bilik ruang kelas,” jelasnya.
Pihaknya pun berharap polemik ini bisa segera diselesaikan. Supaya dirinya tetap bisa berkebun dan para siswa bisa belajar dengan nyaman. “Saya berharap semua pihak agar masalah ini cepat selesai. Saya bisa berkebun, anak-anak bisa sekolah,” terangnya.
Dikonfirmasi terpisah, Perbekel Desa Puhu Made Renyep, menyatakan pihak sekolah tidak bisa berbuat banyak. Karena sekolah itu memang milik warga. Jadi sekolah mengalah. “Lokasi SD itu berada di dua lahan. Sebagian lahan sudah milik SD dan sebagian lagi milik warga. Jadi yang milik warga diambil pemiliknya. Ada tiga kelas yang harus minggir,” ujarnya.
Renyep mengaku sempat menengahi masalah tersebut atau berkoordinasi baik pemilik tanah maupun Pemkab Gianyar. Namun disayangkan pemilik lahan terlalu buru-buru mengambil keputusan. "Itu pemiliknya sudah dijanjikan tanah pengganti sama pemerintah. Tapi tidak tahu kenapa kok malah buru-buru dia menggusur kelas. Prosesnya Agustus baru bisa dilakukan,” jelasnya.
Kepala Dinas Pendidikan Gianyar Made Suradnya saat dikonfirmasi menyatakan, masalah tersebut sudah dibicarakan langsung dengan si pemilik tanah. "Sudah kami surati resmi pemiliknya. Kami mohon sabar, karena lagi proses tender," jelas Suradnya.
Dikatakan Suradnya, setelah proses tender selesai, akan dilanjutkan membangun gedung baru tiga kelas. "Sekarang kami minta permaklumannya dulu. Setelah ada gedung, baru bisa diambil tanahnya," pintanya.
Dalam posisi menunggu kejelasan, sejak Senin (10/7) para siswa kelas I, II dan III terpaksa harus belajar di wantilan Pura Pesimpangan, sekitar 100 meter dari SD itu. Sebab di sekolah sekarang hanya tersisa dua ruang kelas yang diisi kelas V dan kelas VI. Bahkan untuk kelas IV juga belajarnya di ruang perpustakaan. *nvi
Versi Antara, kesepakatan penggunaan lahan untu SD itu telah jatuh tempo. Saat dikonfirmasi, Selasa (18/7), Antara menjelaskan, polemik pemanfaatan lahan tersebut mencuat tahun 2010. Saat itu, muncul kesepakatan antara dirinya dengan Dinas Pendidikan Gianyar. Caranya, dengan sistem tukar guling. Antara diberikan tanah pengganti di Banjar Carik, Desa Puhu. Sementara di atas lahan miliknya, tetap berdiri bangunan SDN 2 Puhu. Namun kesepakatan itu hanya berlaku hingga tahun 2016. “Jadi sampai sekarang belum ada kejelasan tentang keberlanjutan pemanfaatan lahan SDN 2 Puhu. Terutama bangunan untuk tiga kelas. Apakah itu akan dipakai atau dibongkar,” jelasnya.
Wayan Antara pun mengaku telah berupaya untuk memastikan pemanfaatan lahan tersebut. Sebab, ia berkepentingan untuk menjadikan lahan tersebut sebagai kebun. “Sudah tiga kali saya koordinasi dengan kelihan dinas dan komite. Apakah akan dipakai lagi atau bisa dibongkar. Sudah setahun saya menunggu, tapi sampai sekarang tak ada jawaban,” terangnya.
Karena lahannya masih dipakai sekolah itu, ia pun mempertanyakan berapa lama akan dipakai. “Kalau mau dipakai, lagi berapa lama. Berapa hari, berapa bulan. Dulu ada kesepakatan, sekarang kok tidak. Seenaknya saja. Saya jadinya tidak bisa berkebun,” terangnya.
Ditanya terkait luas lahan miliknya di sekolah tersebut, Wayan Antara mengaku tak tahu persis. Ia hanya memakai patokan tiga bilik ruang kelas di salah satu bangunan. “Luasnya saya tidak hitung, yang jelas tiga bilik ruang kelas,” jelasnya.
Pihaknya pun berharap polemik ini bisa segera diselesaikan. Supaya dirinya tetap bisa berkebun dan para siswa bisa belajar dengan nyaman. “Saya berharap semua pihak agar masalah ini cepat selesai. Saya bisa berkebun, anak-anak bisa sekolah,” terangnya.
Dikonfirmasi terpisah, Perbekel Desa Puhu Made Renyep, menyatakan pihak sekolah tidak bisa berbuat banyak. Karena sekolah itu memang milik warga. Jadi sekolah mengalah. “Lokasi SD itu berada di dua lahan. Sebagian lahan sudah milik SD dan sebagian lagi milik warga. Jadi yang milik warga diambil pemiliknya. Ada tiga kelas yang harus minggir,” ujarnya.
Renyep mengaku sempat menengahi masalah tersebut atau berkoordinasi baik pemilik tanah maupun Pemkab Gianyar. Namun disayangkan pemilik lahan terlalu buru-buru mengambil keputusan. "Itu pemiliknya sudah dijanjikan tanah pengganti sama pemerintah. Tapi tidak tahu kenapa kok malah buru-buru dia menggusur kelas. Prosesnya Agustus baru bisa dilakukan,” jelasnya.
Kepala Dinas Pendidikan Gianyar Made Suradnya saat dikonfirmasi menyatakan, masalah tersebut sudah dibicarakan langsung dengan si pemilik tanah. "Sudah kami surati resmi pemiliknya. Kami mohon sabar, karena lagi proses tender," jelas Suradnya.
Dikatakan Suradnya, setelah proses tender selesai, akan dilanjutkan membangun gedung baru tiga kelas. "Sekarang kami minta permaklumannya dulu. Setelah ada gedung, baru bisa diambil tanahnya," pintanya.
Dalam posisi menunggu kejelasan, sejak Senin (10/7) para siswa kelas I, II dan III terpaksa harus belajar di wantilan Pura Pesimpangan, sekitar 100 meter dari SD itu. Sebab di sekolah sekarang hanya tersisa dua ruang kelas yang diisi kelas V dan kelas VI. Bahkan untuk kelas IV juga belajarnya di ruang perpustakaan. *nvi
Komentar