Setya Novanto Merasa Dizolimi
Ketua DPR Setya Novanto bantah terima aliran duit haram dari korupsi proyek e-KTP, yang diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun.
Ngotot Tak Terima Aliran Duit e-KTP
JAKARTA, NusaBali
Ketua Umum DPP Golkar ini pun menyebut dirinya dizolimi, setelah ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus korupsi terbesar di Indonesia tersebut.
Setya Novanto menegaskan, dirinya tidak ada terima duit, apalagi besarnya sampai mencapai Rp 574 miliar. Menurut Novanto, sebelumnya juga sudah ada bantahan dari tersangka lain bahwa dirinya tidak menerima aliran dana tersebut.
"Itu kita sudah lihat di sidang Pengadilan Tipikor, 3 April 2017. Di dalam fakta persidangan, saudara Nazar (Muhamad Nazaruddin yang dihadirkan sebagai saksi di peridangan terdakwa Andi Narogong, Red), keterlibatan saya di e-KTP disebut-kan tak ada. Dan, sudah membantah tidak terbukti terima Rp 574 miliar," tegas Novanto dalam jumpa pers di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Selasa (18/7). "Begitu pula sidang 29 Mei, saudara Andi Narogong sudah menyebutkan saya tidak terima hal tersebut," imbuh mantan Ketua Fraksi Golkar DPR 2009-2014 ini.
Karena itu, Novanto merasa dirinya telajh dizolimi atas penetapan sebagai tersangka ini. "Saya baca beberapa kali di media, saya dikatakan terima Rp 574 miliar bersama saudara Andi Narogong. Saya tidak pernah terima. Uang Rp 574 besarnya bukan main, bagaimana transfernya, bagaimana menerimanya, bagaimana wujudnya?"
Novanto pun meminta agar perkara yang menjerat dirinya sebaga tersangka ini ti-dak perlu dibesar-besarkan. "Jadi, saya mohon bahwa tolong jangan dibesar-be-sarkan bahwa saya telah menerima uang. Ini merupakan penzaliman, tentu apa yang sudah dalam fakta persidangan dikatakan tidak ada, saya mohon untuk bisa dimengerti," pinta Novanto.
Dalam kesempatan itu, Novanto juga mengaku telah memberikan pengertian kepada anaknya perihal status tersangka oleh KPK. "Saya beri pengertian kepada anak-anak dan anak saya yang paling kecil," katanya. "Saya percaya Allah SWT tahu apa yang saya lakukan."
Novanto menegaskan tidak akan mundur dari jabatan sebagai Ketua DPR, meski-pun berstatus tersangka. Sikap ini merujuk kepada aturan yang menyebut Pimpin-an DPR mundur apabila kasus hukumnya sudah inkrah. "Saya sudah berusaha dengan para pimpinan menjalankan tugas bagi bangsa dan negara secara maksi-mal. Sebagai manusia biasa, saya sangat kaget putusan KPK tersebut (ditetapkan jadi tersangka, Red)," katanya.
Novanto pun menyerahkan penjelasan soal posisinya selaku Ketua DPR kepada Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra, Fadli Zon, yang juga hadir dalam jumpa pers kemarin. Menurut Fadli Zon, Novanto masih tetap menjabat sebagai Ketua DPR. "Kami tadi rapat pimpinan di dalam untuk menyamakan bagaimana kita bisa melihat sisi aturan mekanisme di DPR," jelas Wakil Ketua Umum DPP Gerindra ini.
Fadli memaparkan, Badan Pengkajian DPR (BKD) yang dipimpin Johnson Raja-gukguk telah melakukan pengkajian terhadap posisi Novanto. Rapim memutuskan apabila anggota DPR yang terseret kasus hukum, belum bisa diberhentikan bila perkaranya belum inkrah.
"Intinya, sesuai UU MD3, adalah hak anggota DPR untuk tetap menjadi anggota Dewan sampai proses hukum berkekuatan tetap (inkrah), sejauh tidak ada perubahan dari fraksi sebagai kepanjangan partai yang mengusungnya. Untuk itu, tidak ada perubahan Pimpinan DPR," tegas Fadli. Dia juga mengatakan, penetapan Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP tidak mempengaruhi tugas-tugas Pimpinan DPR lainnya. Mereka tetap bertugas seperti biasa, lantaran kepempimpinan sifatnya kolektif kolegial.
Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta KPK segera tahan Setya Novanto, mengingat sejumlah kesaksian yang menyebut sang Ketua DPR terlibat dalam perkara korupsi e-KTP. "Kami menilai sangat penting bagi KPK melakukan langkah hukum segera untuk menahan Setya Novanto. Sebab, dalam kesaksian persidangan menunjukkan ada upaya yang dilakukan Setya Novanto untuk mempengaruhi saksi," ungkap Komisioner ICW, Donal Fariz, dilansir detikcom dalam diskusi di Jakarta, Selasa kemarin.
Donal mengingatkan soal pernyataan terdakwa e-KTP, Irman. Selain itu, juga ke-saksian Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, yang namanya ikut terseret dalam kasus ini saat ketika menjadi anggota Komisi II DPR. "Seperti menyampaikan kepada Irman agar menyebut dia tidak kenal dengan Setyo Novanto. Atau keterangan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang menyebut ada pertemuan dengan Setya Novanto dan meminta Ganjar agar tidak galak-galak dalam kasus e-KTP," beber Donal.
Menurut Donal, hal tersebut membuktikan ada upaya aktif dari Novanto untuk berbicara dengan saksi-saksi yang dihadirkan KPK. Hal ini sangat berbahaya. "Kalau tidak ada upaya hukum lanjutan seperti penahanan, upaya-upaya mendekati saksi dan mengatur pihak-pihak, itu bisa dilakukan, baik oleh Setya Novanto, kuasa hukum, maupun pihak yang berkepentingan." *k22
1
Komentar