BNNK Rehab 67 Pecandu Narkoba
SINGARAJA, NusaBali - Sepanjang tahun 2023 ini, sebanyak 67 orang pengguna narkoba direhabilitasi oleh Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Buleleng.
Sebanyak 17 di antaranya menjalani rehabilitasi rawat jalan di RSJ Bangli, Lido Bogor hingga Tanah Merah. Sementara sisanya menjalani rehab rawat jalan karena tergolong pengguna ringan.
Kepala BNNK Buleleng AKBP Gede Astawa mengatakan, jumlah pengguna yang direhabilitasi ini menurun bila dibandingkan tahun lalu, yang angkanya mencapai 65 orang. Pengguna yang direhab ini berasal dari kalangan pelajar, mahasiswa, ASN hingga masyarakat usia 20 hingga 60 tahun. "Pelajar yang direhab hanya sedikit, setiap tahun hanya satu kasus. Sisanya paling banyak usia produktif," katanya, pada Jumat (29/12).
Menurunnya jumlah pengguna yang direhab ini bukan berarti kasus narkoba di Buleleng menurun. Hingga saat ini, kata Astawa, Buleleng masih masuk dalam zona merah kasus narkoba. Seluruh kecamatan masuk dalam daerah rawan. Penurunan jumlah pengguna yang direhab ini terjadi karena masih banyak masyarakat yang takut untuk melapor. Sebab khawatir BNNK akan memproses hukum mereka.
"Pengguna narkoba ini seperti fenomena gunung es. Yang berani melapor ke kami sehingga dibantu untuk direhab hanya 67 orang. Pengguna narkoba di Buleleng masih banyak, belum yang ditangkap oleh polisi dan yang tidak berani melapor. Jadi masih banyak," sebut dia.
Dalam rehab ini, pihaknya hanya membantu pengguna agar bisa pulih. Seperti rehab rawat jalan, pengguna diberikan pendampingan konseling berdurasi dua jam, selama 12 kali pertemuan. Setelah itu pihaknya akan melihat apakah masih terjadi perubahan perilaku kepada pengguna atau tidak. Pengawasan juga dilakukan oleh BNNK dengan sesekali mendatangi pengguna tersebut untuk dites urine.
Kata AKBP Astawa, pengguna narkoba harus berkomitmen pada diri sendiri agar tidak kembali mengonsumsi narkoba. Hal ini juga harus didukung oleh keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Sebab pengguna biasanya berpotensi kembali mengonsumsi narkoba saat dirinya sedang mumet dan stres, tidak bisa mengatasi masalah.
"Tahun ini ada empat pengguna yang sudah kami rehab ternyata mengonsumsi sabu lagi. Jadi ini lah pentingnya dukungan keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Pengguna harus dibantu dengan menguatkan dia, jangan dijauhi," terang AKBP Astawa.
Untuk mencegah angka penggunaan narkoba di Buleleng, pihaknya pun mendorong seluruh desa untuk membuat Perdes dan Perarem. Pasalnya dari 129 desa dinas yang ada di Buleleng, baru 66 desa yang sudah membuat Perdes. Sementara dari 169 desa adat di Buleleng, baru 92 desa adat yang sudah membuat Perarem.
Meski pembuatan Perdes dan Perarem ini tidak bisa dipaksakan, pihaknya tetap berharap seluruh desa segera membentuknya sebagai bentuk kepedulian terhadap bahayanya narkoba. Sebab melalui Perdes desa setidaknya bisa menganggarkan untuk pelaksanaan tes urine kepada masyarakatnya sebagai langkah pencegahan. Sementara Perarem dapat mengatur sanksi sebagai efek jera bagi masyarakat yang mengonsumsi atau mengedarkan narkoba.
"Kami tidak bisa memaksa. Jadi kami serahkan ke desa itu sendiri, peduli atau tidak dengan penanganan narkoba. Jangan sampai sudah keruh, baru buat Perdes dan Perarem. Narkoba ini jangan dianggap sepele karena kalau dibiarkan, pengguna itu bisa melakukan tindak pidana lain seperti penganiayaan, pencurian dan pemerasan. Mereka lebih emosional kalau barangnya sudah habis dan tidak punya uang untuk beli," tandasnya. 7 mzk
Kepala BNNK Buleleng AKBP Gede Astawa mengatakan, jumlah pengguna yang direhabilitasi ini menurun bila dibandingkan tahun lalu, yang angkanya mencapai 65 orang. Pengguna yang direhab ini berasal dari kalangan pelajar, mahasiswa, ASN hingga masyarakat usia 20 hingga 60 tahun. "Pelajar yang direhab hanya sedikit, setiap tahun hanya satu kasus. Sisanya paling banyak usia produktif," katanya, pada Jumat (29/12).
Menurunnya jumlah pengguna yang direhab ini bukan berarti kasus narkoba di Buleleng menurun. Hingga saat ini, kata Astawa, Buleleng masih masuk dalam zona merah kasus narkoba. Seluruh kecamatan masuk dalam daerah rawan. Penurunan jumlah pengguna yang direhab ini terjadi karena masih banyak masyarakat yang takut untuk melapor. Sebab khawatir BNNK akan memproses hukum mereka.
"Pengguna narkoba ini seperti fenomena gunung es. Yang berani melapor ke kami sehingga dibantu untuk direhab hanya 67 orang. Pengguna narkoba di Buleleng masih banyak, belum yang ditangkap oleh polisi dan yang tidak berani melapor. Jadi masih banyak," sebut dia.
Dalam rehab ini, pihaknya hanya membantu pengguna agar bisa pulih. Seperti rehab rawat jalan, pengguna diberikan pendampingan konseling berdurasi dua jam, selama 12 kali pertemuan. Setelah itu pihaknya akan melihat apakah masih terjadi perubahan perilaku kepada pengguna atau tidak. Pengawasan juga dilakukan oleh BNNK dengan sesekali mendatangi pengguna tersebut untuk dites urine.
Kata AKBP Astawa, pengguna narkoba harus berkomitmen pada diri sendiri agar tidak kembali mengonsumsi narkoba. Hal ini juga harus didukung oleh keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Sebab pengguna biasanya berpotensi kembali mengonsumsi narkoba saat dirinya sedang mumet dan stres, tidak bisa mengatasi masalah.
"Tahun ini ada empat pengguna yang sudah kami rehab ternyata mengonsumsi sabu lagi. Jadi ini lah pentingnya dukungan keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Pengguna harus dibantu dengan menguatkan dia, jangan dijauhi," terang AKBP Astawa.
Untuk mencegah angka penggunaan narkoba di Buleleng, pihaknya pun mendorong seluruh desa untuk membuat Perdes dan Perarem. Pasalnya dari 129 desa dinas yang ada di Buleleng, baru 66 desa yang sudah membuat Perdes. Sementara dari 169 desa adat di Buleleng, baru 92 desa adat yang sudah membuat Perarem.
Meski pembuatan Perdes dan Perarem ini tidak bisa dipaksakan, pihaknya tetap berharap seluruh desa segera membentuknya sebagai bentuk kepedulian terhadap bahayanya narkoba. Sebab melalui Perdes desa setidaknya bisa menganggarkan untuk pelaksanaan tes urine kepada masyarakatnya sebagai langkah pencegahan. Sementara Perarem dapat mengatur sanksi sebagai efek jera bagi masyarakat yang mengonsumsi atau mengedarkan narkoba.
"Kami tidak bisa memaksa. Jadi kami serahkan ke desa itu sendiri, peduli atau tidak dengan penanganan narkoba. Jangan sampai sudah keruh, baru buat Perdes dan Perarem. Narkoba ini jangan dianggap sepele karena kalau dibiarkan, pengguna itu bisa melakukan tindak pidana lain seperti penganiayaan, pencurian dan pemerasan. Mereka lebih emosional kalau barangnya sudah habis dan tidak punya uang untuk beli," tandasnya. 7 mzk
1
Komentar