Pakem Payas Deeng Dilombakan di Rangkaian Ngaben Massal
Upaya Melestarikan Pakem Payas Deeng Khas Buleleng
Pakem rias deeng Buleleng terdiri dari rias perempuan dan riasan laki-laki. Ada empat kriteria pokok yang dinilai, mulai dari keindahan, keserasian, kenyamanan, dan kekompakan pasangan deeng.
SINGARAJA, NusaBali
Sebanyak 50 pasang teruna teruni mengikuti upacara padeengan atau mapeed rangkaian upacara ngaben massal Desa Adat Buleleng pada Saniscara Kliwon Landep, Sabtu (30/12) siang. Mereka yang sudah berhias mengenakan busana dan riasan khas padeengan mengular panjang di belakang barisan lain menempuh rute yang telah ditentukan. Desa Adat Buleleng pun menginisiasi melombakan deeng, untuk melestarikan pakem deeng khas Buleleng.
Padeengan dilaksanakan H-1 puncak ngaben massal Desa Adat Buleleng yang akan berlangsung hari ini pada Redite Umanis Ukir, Minggu (31/12). Rangkaian upacara ngaben ini bermakna untuk mengantarkan mendiang yang diupacarai ngaben oleh keluarga besar dengan suka cita. Padeengan di Buleleng menjadi ciri khas tersendiri dibandingkan dengan daerah lainnya di Bali. Yang mencolok ada di bagian pakaian khusus padeengan.
Barisan deeng dibuka dengan miniatur bade kecil yang biasanya diarak anak-anak, kemudian guling bangkit, damar (lampu lilin dalam keranjang kecil), rontek yang terbuat dari bambu. Kemudian baru disambung oleh pasangan deeng dan keluarga mendiang yang diabenkan dan ditutup dengan gambelan.
Sebanyak 50 pasang teruna teruni mengikuti upacara padeengan atau mapeed rangkaian upacara ngaben massal Desa Adat Buleleng pada Saniscara Kliwon Landep, Sabtu (30/12) siang. Mereka yang sudah berhias mengenakan busana dan riasan khas padeengan mengular panjang di belakang barisan lain menempuh rute yang telah ditentukan. Desa Adat Buleleng pun menginisiasi melombakan deeng, untuk melestarikan pakem deeng khas Buleleng.
Padeengan dilaksanakan H-1 puncak ngaben massal Desa Adat Buleleng yang akan berlangsung hari ini pada Redite Umanis Ukir, Minggu (31/12). Rangkaian upacara ngaben ini bermakna untuk mengantarkan mendiang yang diupacarai ngaben oleh keluarga besar dengan suka cita. Padeengan di Buleleng menjadi ciri khas tersendiri dibandingkan dengan daerah lainnya di Bali. Yang mencolok ada di bagian pakaian khusus padeengan.
Barisan deeng dibuka dengan miniatur bade kecil yang biasanya diarak anak-anak, kemudian guling bangkit, damar (lampu lilin dalam keranjang kecil), rontek yang terbuat dari bambu. Kemudian baru disambung oleh pasangan deeng dan keluarga mendiang yang diabenkan dan ditutup dengan gambelan.
Kelian Desa Adat Buleleng Nyoman Sutrisna mengatakan inisiasi lomba deeng ini disebutnya karena melihat antusias krama dari 14 banjar adat yang bernaung di bawah Desa Adat Buleleng sangat tinggi. Namun lomba padeengan dilaksanakan tanpa mengurangi makna upacara.
“Lomba ini kami laksanakan sebagai salah satu upaya kami melestarikan deeng Buleleng yang memiliki pakem khusus. Sehingga anak muda yang ikut langsung dalam upacara ini paham apa saja susunan dan tahapan upacaranya,” tutur Sutrisna.
Secara kasat mata pakaian deeng khas Buleleng juga sangat berbeda dengan payas mapeed Bali Selatan. Meskipun belakangan ini dalam rangkaian padeengan krama juga tidak jarang mengenakan riasan modifikasi. Namun pakem rias deeng Buleleng terdiri dari rias perempuan dan riasan laki-laki.
Pakem riasan yang digunakan oleh perempuan meliputi roko-rokoan berwarna putih yang dihiasi dengan bunga emas padma atau tunjung sebagai mahkota/gelungan. Selain itu juga memakai selendang di bagian pundak kanan dan menggunakan kain prada angkin prada penutup badan yang ditutup juga dengan kain songket khas Buleleng. Selain juga aksesoris menggunakan gelang kana dan makeup minimalis.
Sedangkan busana laki-laki terdiri dari udeng di bagian kepala, balutan kamen songket di bagian badan, dan aksesoris gelang kana pengantin di kedua tangan.
Dalam lomba padeengan ini Desa Adat Buleleng menyiapkan dewan juri independen. Ada empat kriteria pokok yang dinilai, mulai dari keindahan, keserasian, kenyamanan, dan kekompakan pasangan deeng. Iring-iringan deeng mengambil start di depan Setra Buleleng, tempat ngaben massal, menuju selatan Jalan Gajah Mada, kemudian menuju Jalan Veteran lalu memutar di Tugu Singa Ambara Raja dan kembali ke rute semua hingga finish di setra Buleleng.
Sementara itu, upacara ngaben massal Desa Adat Buleleng ini rutin digelar setiap 5 tahun sekali. Ada sebanyak 118 peserta ngaben yang sudah terdaftar. Selain itu juga ada 120 orang peserta ngerapuh (upacara ngaben untuk bayi yang meninggal dalam kandungan), 45 peserta nyekah, dan 8 atma papa (temuan mayat atau tulang belulang tanpa identitas). 7 k23
1
Komentar