Akhirnya, Sopir AKDP Bisa Nyamsat dan Uji Kir
Para sopir angkutan kota dalam provinsi (AKDP) asal Buleleng, akhirnya bisa bernafas lega menyikapi aturan pembatasan usia kelayakan angkutan umum di Bali.
SINGARAJA, NusaBali
Dinas Perhubungan (Dishub) Buleleng dan Polres Buleleng mengizinkan kendaraan AKDP uji kir dan bayar pajak samsat alias nyamsat. Para sopir pun kini tetap bisa mengais rezeki dengan cari penumpang tanpa khawatir kena razia.
Kebijikan itu diambil dalam pertemuan yang dimediasi pimpinan DPRD Buleleng, menghadirkan Dishub Buleleng, Satlantas Polres Buleleng, dan para sopir AKDP yang tergabung dalam Persatuan Sopir Singaraja-Denpasar (Persosid), Selasa (18/7) siang. Pertemuan dipimpin Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna.
Semula para sopir AKDP asal Buleleng ini mengeluh karena tidak bisa nyamsat kendaraan termasuk uji kir. Mereka terancam kehilangan payuk jakan (penghasilan), karena tidak bisa beroperasi cari penumpang. Penolakan uji kir dan samsat tersebut cukup beralasan karena ada Perda Pemprov Bali Nomor 4 Tahun 2016, tentang Penyelenggaraan Lalulintas Jalan dan Angkutan Jalan. Salah satu pasalnya, ada pembatasan usia angkutan umum maksimal 25 tahun. Sedangkan angkutan umum AKDP jenis Izusu rata-rata berusia lebih dari 25 tahun karena keluaran tahun 1980-an. Para sopir AKDP ini sempat masadu (mengadu) ke DPRD Buleleng, terkait ketentuan tersebut.
Dalam pertemuan Selasa kemarin, Dishub Buleleng dan Polres Buleleng melunak dengan mengizinkan angkutan umum AKPD diuji kir dan bayar pajak samsat. Namun, kebijakan tersebut masih berisi catatan. Dishub Buleleng akan melayani uji kir jika para sopir AKDP patuh dan taat dengan rambu lalulintas. Antara lain, tidak ngetem di luar terminal, dan menjaga kelayakan kendaraan. Sebagai bentuk kepatuhan itu, para sopir diminta membuat surat pernyataan. Sedangkan pihak Polres Buleleng mengizinkan kendaraan di samsat, sepanjang pajak yang dibayar masuk katagori pajak kendaraan pribadi. Artinya, pajak samsat yang dibayar melebihi pajak kendaraan umum, dengan kenaikan bisa mencapai Rp 700.000.
Ketua Persosid Buleleng Ketut Sutapa mengaku senang dengan kebijakan tersebut, kendati harus membuat surat pernyataan dan membayar pajak lebih mahal. Alasannya, ia bersama seluruh sopir AKDP bisa beroperasi lagi mencari penumpang. “Pekerjaan kami hanya sebagai sopir, kalau kami tidak beroperasi, dari mana kami bisa makan. Beruntung tadi sudah ada solusi terbaik, jadi kami sangat senang,” katanya.
Disinggung syarat bisa uji kir dan samsat, Ketut Sutapa menyatakan, bagi sopir AKDP persyaratan itu tidak jadi masalah. Taat dengan rambu lalulintas dan kelayakan angkutan sudah menjadi keharusan bagi semua pengendara termasuk angkutan umum lainnya. Demikian juga dengan pembayaran pajak samsat, Sutapa mengaku tidak ada persoalan kendati lebih mahal dibanding kendaraan berplat kuning. “Sebenarnya masalah rambu lalulintas itu sudah menjadi kewajiban kami mentaati. Tentu itu sangat kami terima, termasuk bayar pajak juga tidak masalah kalau sekarang harus bayar pajak dengan plat kendaraan berwarna hitam atau pribadi,” ujarnya.
Kadis Perhubungan Buleleng I Gede Gunawan AP mengatakan, surat pernyataan dari para sopir tersebut nantinya menjadi dasar laporan kepada Dinas Perhubungan Pemprov Bali, terkait dengan munculnya keluhan para sopir atas pemberlakuan Perda 4 Tahun 2016. Gunawan mengaku, keluhan para sopir tersebut akan ditidaklanjuti ke Dishub Pemprov Bali guna mendapatkan solusi terbaik. “Memang ada informasi pemberlakuan akan dipending atau direvisi. Tetapi kita akan tetap laporkan persoalan-persoalan para sopir karena ini menyangkut AKDP, dimana kewenangannya ada di provinsi,” terangnya.
Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna menegaskan, pihaknya mendesak agar Pemprov Bali merevisi Perda 4 Tahun 2016 tersebut, karena munculnya keluhan para sopir AKDP di Buleleng. “Ya nanti kami akan bersurat juga ke Dishub Bali dan DPRD Bali, agar Perda tersebut bisa direvisi,” akunya. *k19
Komentar